Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Tergelincir Akrobat <font color=#990000>Deposito Jumbo</font>

Bursa Efek Indonesia memberikan sanksi denda kepada tiga perusahaan Grup Bakrie dan PT Benakat Petroleum Energy karena keliru menyajikan laporan keuangan. Badan Pengawas Pasar Modal segera menyelidiki kasus ini.

26 Juli 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MANAJEMEN Bursa Efek Indonesia meradang. Kamis pekan lalu, otoritas bursa itu akhirnya mengenakan sanksi denda masing-masing Rp 500 juta kepada tiga perusahaan Grup Bakrie dan satu perusahaan lain, PT Benakat Petroleum Energy. Tiga perusahaan kelompok Bakrie yang dihukum denda itu adalah PT Bakrie & Brothers, PT Bakrie Sumatera Plantations, dan PT Energi Mega Persada.

Ketiga perusahaan itu keliru mela por kan angka deposito triliunan rupiah yang tersimpan di Bank Capital Indo nesia. Dalam bahasa bursa, ketiganya, plus Benakat, dinilai membuat laporan keuangan triwulanan yang membingungkan publik. ”Ini sanksi terbesar yang diberikan otoritas bursa efek,” kata Direktur Utama Bursa Efek Indonesia Ito Warsito, dalam jumpa pers di Jakarta.

Pasar modal heboh merespons peristiwa ini. Ketua Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) Fuad Rahmany menegaskan bahwa perbedaan pencatatan laporan keuangan bisa berdampak buruk kepada bursa efek. Kepercayaan publik dan investor anjlok bila empat emiten itu tak diberi sanksi. ”Ini soal reputasi, nanti dikira semua salah catat,” ujarnya.

Bukan kali ini saja Grup Bakrie membuat ”kegaduhan”. Beberapa tahun silam, PT Bumi Resources, perusahaan yang sebagian sahamnya dimiliki oleh keluarga Aburizal Bakrie, mengagetkan pelaku pasar lantaran sukses membeli PT Kaltim Prima Coal. Dua tahun lalu, suhu politik panas-dingin dipicu pembatalan pencabutan suspensi saham-saham Grup Bakrie. Tahun yang sama, hanya dalam dua hari Bakrie & Brothers meralat laba dari Rp 16,6 triliun menjadi Rp 15,86 triliun. Tapi mereka lolos dari sanksi otoritas bursa. Tahun lalu, pengawas pasar modal dibuat repot dengan aksi Bumi membeli PT Darma Henwa.

Kali ini mereka tergelincir.Otoritas bursa menghukum gara-gara laporan keuangannya tak akurat. Ini berkat informasi yang disampaikan seorang whistle blower kepada Bursa Efek In donesia dua pekan lalu.

Sang peniup peluit mengungkapkan ada kejanggalan dalam laporan ke uangan Bakrie Sumatera Plantations dan Energi Mega tertanggal 31 Maret 2010. Bakrie Sumatera dan Energi Mega menyebutkan menyimpan deposito masing-masing senilai Rp 3,504 triliun dan Rp 1,136 triliun di Bank Capital. Empat perusahaan Grup Bakrie lainnya juga melaporkan simpanan berjangka di bank yang sama, senilai Rp 657,8 miliar. Semua duit itu merupakan dana hasil penerbitan saham baru (rights issue).

Total jenderal, nilai deposito enam perusahaan Grup Bakrie di Bank Capital mencapai Rp 5,29 triliun. Anehnya, Bank Capital melaporkan dana pihak ketiga tabungan, deposito, dan giro nasabah perorangan dan perusahaan per 31 Maret 2010 hanya Rp 2,69 triliun. Berarti ada duit Rp 2,6 triliun milik Grup Bakrie yang tak jelas keberadaannya.

Otoritas bursa bergerak cepat. Mereka memanggil manajemen Grup Bakrie. Selasa sore pekan lalu, Direktur Bakrie & Brothers Sri Dharmayanti, Direktur Manajemen Risiko Doddy Taufik, dan beberapa direktur Bakrie Sumatera menyambangi Direktur Bursa Efek Eddy Soegito. Keesokan harinya, manajemen Energi Mega datang.

Manajemen Bank Capital juga dipanggil otoritas bursa. Mereka datang pada Kamis pekan lalu. ”Laporan ke uangan bank pada kuartal pertama sudah benar,” kata Direktur Bank Capital Nico Mardiansyah kepada Tempo di Jakarta. Jumlah dana pihak ketiga Bank Capital pada 31 Maret 2010 memang Rp 2,69 triliun. ”Itu juga sesuai dengan laporan kami ke Bank Indonesia,” ujar Nico.

Pengakuan Bank Capital tak membuat Bakrie Sumatera keder. Mereka berkilah. Menurut Sekretaris Perusahaan Bakrie Sumatera Fitri Barnas, perbedaan nilai deposito di laporan perseroan dengan laporan di Bank Capital terjadi karena perbedaan waktu tutup buku. Perbedaan itu juga, katanya, bukan lantaran kesalahan pencatatan. ”Ini hanya perbedaan persepsi pencatatan atas  perbedaan waktu antara kami dan Bank Capital,” ujarnya.

Deposito tersebut, ujar Fitri, sudah ditarik seluruhnya pada 31 Maret 2010. Dananya telah dipakai untuk mengembangkan bisnis hulu, membayar uang muka investasi oleo chemical, pembayaran investasi di beberapa perusahaan perkebunan di Sumatera dan Kalimantan Barat. Sisanya diinvestasikan di AK Funds, membayar uang muka pembukaan lahan dan ganti rugi lahan, serta dipakai sebagai modal kerja. Adapun pejabat hubungan investor Energi Mega, Herwin Hidayat, mengatakan bahwa dana hasil rights issue sudah sesuai dengan prospektus yang disampaikan per usahaan pada 31 Desember 2009.

Sumber Tempo di lingkungan pasar modal membisikkan, penjelasan mana jemen Bakrie Sumatera itu justru semakin bertentangan dengan penjelasan mereka sendiri ke bursa efek sebelumnya. Pada 16 April 2010, Bakrie Sumatera melaporkan penggunaan dana hasil penerbitan saham baru per 31 Maret 2010. Dari total dana Rp 4,9 triliun, baru sebagian kecil terpakai, yakni Rp 274 miliar untuk uang muka pembelian Monrad Intan dan Rp 25 miliar uang muka pembelian Ciptalaras Cipta. Sebagian besar masih disimpan dalam deposito. ”Tampaknya mereka panik sehingga tak mengecek surat lama ke bursa,” ujarnya.

Persoalan penempatan dana di Bank Capital semakin aneh setelah Benakat Petroleum ikut-ikutan meralat laporan penempatan dananya di bank milik pengusaha Danny Nugroho itu. Direktur Benakat Ferdy Yustianto menyebutkan ada kesalahan pencatatan penempatan deposito berjangka di Bank Capital senilai Rp 1,48 triliun dalam laporan keuangan konsolidasi 31 Maret 2010. ”Seharusnya dana itu dicatat sebagai repurchase agreement pada Wellington Ventures,” ujarnya.

l l l

Bank Capital bukanlah bank besar. Asetnya hanya Rp 4 triliun atau se perseratus aset Bank Mandiri, bank terbesar di Indonesia. Meski kecil, Bank Capital bisa menggaet nasabah kakap seperti Grup Bakrie dan Benakat. Padahal, imbalan bunga kepada Bakrie Sumatera tak gede-gede amat. ”Bunganya kurang-lebih tujuh persen per tahun,” kata Direktur Keuangan Bakrie Sumatera Harry Nadir dalam surat penjelasannya ke Bursa Efek pekan lalu.

Tersimpannya dana Grup Bakrie dan juga Benakat di Bank Capital, kata sumber Tempo di pasar modal tadi, tak lepas dari peran PT Danatama Makmur Securities. Seorang direktur Da natama berteman akrab dengan Danny. Danatama merupakan penjamin emisi penerbitan saham baru kelompok usaha Bakrie dan juga penjamin emisi saham Benakat. Dulu Grup Bakrie lebih sering menyimpan dana di Bank Mega. Tapi, sejak bermitra dengan Danatama, banyak simpanan kelompok usaha ini ditaruh di Bank Capital.

Sekretaris Perusahaan Danatama Vicky Ganda Saputra menyatakan penempatan dana di Bank Capital biasa saja. ”Itu komersial,” ujarnya saat ditemui dalam paparan publik Berau Coal di Jakarta pekan lalu (lihat ”Besar Berkat Bursa”).

Tapi, gara-gara Bakrie Sumatera menyimpan dana di Bank Capital, Grup Bakrie jadi kena getahnya. Seandainya saja manajemen perusahaan agrobisnis itu menuruti saran seorang bankir investasi dari Recapital Advisory, kelompok usaha Bakrie tak akan terpeleset masalah perbedaan laporan keuangan. Bankir investasi itu, kata sumber Tempo, menyarankan kepada manajemen Bakrie Sumatera agar ”menyetorkan” dana hasil penerbitan saham baru kepada perusahaan wahana investasi (special purpose vehicle). Cara ini lebih lazim ketimbang menyimpan dana dalam deposito.

Rupanya manajemen Bakrie Sumatera mengabaikan saran itu. Mereka menaruh dana dalam deposito dengan alasan tak akan lama. Alasan lainnya, mereka yakin bisa merampungkan akuisisi tepat waktu. Tapi apa lacur. Proses akuisisi sangat panjang, sehingga dana hasil penerbitan saham baru tersimpan lama di Bank Capital. ”Tak disangka-sangka, muncullah peristiwa laporan keuangan itu,” ujarnya.

Sejatinya Nirwan Bakrie selalu rutin mengawasi jalannya operasi kelompok usaha Bakrie. Tapi kali ini, menurut sumber Tempo lainnya, Nirwan absen lantaran ada kesibukan di luar negeri. Direktur Bakrie & Brothers Ari Hudaya juga kecolongan. Pekan lalu, Nirwan dan Ari mengumpulkan manajemen Bakrie Sumatera, Energi Mega, dan anak-anak usaha lainnya. ”Mereka kecewa betul ada kejadian ini. Ari dan Nirwan memarahi manajemen Bakrie Sumatera dan Energi Mega,” bisiknya.

Ari belum dapat dimintai konfirmasi. Pertanyaan Tempo lewat pesan pendek belum direspons. Adapun Fitri tak menampik cerita ini. Nirwan Bakrie, kata dia, memang mempertanyakan munculnya peristiwa itu. ”Wajar karena bagian dari tata kelola perusahaan,” kata Fitri.” Tetapi sampai saat ini kami tidak pernah menerima surat teguran dari manajemen Bakrie & Brothers ataupun Nirwan.”

Toh, Grup Bakrie sementara ini masih beruntung karena Bursa Efek tak menuding ada manipulasi laporan keuangan atau penyesatan informasi. Padahal, bagi pemerhati pasar modal Yanuar Rizky, kesalahan laporan keuangan Grup Bakrie dan kesalahan pencatatan oleh Benakat masuk kategori penyesatan informasi yang berpotensi pidana. ”Seharusnya Bapepam memeriksa kembali,” katanya di Jakarta pekan lalu.

Gayung bersambut. Fuad Rahmany berjanji Bapepam akan memperdalam pemeriksaan kasus ini. Tapi Bakrie Sumatera tetap yakin tak bersalah. ”Kami tak memanipulasi laporan keuangan, dan tidak pernah memberikan informasi menyesatkan,” ujar Fitri. Benarkah? Tunggu saja hasil pemeriksaan Bapepam.

Padjar Iswara, Fery Firmansyah, Ririn Agustia, Famega Syavira

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus