Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

<font size=2 color=#CC0033>Ekonomi Internasional</font><br />Amerika Memantik Proteksionisme

Obama mendesak Senat menyetujui Undang-Undang Pemulihan dan Reinvestasi. Ditentang di dalam dan di luar.

9 Februari 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Barack Obama makin sering menyambangi gedung Senat. Presiden Amerika Serikat ini tengah mendesak anggota dewan untuk menyetujui American Recovery and Reinvestment Act 2009 beserta paket stimulus senilai US$ 819 miliar. Dengan amunisi ini diharapkan tercipta empat juta lapangan kerja baru dan nilai investasi bakal tumbuh.

Jika direstui Senat, dana ini menambah US$ 700 miliar yang sudah di­gelontorkan pemerintah pada September lalu untuk membeli aset-aset terkait subprime mortgage. Tapi ada poin krusial di proposal yang sering kali disebut ”Buy America” ini. Khususnya dalam klausul ”Seksi 1604” yang menyebutkan bahwa tak tepat jika dana proyek infrastruktur dipakai membeli produk besi dan baja impor. Hal inilah yang memantik sentimen proteksionisme.

Meski bukan mempersoalkan klausul tersebut, pemimpin Partai Republik mengkritik dana US$ 34 juta untuk memoles kantor pusat Departemen Perdagangan dan US$ 70 juta untuk mendukung penelitian. Meskipun jika digabung porsinya hanya 11 persen dari total stimulus, menurut Senator Jim DeMint, dua pos itu sama sekali tidak terkait dengan upaya pemulihan atau reinvestasi. ”Ini bukan stimulus. Ini penipuan,” katanya.

Penolakan juga datang dari negara-negara mitra dagang Amerika karena menganggap semangat proteksi yang dibawa program ”Buy America” bakal­ mengguncang perdagangan global. Sebab, Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) mencatat, Negeri Abang Sam ini menguasai hampir separuh perdagangan dunia. Tahun ini, ekspor Amerika diperkirakan mencapai US$ 300 miliar.

Perdana Menteri Kanada Stephen Harper menegaskan proteksi dalam kondisi perlambatan ekonomi ini harus dihindari. Selain itu, protes dari mitra dagang seperti Jerman, Jepang, Cina, dan Uni Eropa juga disampaikan dalam surat kepada Kongres. Bos HSBC Stephen Green mewaspadai arah sentimen ini ke bentuk perang dagang antarne­gara.

Ini juga yang dikhawatirkan oleh Menteri Perindustrian Spanyol Miguel Sebastian. Dengan semangat ”membeli patriotisme”, menurut dia, hal itu justru bisa mencetuskan konflik perdagangan yang lebih berbahaya ketimbang subsidi atau tarif yang kelewat tinggi. Stimulus fiskal oleh tiap negara pada akhirnya bisa memutus mata rantai perdagangan global.

Kepala Kamar Dagang Amerika Chris Braddock pun beranggapan sti­mulus fiskal bisa memicu retaliasi (tindakan balasan) dari negara lain dengan slogan seperti ”Beli Jerman” dan ”Beli Cina”. Kendati tidak menolak produk dalam negeri, bila dipaksakan, ekonomi akan hancur dan kembali ke masa Great Depression pada 1930-an. ”Kami menolak mengulangi bencana itu lagi,” katanya.

Direktur Jenderal WTO Pascal Lamy sejak jauh hari sudah mengingatkan agar tiap negara tidak mengenakan ta­rif baru untuk produk impor ataupun ekspor. Selain krisis finansial memperlemah daya beli konsumen, perdagangan dan ekspor global akan tere­duksi secara otomatis. ”Jangan diperparah dengan perang dagang,” ujarnya.

Sikap proteksionisme ini sebetulnya sudah dijalankan banyak negara. Ini pula yang membuat para ekonom, pe­bisnis, hingga pejabat pemerintah dalam pertemuan lima hari World Economic Forum di Davos, Swiss, akhir bulan lalu khawatir tak ada solusi konkret dalam krisis ekonomi global. Karena itu, mereka sepakat untuk mencegah sentimen proteksionisme.

Memang, saat ini belum ada tanda-tanda proteksi berlebihan. Tapi perlu diwaspadai bahwa perlambatan perdagangan yang tidak terlalu terlihat ini malah lebih berbahaya. Sebab jika terjadi, butuh bertahun-tahun lama­nya untuk membalikkan keadaan menjadi normal kembali. Apalagi ditambah hambatan terhadap perdagangan bebas, ekonomi dunia bakal lebih suram dari sekarang.

R.R. Ariyani (BusinessWeek, AFP, The Economist, Newsweek)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus