Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

<font face=arial size=1 color=brown><B>Konversi Gas</B></font><BR />Teror dari Tabung Melon

Program konversi elpiji diwarnai melajunya kecelakaan tabung gas. Sosialisasi diabaikan, pengawasan tak berjalan.

5 Juli 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teror itu datang dari tabung hijau segar. Wahid, 28 tahun, kaget mendengar jeritan Fitri, 22 tahun, yang sedang memasak di dapur rumahnya di Desa Karanglo, Jambon, Ponorogo, Jawa Timur. Api menyesaki ruangan. Segera dia menyelamatkan sang istri yang sedang hamil delapan bulan.

Panik. Wahid segera melarikan istrinya ke Instalasi Rawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah Dr Soedono, Madiun. Kejadian pertengahan Juni lalu itu membuat kulit tangan dan paha Wahid gosong. Fitri menderita luka bakar di hampir sekujur tubuh. Bayinya lahir prematur dan akhirnya mengembuskan napas terakhir.

Tabung gas hijau melon milik Wahid-Fitri tidak meledak. Polisi menduga si melon berisi 3 kilogram gas itu bocor. Akibatnya, ketika kompor menyala, api langsung menyambar tubuh Fitri. Lebih parah lagi, ada jeriken berisi empat liter bensin yang letaknya satu meter dari kompor gas. ”Saya memang jualan bensin eceran,” kata Wahid sedih.

Wahid-Fitri bukan satu-satunya keluarga yang terkena teror tabung gas. Kecelakaan pada pengguna tabung elpiji 3 kg dilaporkan terus melaju. Badan Perlindungan Konsumen Nasional mencatat, pada semester pertama tahun ini sudah ada 33 kasus. Bandingkan dengan tahun lalu, dengan 30 kasus kecelakaan tabung elpiji. Pada 2008 tercatat ada 28 kasus dan pada 2007 dilaporkan ada lima kasus kecelakaan tabung.

Program konversi minyak tanah subsidi ke elpiji 3 kg bergulir pada 2006-2007. Pemicunya, antara lain, lonjakan harga minyak bumi yang mencapai US$ 140 per barel. Ada selisih harga minyak tanah Rp 5.000-6.000 yang ditanggung pemerintah dalam bentuk subsidi. Dengan konsumsi mencapai 10 juta kiloliter, nilai subsidi minyak tanah sekitar Rp 60 triliun per tahun. Bukan jumlah yang sedikit.

Nah, dengan beralih ke elpiji, kebutuhan 10 juta kiloliter minyak tanah digantikan 5 juta kiloliter elpiji. Beban subsidi bisa ditekan hingga menjadi Rp 12 triliun per tahun. Sekitar Rp 40 triliun per tahun bisa dihemat. ”Partisipasi masyarakat yang membuat program konversi berhasil,” kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Darwin Zahedy Saleh.

Sayangnya, partisipasi masyarakat tidak diimbangi upaya serius pemerintah dalam mengawasi konversi. Terbukti dari kecelakaan akibat tabung gas yang terus melaju. ”Ini kejadian luar biasa,” kata Tini Hadad, Ketua Badan Perlindungan Konsumen.

Kamis pekan lalu, Badan Perlindungan Konsumen mengundang berbagai unsur yang terkait dengan program konversi. Pertemuan yang berlangsung di kantor Kementerian Perdagangan ini bertujuan menelusuri penyebab utama tren melajunya kecelakaan tabung gas 3 kilo. Hadir dalam pertemuan itu Indah Suksmaningsih dan Huzna Zahir dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Deputi Pemasaran dan Niaga PT Pertamina Hanung Budya, Dave Laksono dari Kamar Dagang dan Industri Indonesia, perwakilan pemerintah kota seluruh area Jakarta, serta Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian. Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI juga hadir.

Pertamina jadi sasaran dalam pertemuan itu. Sistem pengawasan kualitas tabung memang seharusnya berada dalam koridor tanggung jawab Pertamina. Menurut Tini Hadad, ”Pengguna kerap tak tahu bahwa ada tabung yang kedaluwarsa dan harus diganti.” Akibatnya, kecelakaan pun terjadi.

Menurut Tini Hadad, sosialisasi adalah kata kunci. Terutama karena kultur pengguna kompor minyak tanah dan elpiji amat berbeda. Tanpa pemahaman yang memadai, tabung gas bisa meledak dan memicu kebakaran tanpa disengaja. Pada beberapa kejadian, dilaporkan kebakaran terjadi karena rumah yang tertutup. Tak ada ventilasi, yang membuat gas terkonsentrasi di dalam ruangan.

Celakanya, sosialisasi tidak digarap serius. Badan Perlindungan Konsumen sudah menegaskan pentingnya sosialisasi dalam rapat koordinasi program konversi, pada 2007. ”Tapi diabaikan,” kata Tini Hadad. ”Kami tidak dilibatkan dalam program konversi.”

Berbagai penyebab kecelakaan telah diidentifikasi. Seperti terungkap dalam rapat Badan Perlindungan Konsumen, kerap ditemui kesalahan prosedur saat distribusi. Ukuran tabung 3 kg yang mungil membuat distributor tidak memperlakukan tabung seperti seharusnya. Si melon dilempar sembrono, bertumpukan sembarangan. Walhasil, tabung, selang, dan regulator menjadi rentan.

Faktor lain yang juga penting adalah pengoplosan. Gas yang dioplos dari tabung ke tabung lain jelas membuat regulator dan katup rusak. ”Tabung bisa bocor,” kata Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Evita Legowo.

Kualitas regulator juga berperan penting. ”Kalau regulator bagus, sebenarnya aman,” kata Putu Suryawirawan, Direktur Industri Logam Kementerian Perindustrian, kepada Tempo di ruang kerjanya. ”Ciri regulator yang bagus, ada bunyi gotri kalau tabung dikocok,” ujar Putu.

Sebenarnya, Kementerian Perindustrian telah merilis Standar Nasional Indonesia untuk perlengkapan tabung konversi sejak program ini berjalan. Kompor, tabung, selang, regulator, dan katup wajib memenuhi standar dan dilengkapi logo SNI. Tapi di pasar banyak beredar perlengkapan tabung tanpa logo. Putu menduga ada kemungkinan penggantian perlengkapan tabung terjadi di tangan konsumen. ”Mungkin setelah lama digunakan, ada peralatan yang tidak berfungsi, lalu diganti dengan alat serupa yang tidak ber-SNI,” kata Putu.

Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Ito Sumardi menduga ada persoalan dalam SNI. Labelisasi dan kualitas rupanya berjalan tidak seiring. ”Banyak yang berlabel SNI tapi tidak memenuhi standar,” kata Ito dalam rapat Badan Perlindungan Konsumen.

Achmad Faisal, Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina, membenarkan adanya berbagai persoalan dalam standardisasi dan pengawasan program konversi. Karena itu, Kementerian Perindustrian, Pertamina, dan Kepolisian perlu duduk bersama merapatkan koordinasi. Berbagai upaya perlu digelar, termasuk menutup pabrik dan menarik produk tanpa SNI. ”Pengoplos dan pabrikan tanpa SNI inilah yang menjadikan program konversi ini cacat,” kata Achmad Faisal.

Wakil Presiden Boediono juga bereaksi. Jumat pekan lalu, Boediono membentuk Tim Nasional yang menangani pembenahan tabung elpiji dengan koordinator Menteri Perekonomian Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono.

Gebrakan pertama digelar Senin pekan lalu. Pemerintah berjanji akan menarik berbagai perlengkapan tabung yang tidak sesuai dengan standar. ”Bahaya paling banyak disebabkan selang yang di bawah standar,” kata Menteri Energi Darwin Zahedy. ”Karena itu, harus ditarik dari peredaran.” Mekanisme penarikan sedang dibahas bersama instansi terkait.

Sebagai ganti, pemerintah akan menyebarkan selang dan regulator yang kualitasnya dijamin. Awalnya, menurut sumber Tempo, Pertamina diminta membagikan selang dan regulator secara gratis. Tapi Pertamina tak sanggup. Alasannya, konversi adalah program yang didanai anggaran negara. Dua aksesori tabung itu diputuskan dijual sesuai dengan harga pabrik, selang Rp 12.435 dan regulator Rp 17.774. Lebih murah dibanding harga di pasar. Regulator berlogo SNI, misalnya, di pasar dibanderol Rp 50 ribu. ”Untuk bisa membeli selang dan regulator dengan harga khusus, konsumen harus menunjukkan bukti ikut program konversi,” kata Deputi Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Hanung Budya.

Menteri Agung Laksono membagi tugas dalam pembenahan tabung elpiji. Pertamina wajib membentuk tim sosialisasi penggunaan tabung elpiji 3 kg secara aman. Kementerian Perindustrian bertugas meninjau aturan SNI perlengkapan program konversi. Pengawasan pabrik produsen tabung diperketat. Adapun peredaran tabung, terutama yang tanpa SNI, diawasi Kementerian Perdagangan.

Bambang Setiadi, Kepala Badan Standardisasi Nasional, berjanji akan mendalami masalah umur pakai perlengkapan program konversi. Standardisasi tambahan juga dirasa perlu. ”Yaitu SNI tentang proses pengiriman ke konsumen, terutama di tingkat pengecer tabung pengisian ulang,” ujarnya.

Kendati terkesan terlambat, iktikad pemerintah membenahi program konversi patut disambut dan dipantau ketat oleh semua lapisan. Menteri Energi Darwin Zahedy berjanji akan memonitor seluruh rantai pembenahan program konversi. Masyarakat sudah menyukseskan program konversi. ”Sekarang saatnya pemerintah mendampingi masyarakat agar aman dan selamat menggunakan tabung gas 3 kilo,” katanya. ”Tolong kami dikawal.”

Nieke Indrietta, Ishomuddin, Mahardika Satria Hadi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus