Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tiga gerai Alfamart itu berdiri di sepanjang Jalan Johar, Cimanggu, Bogor, Jawa Barat. Jarak satu toko dengan lainnya hanya beberapa ratus meter. Tak ada kata "mitra usaha" atau "CV" di papan nama ketiga toko itu. "Kalau di bawah merek Alfamart hanya tertulis nama jalan atau lokasi, itu artinya gerai milik perusahaan sendiri," kata Direktur Corporate Affairs Sumber Alfaria Trijaya, Solihin, Kamis pekan lalu.
Saat ini Alfamart punya 4.000 gerai milik sendiri. Nasib ribuan outlet itu masih belum jelas, menyusul rencana pemerintah membatasi kepemilikan gerai waralaba oleh perusahaan pemegang merek. Kementerian Perdagangan ingin jumlahnya hanya 100-150 untuk setiap perusahaan. Selebihnya kepemilikan dan hak kelolanya harus diberikan kepada mitra usaha atau istilahnya terwaralaba.
Pembatasan akan dituangkan dalam revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2008 tentang waralaba. "Ini bukan pengekangan. Kami hanya menekankan pentingnya keterlibatan pihak lain, khususnya usaha mikro, kecil, dan menengah, dengan usaha besar," kata Gunaryo, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan.
Solihin mengaku belum paham dengan rancangan itu. Dia ingin penjelasan terperinci mengenai definisi pembatasan 100-150 gerai tersebut. "Sekarang kami sudah punya ribuan toko sendiri. Jika ingin masuk daerah baru dan tidak bisa buka gerai baru, bagaimana calon terwaralaba bisa mengetahui dan mau percaya pada merek Alfamart?" katanya.
Pengelola gerai bermerek Indomaret pun tak kalah pusing. "Apa yang mendasari penentuan angka 100 gerai dan bagaimana dengan usaha waralaba yang telah memiliki lebih dari 100 gerai?" kata ÂWiwiek Yusuf, Marketing Director PT Indomarco Prismatama. Saat ini jumlah minimarket Indomaret mencapai 6.732 gerai di seluruh Indonesia, 60 persennya milik sendiri.
Perusahaan pengelola waralaba asing juga mengeluh. Mereka terikat kontrak jangka panjang dengan pewaralaba induk di luar negeri. Jika dalam perjanjian tidak diizinkan untuk menyerahkan gerai kepada pihak ketiga, tentu aturan ini akan sulit dilaksanakan.
Senin pekan lalu, para pengusaha mengutus Ketua Dewan Pengarah Perhimpunan Waralaba dan Lisensi Indonesia Amir Karamoy untuk menghadap Gunaryo. Pertemuan diadakan di kantor pengacara Todung Mulya Lubis. Siang itu Amir didampingi 25 pengusaha waralaba besar, seperti Alfamart, Indomaret, dan PT Fast Food Indonesia, yang mengelola Kentucky Fried Chicken. "Para pengusaha satu suara menolak aturan tersebut," kata Amir.
Tapi Amir mencoba menjembatani pemerintah dan pengusaha. "Kalau pemerintah tetap ingin ada pembatasan, kami coba cari titik temu," katanya. Ucapan Amir meredakan emosi pengusaha. Sedikit demi sedikit amarah berubah menjadi gagasan yang justru melengkapi rencana beleid baru. "Contohnya perwakilan Alfamart yang mengusulkan, jika ada pembatasan, jangan ada aturan daerah yang mengganggu lagi," ujarnya.
Amir juga menyarankan gerai yang sudah ada tidak perlu diganggu. Tapi, nantinya, setiap pewaralaba yang hendak berekspansi harus mengikuti rasio tertentu. Misalnya, setiap membangun dua gerai milik sendiri, perusahaan wajib mewaralabakan satu gerai. Dengan demikian, mereka bisa berbagi laba bersama pengusaha lain yang lebih kecil.
Di ujung pertemuan, beberapa hal bisa sama-sama dipahami. Tapi masih ada banyak ganjalan lain yang memaksa pemerintah mengundurkan jadwal ketuk palu untuk aturan baru itu, yang seharusnya dilakukan pekan ini. "Ternyata memang tidak mudah. Pembahasannya masih alot," kata Gunaryo.
Eka Utami Aprilia
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo