Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ENAM ratus peserta Konferensi Pembiayaan Infrastruktur Global di Hotel JW Marriott, Hong Kong, Jumat dua pekan lalu, serentak memencet alat voting elektrik yang telah disiapkan. Pertanyaan panitia sederhana: ”Negara mana yang akan Anda tuju untuk berinvestasi di sektor infrastruktur?” Klik, hasilnya langsung terpampang di layar proyektor.
Cina, India, dan Indonesia berturut-turut terpilih sebagai negara yang menarik minat para pemilik duit pada tahun krisis ini. Grafik pemilih Negeri Panda menjulang. Agak jauh di bawah: India dan Indonesia. Kedua negara ini berbeda tipis. Cerita itu datang dari Bambang Susantono. Deputi Menteri Koordinator Perekonomian ini didapuk menjadi pembicara mewakili pemerintah Indonesia.
Sesi voting itu mengakhiri konferensi infrastruktur tahunan kedua yang digelar majalah keuangan Euromoney. Begitu acara kelar, Bambang diserbu investor. Berbagai pertanyaan diajukan, terutama soal jaminan pemerintah. ”Mereka mau masuk kalau pemerintah punya share juga di proyek itu,” kata Bambang.
Indonesia memang tergolong negara yang seksi. Paling tidak, menurut catatan Badan Pusat Statistik, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tetap positif pada triwulan pertama 2009. Negara lain di dunia yang pertumbuhannya positif cuma Cina dan India. ”Ini diakui oleh IMF dan Bank Dunia,” kata Kepala Badan Pusat Statistik Rusman Heriawan kepada pers belum lama ini.
Kenyataannya, proyek-proyek infrastruktur yang ditawarkan pemerintah tak serta-merta laris. Calon investor asing kebanyakan meminta persyaratan tambahan. Misalnya jaminan pemerintah. Menurut mereka, jaminan diperlukan pada kondisi krisis ketika ada banyak soal yang menyulitkan para pebisnis. Antara lain, fluktuasi nilai tukar atau suku bunga.
Rendahnya minat investor dirasakan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Badan Pengelola Jalan Tol ketika menggelar market sounding empat proyek jalan tol di Hotel Shangri-La, Jakarta, pada Desember 2008. Non-deal road show ini dilaksanakan untuk mengetes selera pasar. Ternyata pembebasan lahan masih menjadi bayangan buruk.
Kepala Badan Pengatur Jalan Tol Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum Nurdin Manurung mengusulkan pembebasan tanah dibereskan pemerintah sebelum proyek ditenderkan. Selama ini, panitia melelang proyek terlebih dulu. Lantas investor membebaskannya dibantu Direktorat Jenderal Bina Marga. Hasilnya, harga tanah makin lama makin menjulang, melebihi inflasi.
Direktur Kerja Sama Pemerintah-Swasta Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bastari Pandji Indra menambahkan, peraturan yang berkaitan dengan investasi selama ini juga tidak jelas, bahkan beberapa baru rampung dua tahun terakhir. Persiapan proyek juga lemah dan perhitungan yang ditawarkan tidak realistis. ”Swasta jadi tidak berminat,” katanya.
Bandara Kuala Namu, Medan, misalnya, ditawarkan dengan payung hukum Undang-Undang Penerbangan lama. Padahal sudah ada undang-undang baru yang disahkan Dewan Perwakilan Rakyat pada 18 Desember 2008. Dalam payung hukum yang anyar ini, monopoli PT Angkasa Pura di sektor penerbangan dicabut.
Untung saja, Kuala Namu sudah mulai dibangun. Di Desa Beringin, Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, deru mesin truk pengangkut kerikil dan pasir hilir-mudik melintasi jalan aspal bergelombang. Papan plang bertuliskan Bandara Kuala Namu menyambut. Di dalam sana tampak hamparan pohon sawit, rumah warga yang sudah tak berpenghuni dan dibelit kepulan debu, serta tumpukan besi dan semen.
Di area bekas perkebunan PT Perkebunan Nusantara II ini, 40 kilometer dari Kota Medan, Kuala Namu dibangun untuk menggantikan Polonia. Direktur Jenderal Perhubungan Udara Budhi Mulyawan Suyitno mengatakan pembangunan runway baru 30 persen. Kondisi tanah yang tidak baik, lempung, harus dipadatkan. Perlu waktu 4-6 bulan untuk tahap itu.
Toh, Budi optimistis, landasan sudah terbangun 3.000 meter dari 3.500 meter yang direncanakan. ”Oktober sudah bisa beroperasi, tapi tidak penuh. Minimal sama seperti yang di Polonia,” katanya.
Lelang proyek infrastruktur memang kerap menyedihkan. Pada infrastructure summit pertama, tahun 2005, nyaris tak ada swasta yang nyantol. Padahal waktu itu pemerintah menawarkan 91 proyek. Makanya, dalam infrastructure summit kedua, tahun berikutnya, pemerintah memangkas daftar penawaran menjadi 10 model proyek saja. Salah satunya PLTU Jawa Tengah.
Bambang mengakui keterlibatan investor dalam bentuk public private partnership tak seperti yang diharapkan. Hal itulah yang membuat Departemen Pekerjaan Umum tidak menambah proyek baru, tapi berfokus pada 21 proyek yang sudah diteken. Kebutuhan anggaran untuk pembebasan lahan Rp 9,1 triliun. Pemerintah cuma punya Rp 1,4 triliun. Sedangkan pembiayaan konstruksi diperkirakan Rp 55 triliun.
Pembangkit listrik, kata Bambang, lebih diincar, selain pelabuhan dan bandara serta jalan tol. Yang paling dihindari adalah proyek air bersih dan irigasi karena tingkat pengembaliannya kecil. Makanya, proyek ”sosial” tersebut dibangun sendiri oleh pemerintah. Tahun ini, anggaran untuk infrastruktur Rp 61,7 triliun, atau Rp 100 triliun jika ditambah dana alokasi khusus infrastruktur.
Strategi baru juga dibuat pemerintah untuk menarik investor, antara lain menghapus monopoli PT Pelindo dan PT Kereta Api Indonesia. Pembebasan lahan dibereskan melalui empat kebijakan, yakni land acquisition fund, land freezing (pembekuan lahan), land capping (penentuan batas atas harga tanah), dan pencabutan hak atas tanah yang akan digunakan untuk kepentingan publik.
Pembiayaan konstruksi proyek juga menjadi ganjalan. Tapi, kata Bambang, itu bergantung pada kredibilitas atau kelincahan investor untuk mendapatkan dana di pasar. Sebetulnya, bank-bank BUMN telah mengulurkan bantuan. Tapi ekuitas perusahaan investor yang cekak menyebabkan lender ogah memberikan kredit.
Nurdin menambahkan, beberapa persoalan justru muncul dari investor sendiri. Misalnya, pemegang konsesi ruas Pasuruan-Probolinggo, Jawa Timur, yakni PT Trans-Jawa Paspro, belum menggarap apa pun, termasuk pembebasan lahan. Sumber Tempo mengatakan anak perusahaan Bakrie Toll Road ini kesulitan pembiayaan karena belum mendapat kucuran dari perbankan.
Namun tak ada persoalan yang tak bisa dipecahkan, kata Bambang. Pemerintah lalu meluncurkan infrastructure fund. Ini semacam dana talangan. Misalnya, pinjaman di pasar cuma berjangka waktu 5-7 tahun, mismatch dengan proyek infrastruktur yang bisa sampai 15 tahun. ”Daripada roll over mencari pendanaan baru pada tahun kedelapan, mending pakai infrastructure fund.” Dana itu juga bisa digunakan untuk meningkatkan ekuitas, sehingga investor bisa memperoleh pinjaman bank.
Saat ini, Departemen Keuangan sedang membidani lahirnya lembaga pembiayaan infrastruktur tersebut, melalui peraturan pemerintah. Dana awal Rp 1 triliun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2009 sudah diparkir di escrow account. Nantinya itu akan diperhitungkan sebagai penyertaan modal. Bank Pembangunan Asia dan Bank Dunia pun berkomitmen membantu, masing-masing Rp 1 triliun.
Lembaga lain yang sedang disiapkan adalah guaranty fund, untuk menjamin risiko nonkomersial. Misalnya, suatu proyek disepakati di muka, tarif akan naik tiap dua tahun. Ternyata pemerintah ogah menaikkannya karena pertimbangan tertentu. Sebagai kompensasi, investor boleh mengklaim ke guaranty fund. Kedua lembaga baru itu akan beroperasi tahun ini juga.
Dengan berbagai perangkat tersebut, pemerintah berharap Indonesia kian seksi di mata investor. ”Okay, approved,” kata beberapa investor yang menyerbu Bambang di Hong Kong setelah mendengarkan penjelasan. Saat ini, mereka tinggal menunggu undangan dari Indonesia.
Retno Sulistyowati, Akbar Tri Kurniawan, Munawwaroh (Jakarta), Soetana Monang Hasibuan (Medan)
Proyek tol Trans-Jawa yang bermasalah
SURABAYA-MOJOKERTO, 34,05 km
PT Marga Nujyasumo Agung
Biaya: Rp 2,953 triliun, target operasi seksi-1 Juni 2008, keseluruhan Januari 2010. Masalah: investor tak punya kemampuan melaksanakan pengusahaan jalan tol.
PEMALANG-BATANG, 39 km
PT Pemalang Batang Toll Road
Biaya: Rp 2,293 triliun, target operasi Agustus 2009. Masalah: kemampuan investor diragukan untuk mengusahakan jalan tol.
CIKAMPEK-PALIMANAN, 116 km
PT Lintas Marga Sedaya
Biaya: Rp 5,906 triliun, target operasi November 2009. Masalah: warga menolak jalan tol melewati Pesantren Ciwaringin, menunggu persetujuan Menteri Kehutanan untuk menggunakan tanah kehutanan 199 ha, penggunaan tanah perkebunan 74,1 ha belum disetujui.
SOLO-MANTINGAN-NGAWI, 90,1 km
Pemerintah (20,9 km) dan
PT Thiess Contractors Indonesia (69,2 km)
Biaya: Rp 17,4 triliun, target operasi tahun 2011. Masalah: pemenang lelang belum membentuk perusahaan jalan tol hingga tenggat 19 September 2008, penggunaan tanah kehutanan belum disetujui.
NGAWI-KERTOSONO, 87,02 km
Pemerintah (37,51 km) dan PT Thiess Contractors Indonesia (49,51 km)
Biaya: Rp 17,5 triliun, target operasi tahun 2011. Masalah: pemenang lelang belum membentuk perusahaan jalan tol hingga tenggat 19 September 2008, penggunaan tanah kehutanan belum disetujui.
SUMBER: DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo