Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosial

Sudah dipilih di arafah

Usaha keluarga bung tomo untuk memindahkan jenazah bung tomo dari arafah mengalami kesulitan. disarankan uang pemindahan jenazah digunakan untuk membangun masjid "bung tomo".

21 November 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MUNGKIN jenazah Bung Tomo akan bisa dibawa pulang ke tanah air. Tapi mungkin juga tidak. Sampai laporan ini diturunkan, Irjen Departemen Luar Negeri, Sarwo Edhie, sedang berada di Jeddah untuk sekaligus mengurus pengembalian jenazah yang sudah dimakamkan itu. Menlu Mochtar Kusumaatmadja, dalam acara dengar pendapat dengan DPR 11 November, sempat pula menyatakan tidak ada kesulitan dengan Kedubes Arab Saudi di sini. Malah diketahui bahwa duta besar sendiri, Bakr Khumais, sebagai jawaban telah menulis surat kepada Deparlu kita pada 16 Oktober. Isinya: saran agar KBRI di Jeddah mengirim surat kepada Deplu Arab Saudi untuk keperluan pemindahan itu-dengan syarat letak makam Bung Tomo benar-benar diketahui. Surat itu pun, seperti juga dituturkan Bambang Sulistomo, putra almarhum, sudah ditulis oleh Kuasa Usaha hanya dua hari kemudian. Sedang makam sang ayah sudah pula diketahui. Bambang sendiri sudah ke sana. Dari pihak Departemen Agama, sudah di pertengahan Oktober Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji, Burhani Tjokrohandoko, berangkat ke Jeddah untuk membawa pesan Menteri Agama kepada Menteri Wakaf dan Urusan Haji Saudi, Syeikh Abdul Wahab AbdulWasi'. Isinya, hampir sama dengan yang dinyatakan dalam surat Kuasa Usaha RI, menerangkan arti Bung Tomo bagi rakyat Indonesia -- agar niat pemindahan itu bisa lebih dipahami. Sedang WHO Jakarta, organisasi kesehatan PBB, juga menyatakan siap membantu pemindahan itu. Kaus Pertama Tetapi Bambang Sulistomo pulang ke Jakarta --13 November, setelah berada di Saudi tiga minggu--tanpa berhasil memboyong jenazah ayah. Kecewa, tentu saja. Keterangan terakhir pemerintah Saudi -- kepada Kedubes RI di Jeddah, seperti dituturkan seorang pejabat Deparlu kita kepada TEMPO hanyalah bahwa masalah pemindahan itu "sedang diproses Depkes Arab Saudi". Hanya persoalannya, menurut perkiraan orang di Deparlu, adalah "izin dari pihak keluarga jenazah yang bersama-sama dimakamkan dengan almarhum." Betapapun, bila usaha pemindahan berhasil, ini akan menjadi kasus pertama di sana. Orang Saudi sebenarnya merasa aneh--seperti dicerminkan oleh Syekh Ibrahim Yusuf Khan, Atase Keagamaan Kedubes Saudi di Jakarta. Pejabat itu tak habis heran. Katanya, kepada TEMPO: "Alasan apakah sebenarnya, yang membuat saudaraaudara kita di sini ingin memindahkan jenazah yang sudah tenang dalam dekapan Tanah Suci?" Bahkan pemindahan jenazah (yang untuk kasus Bung Tomo diketahui mula-mula keluar sebagai anjuran dari Ktut Tantri, wanita Amerika pengagum Bung Tomo yang pernah menulis Revolt tn paradtse) menurut Syekh Ibrahim "bertentangan dengan sikap pemuliaan mayat." Ini memang menyangkut agama. Tetapi keluarga Bung Tomo sejak pertama telah minta fatwa Majelis Ulama Indonesia--atas anjuran Ny. Sulistina sendiri, janda almarhum, dari Mekah. Dan Komisi Fatwa MUI pun membahas, lalu memberi nasihat. Intinya: lebih baik dimakamkan di sana. "Sebab lazimnya jamaah haji yang wafat di situ dimakamkan di situ pula." Lebih-lebih karena menurut penyimpulan 3 dari 4 mazhab fiqh (minus Imam Malik), pemindahan itu haram --kecuali ada alasan kuat. Apa? Menurut ketiga imam itu: bila tanah tempat penguburannya ternyata tanah ghashah --hasil rampasan. Atau, menurut kalangan mazhab fiqh Syafi'i -yang dianut di Indonesia--bila jenazah ternyata tidak dimandikan. Atau tanah maupun kain kafannya hasil rampasan. Atau ada benda berharga yang terikut pada jenazah. Atau jenazah dibaringkan tidak menghadap kiblat. Baru kuburan boleh dibongkar. Jenazah Firaun Tetapi fatwa MUI juga mencantumkan kesimpulan Imam Malik yang agak lain itu. Intinya: jenazah, sebelum atau sesudah dikuburkan, boleh diboyong dengan syarat: pertama tidak merusakkannya. Kedua tidak menghina atau mencemarkannya, misalnya untuk tontonan. Malah dalam hal ini para ulama Al Azhar, Kairo, pernah memfatwakan agar mummi Firaun "yang dipamer-pamerkan itu" dimakamkan kembali. Sebab pada pandangan para ulama yang lugu itu, pameran tersebut tidak menunjukkan sikap menghormati jenasah sama-sama makhluk Allah. Alasan Imam Malik yang ketiga ialah, pemindahan itu harus didasarkan pada kemanfaatan. Misalnya: kondisi tanahnya dekat dengar laut, jadi mungkin gampang longsor. Atau tempat pemakaman itu akan dipakai jenazah lain atau untuk keperluan mendesak yang lain. Jenazah ayah Buya Hamka, misalnya, dahulu dipindahkan Buya dari pekuburan Karet karena alasan itu--pemanfaatan tanah untuk keperluan lain. Yang simpatik, menurut Imam Malik: jenazah juga boleh dipindahkan ke dekat tempat kerabat untuk memudahkan mereka menziarahi. Tak heran bilakeluarga Bung Tomo memilih pendapat imam ini. Seperti diceritakan Bambang sendiri, kebiasan ziarah itu sudah tradisi keluarganya. "Babe (panggilan akrab Bung Tomo di rumah) setiap lebaran mengajak kami ziarah ke makam keluarga di Surabaya." Cukup nelangsa bila kebiasaan itu tak bisa dikenakan pada ayah mereka sendiri. Toh menurut KHM Syukri Ghozali, Ketua Umum MUI, "justru sayang sekali jika jenazah Bung Tomo dipindahkan." Sebab, ada disebut dalam hadis Nabi, siapa yang mati di Mekah atau Madinah, dan dikuburkan di sana, akan menjadi "tetangga Allah" dan "tetangga Rasul". Sedang Arafah maupun Mina menurut Kiai Syukri termasuk Mekah. "Apalagi almarhum wafat dalam keadaan ihram, dimakamkan dalam pakaian ihram, dan akan dibangkitkan kelak dalam keadaan sepetti itu," katanya. Dan di situlah, menurut Komisi Fatwa MUI, Prof. KH Ibrahim Husen LML, fatwa MUI itu sebenarnya masih bersifat umum -- tidak menitikberatkan pada 'faktor Tanah Suci' itu tadi. Padahal menurut Imam Syafi'i, misalnya, justru jenazah orang yang mati di sebuah dusun di dekat Mekah, atau Madinah, atau Yerusalem (Baitul Maqdis) disunnahkan untuk dipindahkan ke salah satu kota tersebut. Sunnah artinya terpuji, alias berpahala. "Jadi bagaimana orang yang sudah meninggal di Tanah Suci justru akan dikeluarkan?" Memang, pemerintah Saudi sendiri secara rutin membongkar kubur--setelah jenazah bermukim di situ beberapa lama, maksimum setahun -- setidak-tidaknya untuk pemakaman di Arafah. Bambang sendiri, ataupun keluarga, tampaknya terganggu oleh kenyataan itu. "Ke mana kemudian tulang-tulang seluruh jenazah dibawa? Kita tidak tahu," kata Bambang. Masjid Bung Tomo Sebab kubur Bung Tomo, di Arafah, memang kubur sementara. Diceritakan oleh Bambang sendiri: terletak di belakang rumah sakit, luasnya hanya 25 x 25 meter, sedang jenazah dimakamkan dalam kotak beton ukuran 1,20 x 2 meter--bersama dua atau tiga jenazah lain. Kebetulan jenazah almarhum hanya berkawan dengan dua jenazah, dan almarhum kebagian tempat di tengah. Penjaga kubur sendiri yakin tempatnya--sebab pemakaman Bung Tomo dulu memang khas: berangkat dari Perwakilan RI, diiringkan banyak sekali jamaah, jadi gampang diingat. Pemerintah Saudi sendiri melaksanakan pembongkaran setelah mayat benarbenar tinggal tulang-belulang -- untuk menyediakan tempat bagi jenazah lain-seperti dituturkan Syekh Ibrahim dari Kedubes Saudi tadi. "Bumi ini untuk yang hidup," katanya. "Sedang yang abadi dari kita adalah roh." Tulang-tulang itu memang tidak akan dibuang --sebab perbuatan itu justru penghinaan--melainkan ditanam kembali secara massal di tempat yang disediakan dalam daerah Tanah Suci. Ziarah kubur memang tidak menjadi tradisi dalam mazhab Wahabi itu. Sedang kubur raja Saudi sendiri, Faisal, entah di mana. Tapi itulah yang diidamkan sebagian besar muslimin: mati, dan dimakamkan, di dekat Ka'bah atau makam Nabi (atau Yerusalem). Kiai Bisyri Syansuri, almarhum, waktu itu Rois 'Am NU, dekat sebelum wafat menyebut-nyebut Subchan Z.E. -- tokoh yang pernah diskorsnya dari partai--yang "berbahagia dikabulkan Allah bisa mati dan berkubur di Mekah " . Bukan main inginnya sang kiai bisa seperti itu --toh tak kesampaian. Jenazah Bung Tomo mungkin akan pulang, tapi mungkin juga tidak. Tapi baik Kiai Syukri maupun Prof. Ibrahim Husen ada berangan-angan, alangkah baiknya umpama uang untuk memindahkan jenazah dipakai saja buat mendirikan 'Masjid Bung Tomo', misalnya. Seperti dituturkan Bambang sendiri, ayahnya itu berangkat -- bersama ibu dan kedua saudara perempuannya--dalam keadaan segar bugar. Pahlawan rakyat itu seperti sudah "dipilih".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus