Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

"Ini Di Amerika: Pers Pun "Dihimbau"

Presiden Ronald Reagan menghimbau pers Amerika agar menahan diri dalam pemberitaan, ia tak ingin melihat pertikaian di antara pembantunya muncul di halaman koran dan majalah. (md)

21 November 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEPERTI di mana-mana saja, pers merepotkan pemerintah. Kali ini secara tidak langsung, Presiden AS Ronald Reagan menganggap pers setempat turut mengompori pertikaian di antara para pembantunya. Anggapan itu muncul sesudah berbagai organisasi pemberitaan memuat pernyataan Menlu Alexander Haig. Awal November itu, Haig menuduh bahwa scorang penasihat.senior Gedung Putih tengah "melancarkan perang gerilya" dalam usaha mendiskreditkannya. Pers Amerika segera menghubungkan tuduhan itu dengan Richard Allen, Penasihat Keamanan Nasional. Allen dan Haig sudah sejak lama diketahui berselisih dalam menentukan arah politik luar negeri Washington. Benarkah tuduhan itu ditujukan pada Allen? Ternyata bukan. Haig tidak menganggapnya sebagai musuh. Tapi Allen menilai pernyataan tersebut terasa "aneh". Secara berkelakar dia mengatakan, "Saya bukanlah seorang gerilyawan Saya biasa bertempur di medan terbuka." Reagan, tentu saja, tidak suka baik medan terbuka ataupun terselubung dipakai buat perang antar para pembantunya--khususnya bila itu tersiar luar di media massa. Sang presiden menyebut bahwa setiap pertikaian kecil sekalipun, kalau sampai tersiar keluar, akan mengakibatkan sekutu AS dalam politik luar negeri turut risau. Karenanya pekan lalu, Reagan menghimbau para wartawan agar mempertimbangkan juga segi "patriotisme" jika menulis masalah luar negeri. Suatu himbauan yang wajar tapi bisa salah: sebab pers pun bisa patriotik justru dengan menyoroti kekisruhan di pemerintahan yang bisa membahayakan proses pengambilan keputusan. Reagan kemudian memanggil Allen dan Haig. Dia meminta keduanya menutup persoalan masa lalu yang merisaukan tersebut. Tapi mengingat temperamen Haig yang pemberang, sejumlah sumber menduga ketenteraman itu tak akan lama. Pertikaian tersebut diawali ketika David Gergen, Direktur Komunikasi Gedung Putih, 31 Oktober yang lalu melihat cetak biru artikel yan ditulis kolomnis terkenal tukang mengejutkan Jack Anderson. Di situ, Haig disebut termasuk orang "yang mengecewakan" presiden, dan "kakinya berada di atas kulit pisang." Artinya: hampir terjerembab. Haig sesudah membaca salinan kolom itu tentu saja marah. Atas permintaan menlu itu pula, Presiden Reagan menelepon sang kolomnis. Reagan menjelaskan bahwa ia tetap menyatakan dukungannya akan kepemimpinan Haig. Anderson kemudian menulis ulang kolomnya dan tak lupa, tentu, mengutip juga bantahan Reagan. Tulisan itu diterbitkan 3 November silam. Siapa sumber Anderson? Dia, katanya, mengetahui kekecewaan presiden dari seorang politikus yang pernah diajak berbincang Reagan. Tapi sejumlah wartawan yang berpangkalan di Gedung Putih tak pernah mendengar usaha Reagan memecat Haig. Hanya saja, mereka petah mendengar penasihat utama Gedung Putih--Edwin Meese III maupun Richard Allen--mencela kelakuan Haig yang disebut "tak menentu dan sulit dipahami". Pengalaman Pahit Haig memang bukan anggota yang enak dalam kerja sama satu tim. Dan dia lebih sering terdengar meletus-letus dari kolega-koleganya. Di awal November ini, misalnya, pers Amerika memberitakan pernyataan Haig di depanKongres. Dalam upaya menangkal Uni Soviet menggulung Eropa Barat dalam perang konvensional, katanya, NATO merencanakan menganut doktrin menggunakan senjata nuklir Beberapa hari kemudian, di forum yang sama Menteri Pertahanan Caspar Weinberger mengoreksi bahwa hal itu merupakan "salah satu anjuran para perencana militer di tahun enam puluhan". Reagan, tentu saja, tak ingin melihat setiap perselisihan seperti itu di media massa. Pers Amerika kemudian dimintanya menahan diri Akankah pers Amerika menaatinya? Belum jelas. Pers Amerika bukan cuma bangga akan kebebasannya, tapi juga punya pengalaman pahit. Di tahun 1961, mendiang Presiden John Kennedy, pernah berhasil meminta wartawan setempat supaya tdak menyiarkan rencana penyerbuan pasukan anti-Castro ke Kuba lewat Teluk Babi (Bay of Pigs). Bahkan Chalmers Robert, wartawan The Washington Post yang mengetahui rencina itu, hanya menulis bahwa sejumlah orang Kuba anti-Castro tengah berusaha merebut kembali Kuba. Tapi apa lacur invasi tersebut, gagal. Bagi para wartawan Amerika, andaikata ketika itu pers setempat buka suara, AS niscaya tak akan seceroboh itu. Dengan ---tutup mulut, kata mereka, pers justru tidak "patriotik".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus