MENDADAK orang berduyun-duyun pergi ke Kota Bangkalan, Madura.
Mereka terpengaruh oleh Sinar Pagi Minggu (Jakarta) edisi pekan
ke-3 September, yang memberitakan bahwa drakula wanita muncul di
Desa Dumayah, Kecamatan Tanah Merah, Bangkalan. Bersama tulisan
tersebut terpampang pula ilustrasi wajah orang bertaring.
Tapi apakah itu wajah drakula Desa Dumayah? Belum tentu.
Bu Atiyah, 80 tahun, menurut koran itu, tiba-tiba bangkit dari
kematiannya (8 Agustus) ketika dimandikan. Dia konon berdiri,
dengan muka seram dan tangan terentang ke depan bagai siap
mencengkeram, beringas memandang orang sekitar. Kemudian dia
menghambur ke kamar mandi dan mengunci dirinya dari dalam. Dari
tempat itu, hadirin yang masih bengong, mendengar suara
rintihan. Di kamar itulah, kata koran tadi, taring sang drakula
muncul.
Berita itu langsung disambar Liberty (Surabaya) tanpa melakukan
pengecekan ulang. Edisi 26 September majalah itu mengutip
seutuhnya (juga foto) pemberitaan SPM. Tak lama kemudian,
masyarakat Surabaya dan Bangkalan gempar. Orang berebut mencari
berita sensasional itu. Di terminal bis Joyoboyo, Surabaya,
fotokopi berita tadi dijual dengan harga Rp 500. Dan laris.
Peredaran SPM di Surabaya, yang semula 15 ribu melonjak jadi 35
ribu untuk edisi itu. Pada edisi berikutnya, koran ini masih
melanjutkan berita tadi -- malah dikesankan bahwa para pamong
desa takut mengantar sang wartawan ke rumah sang drakula.
Ternyata semua itu tidak benar. Keluarga Bu Atiyah sangat
terpukul karena pemberitaan tadi. Pekan lalu, mereka menghubungi
pengacara Faruk Aladetta SH, menyiapkan tuntutan Rp 500 juta
atas Liberty dan SPM. Dua media cetak itu dianggap "telah
mencemarkan nama baik keluarga dan desa," kata Amran, Kepala
Desa Dumayah.
Ketika Ibrahim Husni dari TEMPO berkunjung, Bu Atiyah kelihatan
tenang. Sudah tiga tahun ini dia sakit dan tak bisa jalan. Tapi
"saya tidak pernah mengeluarkan taring, 'nak," katanya dalam
bahasa Madura. Matanya kelihatan basah. Dia menangis ketika
Mura'i, seorang putranya, menyampaikan berita drakula itu.
Mura'i juga membantah bahwa ibunya pernah jadi dukun
menggugurkan kandungan, apalagi menguasai ilmu hitam. "Kami ini
orang Islam tulen," ujar Mura'i.
Jadi, dari mana SPM memperoleh berita itu Amir (bukan nama
sebenarnya) koresponden koran itu, mengaku ia mengirimkan berita
tadi secara tidak berlebihan. Dalam laporannya, dia menyebut hal
itu masih merupakan desas-desus. Dia mengaku Lurah Amran
membenarkan Bu Atiyah 8 Agustus itu mati suri. Ketika dibuatkan
liang lahatnya, Bu Atiyah ternyata hidup kembali, demikian
laporannya. Tapi Amir tidak melakukan pengecekan langsung ke
ruma Bu Atiyah. "Saya percaya pada keterangan Lurah Amran,"
katanya. Tapi sang lurah membantah. "Kalau toh ada wawancara
tentu saya tidak (mau) begitu. Sebab keluarga itu juga besan
saya."
Persoalannya kemudian jadi jelas Berita desas-desus telah
diterbitkan. Redaksi SPM di Jakarta tampaknya kurang hati-hati
menjaga gawang. Charly T. Siahaan, pemimpin redaksinya, menolak
ketika hendak diwawancarai. "Itu kan sudah diralat. Tak usahlah
diberitakan," katanya. Koran ini, yang mengutip Kantor Berita
Antara, pada edisi 5 Oktober memang memuat bantahan. Tapi
keluarga Bu Atiyah sudah sempat terguncang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini