Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

<font face=arial size=1 color=brown><B>Industri genset</B></font><BR />Listrik Hilang, Genset Cina Terbilang

Kebutuhan genset naik akibat listrik makin sering mati. Buatan lokal tak kebagian rezeki.

28 Juli 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AJI Satmoko "kipas-kipas". Toko genset online-nya, Genset Murah, panen. Baru membuka gerai empat bulan lalu, ia pernah meraup untung hingga Rp 16 juta dalam sepekan. Padahal, inilah yang ia lakukan di toko virtualnya: duduk menunggu pembeli di depan layar komputer.

Memang kebutuhan akan generator set (genset) sedang booming. Tahun ini, hanya dalam dua bulan pertama, volume impor genset sudah hampir menembus US$$ 100 juta (Rp 920 miliar) atau hampir separuh penjualan 2006, bahkan lebih dari dua kali lipat penjualan tahun lalu. Pada 2006, penjualan genset tinggi karena isu bakal adanya banjir besar di Jakarta.

Nah, tahun ini giliran listrik mati jadi masalah. Pemadaman bergilir hampir tak kenal waktu, terutama sepanjang Mei dan Juni lalu. Pada awal Juli, Perusahaan Listrik Negara kembali mengumumkan rencana pemadaman listrik bergilir di Jakarta dan sekitarnya selama dua pekan. Kebutuhan genset pun kembali melonjak. "Pada akhir tahun ini, kita prediksi kebutuhan genset naik 30 persen," ujar Maryana Resodiharjo, Merchandising Manager PT Ace Hardware Indonesia Tbk., salah satu pemasok utama genset di pasar Indonesia.

Puncak penjualan genset itu terjadi dua pekan lalu, ketika PT PLN mengumumkan rencana pemadaman bergilir di Jakarta dan sekitarnya. Aji, misalnya, dalam sepekan bisa menjual 23 unit genset. Itu cuma dari toko virtualnya. Toko konvensionalnya, PT Sumber Teknik Perkasa di Tangerang, juga sesak oleh pembeli. "Sepekan lalu kondisi penjualan kembali normal. Sekarang per minggunya paling terjual 10 unit," ujar Aji.

Maskot Aji adalah genset merek Firman. Meski namanya berbau Indonesia, sesungguhnya ini merek Cina. Sebanyak 70 persen penjualan genset di kedua tokonya disumbang Firman. Penyebabnya, "Harganya yang lebih murah," ujarnya. Untuk ukuran 5.000 VA (watt), Firman dijual hanya Rp 7 juta per unit. Bandingkan dengan merek Honda, buatan Jepang, yang dibanderol Rp 14-15 juta per unit.

Meski lebih murah, keuntungan dari penjualan genset Cina tetap lumayan besar. Sementara pada hari-hari normal keuntungannya Rp 500 ribu per unit, tatkala heboh seperti dua pekan lalu ia bisa mendapat untung Rp 200 ribu lebih banyak. Maklumlah, pembeli harus antre untuk mendapatkan genset, terutama yang berukuran 2.000-5.000 VA.

Rezeki genset juga mengalir ke PT Kawan Lama Sejahtera. Perusahaan di Jakarta ini pernah menjual 20 unit genset merek Krisbow-barang Cina yang diberi merek lokal-dalam waktu tiga hari. "Sampai-sampai tidak ada barang untuk di-display," ujar Asisten Manajer Divisi Countersales, Lingga W.H.

Gerai Ace Hardware ikut kebagian. Maryana Resodiharjo menyatakan, jaringan tokonya rata-rata bisa menjual genset Krisbow berukuran 5.000 VA sampai 100-120 unit per bulan. Padahal harganya Rp 10 jutaan. Bulan lalu, pada saat ramai-ramainya, Ace bisa menjual sampai 130 unit.

Toko-toko peralatan industri di pusat bisnis Kenari Mas, Jakarta Pusat, ikut menikmati panen ini. Erwin, pegawai di Aneka Teknik, mengaku tokonya sempat menjual 50 unit genset-kebanyakan Somura, buatan Cina-dengan keuntungan bersih Rp 7,5 juta. "Tapi itu dua minggu lalu, karena minggu berikutnya penjualan turun drastis," ujar dia.

Saat ini, menurut Erwin, bisa menjual tiga genset dalam sepekan sudah bagus. Keuntungannya juga sudah tidak bisa terlalu besar, maksimal Rp 150 ribu per unit. Selain peminatnya menyurut, "Saingan toko genset di Kenari ini kan juga banyak," ujarnya.

Di Kenari Mas, genset Cina juga jadi maskot. Erwin mengatakan, ini karena harganya bisa separuh merek Jepang. Genset berukuran 2.000 VA bermerek Somura, misalnya, dijual hanya Rp 2,5 juta per unit. Padahal, genset berkapasitas sama merek Honda dibanderol Rp 5 juta per unit. "Apalagi pembeli juga mendapat jaminan toko dalam penyediaan suku cadang," kata Erwin.

Soal jaminan pascajual memang penting. Aji mengatakan, merek Firman diminati karena punya layanan pascajual serta garansi, dan suku cadangnya mudah diperoleh di hampir semua pusat penjualan genset seperti Kenari atau Glodok. Selain itu, penjual genset seperti Aji juga punya kelebihan. Selain barang bisa diantar sampai ke tempat tinggal konsumen, pramuniaganya tangkas menjelaskan cara aman menggunakan genset.

Sayangnya, musim panen genset ini tidak berlaku untuk generator buatan lokal. Genset yang laris itu semuanya produk impor, kebanyakan buatan Cina. "Saat ini tidak ada fungsi manufaktur di sini. "Yang kita miliki adalah pedagang atau perusahaan yang mereparasi genset," kata Ketua Asosiasi Motor Bakar Indonesia Cuk Sutoyo.

Sudah sejak 2004 industri genset nasional kolaps. Meski genset impor dikenai bea masuk 10 persen, barang dari Cina tetap menyerbu Indonesia bak air bah. Harganya yang sangat murah membuat bea masuk 10 persen jadi tidak ada artinya. Inilah yang kemudian membuat genset Cina merajai pasar genset Indonesia, terutama di kelas di bawah 5.000 VA.

Di Toko Genset Murah, misalnya, penjualan terbesar disumbang oleh genset Firman ukuran 5.000 VA. Di Kawan Lama, genset merek Krisbow yang paling laku juga berkapasitas 5.000 VA. Demikian pula di Kenari Mas, genset yang laris manis berukuran 2.000 VA bermerek Somura. Penjualan merek Jepang jeblok. Yang lokal pun tak dipajang.

Salah satu pabrik genset lokal yang kesulitan bersaing dengan produk Cina itu adalah PT Boma Bisma Indra. Badan usaha milik negara di Surabaya ini memiliki kapasitas produksi terpasang 9.000 unit per tahun. Hanya gara-gara tak bisa bersaing dengan produk impor dalam soal harga, kata Cuk, dalam rencana anggaran kerja perusahaan 2008, Boma belum-belum sudah dicatat sebagai badan usaha negara yang akan merugi.

Pemain lokal lainnya adalah PT Interjaya Surya Megah, yang menjadi pemegang merek Motoren Werke Mannheim asal Jerman, dan Lombardini asal Italia. Perakit yang memiliki pabrik di Jakarta dan Sidoarjo ini juga tidak dapat bertahan di pasar karena hasil rakitannya masih lebih mahal ketimbang genset utuh. "Dari izin produksi 500-3.000 unit per tahun, realisasinya paling pol 30-40 persennya. Dan angka ini terus turun tiap tahun," kata Cuk.

Menurut Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Tekstil, dan Aneka Departemen Perindustrian, Ansari Bukhari, penyebab industri lokal yang merakit genset kehilangan daya saing adalah karena harganya kalah kompetitif dari produk Cina. "Wajar kalau genset impor membanjiri pasar, karena harganya memang murah. Bahkan, setelah dikenai bea masuk 10 persen pun masih lebih murah ketimbang yang lokal," ujarnya.

Lebih menyesakkan lagi, diperkirakan pasar genset, terutama di kelas di bawah 5.000 VA masih akan terus tumbuh. Penjualan genset untuk keperluan rumah tangga berukuran 5.000 VA, misalnya, bisa meningkat sampai 30 persen. "Selama PLN belum bisa menjamin pasokan listriknya dan sektor properti tumbuh, prospek pasarnya masih bagus," ujar Direktur Pengembangan Ace Hardware, Rudy Hartono. Sayang, para pemain lokal cuma baru bisa jadi penonton.

R.R. Ariyani

Volume Impor Komponen dan Genset Utuh (Juta US$)

*Januari-Februari. Sumber: Departemen Perdagangan

 200620072008*
Generator (AC)24,339,4
Generator Single Phase5,70,61,2
Generator Multi Phase (DC)37,710,17,7
Alternator15,89,628,9
Komponen Generator110,11651
Total193,639,998,2

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus