Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

<font size=2 color=#FF0000>Bank Capital</font><br />Besar Berkat Bursa

Danny Nugroho mengakuisisi saham Bank Capital di usia muda. Alamat tiga pemegang saham lain cuma berupa PO box.

26 Juli 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RUMAH di Kecamatan Laweyan, Solo, Jawa Tengah, itu masih terawat, meski sudah terlihat kuno. Terletak persis di depan deretan kios buku bekas tak jauh dari Stadion Sriwedari, pagar rumah berwarna cokelat tua itu tertutup pohon bougainvillea yang tengah berbunga. Rumah di Jalan Kebangkitan Nasional inilah yang digunakan sebagai alamat domisili oleh Danny Nugroho, Komisaris Utama Bank Capital Indonesia, pada akta perseroan bank tersebut.

Didatangi Jumat pagi pekan lalu, rumah itu tertutup rapat. Pagarnya digembok. Sehari sebelumnya, seorang pekerja yang tengah merenovasi rumah mengatakan sang pemilik sedang pergi ke luar kota. Dicek kekelurahan, rumah itu milik Handoko, ayah Danny. Seorang petugas di Kelurahan Sriwedari, Solo, memastikan Danny masih tercatat sebagai warga di kawasan itu.

Sepanjang dua pekan terakhir, nama Danny dan Bank Capital jadi pembicaraan di kalangan pasar modal. Gara-garanya, bank yang diakuisisi Danny enam tahun lalu itu menjadi tempat menyimpan hasil aksi korporasi kelompok usaha Bakrie.

Laporan keuangan Bakrie & Brothers kuartal pertama tahun ini menyatakan enam emiten Bakrie itu menempatkan dana berupa deposito Rp 5,2 triliun di Bank Capital. Dana itu diperoleh dari penawaran saham terbatas (rights issue). Anehnya, pada periode yang sama, dana pihak ketiga Bank Capital cuma Rp 2,69 triliun.

Tidak lama setelah kasus itu terkuak, dari laporan keuangan PT Benakat Petro leum Energy Tbk., juga terungkap bah wa perusahaan itu me nempatkan dana Rp 1,48 triliun di Bank Capital. Duit jumbo itu sisa hasil penawaran saham perdana Benakat pada Februari silam.

Senin pekan lalu, Direktur Benakat Ferdy Yustianto meralat informasi itu. Ferdy bilang dana itu bukan berupa deposito, melainkan ditempatkan pada investasi gadai saham milik Wellington Ventures Ltd. Perbedaan pencatatan di laporan keuangan itu kini berbuntut panjang.

Bank Capital kian menyedot perhatian karena ternyata bukan cuma Bakrie yang menyimpan pundi-pun dinya di bank itu. PT Sumalindo Les tari Tbk. dan PT Sentul City masing-masing menyimpan Rp 126,67 miliar dan Rp 121,12 miliar di Bank Capital.

Padahal, bila diibaratkan sebagai petinju, Bank Capital Indonesia hanyalah petarung di kelas bulu. Total asetnya hingga semester pertama tahun ini cuma Rp 4 triliun. Angka itu hampir seperseratus aset Bank Mandiri.

Sejumlah analis yang ditemui Tempo mengatakan, banyaknya emiten menaruh dana di Bank Capital tidak lepas dari peran Danatama Makmur. Entah kebetulan entah tidak, aksi korporasi sejumlah emiten tadi terutama anak usaha Bakrie selalu ditangani oleh Danatama. ”Sudah bukan rahasia, Danatama punya kedekatan khusus dengan Bakrie,” kata seorang analis.

Saat Bakrie Sumatera Plantation menerbitkan 9,47 miliar saham baru pada Maret lalu, Danatama bertindak sebagai penjamin pelaksana emisi. Oleh Danatama, dana Rp 3,5 triliun yang diraup dari penerbitan saham baru itu ditaruh di Bank Capital. Demikian pula ketika Energi Mega Persada, anak usaha Bakrie lainnya, menggelar penerbitan saham terbatas akhir tahun lalu. Total dana yang direngkuh Rp 4,84 triliun. Pada saat itu, Danatama bertindak sebagai pembeli siaga.

Dua tahun lalu, Bakrie Telecom menggelar penawaran saham terbatas buat menambah modal. Dana yang diraup dari aksi korporasi itu Rp 3,02 triliun. Danatama kemudian menempatkan dana itu di Bank Capital. Perusahaan ini juga bertindak sebagai penjamin pelaksana efek ketika PT Sumalindo menggelar rights issue.

Menurut sejumlah sumber Tempo, penempatan dana di Bank Capital itu terjadi karena Danny Nugroho dekat dengan petinggi Danatama. ”Bank itu dikendalikan oleh Danatama,” kata seorang ekonom di bank pelat merah. Perusahaan efek ini juga menjadi penjamin emisi ketika Bank Capital menerbitkan saham terbatas tahun silam. Pada Februari lalu, Danatama kembali menjadi broker penjualan 23,6 persen saham Bank Capital.

Sinyalemen itu ditepis Vice President Investment Banking Danatama Makmur Vicky Ganda Saputra. ”Hubungan kerja sama itu basisnya bisnis semata,” katanya. Dan tugas Danatama sebagai penjamin pelaksana emisi, kata dia, berakhir setelah proses rights issue selesai.

Kamis pekan lalu, Danatama dipanggil oleh otoritas bursa. Di depan Bursa Efek Indonesia, manajemen Danatama mengaku bahwa Bank Capital memang direkomendasikan oleh Danatama. Namun Vicky mengatakan tidak ada kesepakatan antara Danatama dan para kliennya untuk memilih Bank Capital menjadi bank penyimpan. ”Semua bank yang menawarkan kami masukkan,” ucapnya.

Sayang, manajemen Bank Capital memilih irit bicara. Senada dengan Vicky, Direktur Utama Bank Capital Nico Mardiansyah mengatakan hubungan perusahaannya dengan Danatama hanyalah relasi bisnis biasa. Bank Capital, kata dia, mendapat kepercayaan sebagai bank penerima karena memiliki kekuatan pelayanan dan hubungan baik.

Bank Capital diakuisisi Danny enam ta hun lalu saat ia berusia 29 tahun. Keti ka itu, dia mencaplok 97,3 persen sa ham Bank Capital dari Credit Lyonnais SA, bank terbesar Prancis pada 1990-an.

Didirikan oleh Credit Lyonnais SA dan PT Bank Internasional Indonesia pada April 1989, bank ini semula bernama PT Bank Credit Lyonnais Indonesia. Sejak saham milik Credit Lyonnais berpindah tangan ke Danny, bank ini berganti nama menjadi PT Bank Capital Indonesia. Perubahan nama itu sudah didaftarkan Danny ke Departemen Perdagangan.

Dari mana Danny memperoleh uang? Dihubungi Jumat siang pekan lalu, Edwin Nugroho, kakak Danny, mengelak menjelaskan soal itu. ”Saya tidak tahu,” katanya. Tapi, melihat seringnya Capi tal menerima simpanan yang berasal dari dana hasil go public dan rights issue, bisa jadi itulah yang membuat Ca pital membesar.

Edwin sendiri mengurusi bisnis keluarga. Handoko, ayahnya, dikenal sebagai pemilik agen tunggal mobil Honda wilayah Solo dan Sukoharjo. Salah satu dealer mobilnya berada di Jalan Slamet Riyadi, pusat Kota Solo. ”Tapi mereka jarang berinteraksi dengan warga,” ujar Koh Yan, salah satu warga di sana. Yang jelas, Danny sempat menempuh studi keuangan di Ohio State University, Amerika Serikat.

Di bawah kendali Danny, tiga tahun lalu, bank yang aktif bertransaksi di pasar uang ini mencatatkan 1,495 miliar lembar saham di bursa. Perinciannya: 995,773 juta merupakan saham pendiri dan sisanya saham penawaran umum perdana. PT BNI Securities, PT Sinarmas Sekuritas, dan PT Transpacific Securindo menjadi penjamin pelaksana emisi. Per lembarnya, saham Bank Ca pital dipatok Rp 150.

Dana hasil aksi korporasi kemudian digunakan untuk ekspansi usaha (65 persen), penambahan jumlah jaringan operasional (25 persen), dan sisanya untuk pengembangan sistem teknologi informasi. Hingga detik ini, Bank Capital punya 29 cabang. Kebanyakan berope rasi di sekitar Jakarta.

Sebelum bank ini menjadi perusahaan terbuka, Danny menguasai 97,3 persen saham. Sisanya dipegang Bank Internasional Indonesia. Setelah terdaftar di bursa, saham Danny susut jadi 65,1 persen. Saham Bank Internasional Indonesia tersisa 1,8 persen. Adapun Sinarmas Sekuritas menggenggam 14,01 persen. Pada Oktober 2008, PT Millenium Danatama Sekuritas tercatat memiliki 5,57 persen saham Bank Capital.

Pada Juni tahun lalu, dibantu Danatama Makmur sebagai penjamin emisi, Bank Capital kembali menggelar penawaran saham terbatas Rp 151,1 miliar. Aksi korporasi ini berhasil mendongkrak modal bank menjadi Rp 517,84 miliar. Aksi ini mengubah komposisi pemegang saham. Saham Danny terdilusi menjadi 21,7 persen. Sedangkan saham yang dikuasai publik ciut dari 29,33 persen menjadi 16,94 persen.

Kemudian muncul nama-nama baru. Zen Gem Investment Ltd., yang berkedudukan di British Virgin Islands, menguasai 14,34 persen. Adapun Inigo Investment Ltd. dan 1st Financial Company Ltd. keduanya berkedudukan di Seychelles, timur laut Madagaskar, punya 15,44 persen dan 11,47 persen. Sisanya TFI 11,86 persen dan Credit Suisse Singapore 8,26 persen. Komposisi itu bertahan hingga awal tahun ini.

Pada Februari, terjadi penjualan 23,6 persen saham. Nilai transaksinya Rp 49,22 miliar. Dari transaksi ini, nama 1st Financial Company Ltd. lenyap dari struktur pemegang saham. Pengganti nya Mount-8 Holdings Offshore Ltd., perusahaan yang berkedudukan di British Virgin Islands.

Bila ditotal, saham yang dimiliki tiga perusahaan yang berkedudukan di British Virgin Islands dan Seychelles itu 49,64 persen. Setelah dicek, alamat tiga perusahaan itu cuma PO box. Tidak ada kantor operasional di sana. ”Biasanya nama perusahaan tidak jelas itu untuk menyamarkan pemilik aslinya,” kata sumber di pasar modal.

Yandhrie Arvian, Ahmad Rafiq (Solo)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus