Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah masih tidak mau banyak bicara soal kebijakan PPN 12 persen yang akan berlaku mulai tahun depan. Padahal rencana pemerintah itu mendapat banyak penolakan dari masyarakat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bungkam saat ditanya soal respons masyarakat ketika ditemui di kompleks Istana Kepresidenan Jakarta pada Selasa 26 November 2024. Ia mengikuti rapat terbatas bersama Presiden Prabowo Subianto soal persiapan Natal dan Tahun Baru.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, di lokasi yang sama, irit bicara soal banyaknya permintaan dari masyarakat untuk menunda kenaikan PPN. Dia cuma mengatakan urusan PPN bisa ditanyakan langsung ke Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
"PPN ke Bu Menteri Keuangan. Ibu aja nggak mau (jawab), apalagi saya," kata Mantan Ketua Umum Partai Golkar itu tertawa. Airlangga hanya menanbahkan tidak ada pembahasan mengenai PPN dalam rapat bersama Prabowo pada hari ini.
Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya menyatakan PPN 12 persen sesuai mandat Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 yang memutuskan PPN dinaikkan secara bertahap, yakni 11 persen pada 1 April 2022 dan 12 persen pada 1 Januari 2025.
Sri Mulyani juga menegaskan penyusunan kebijakan perpajakan dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi di berbagai sektor. Bendahara Negara menyampaikan ini di depan Komisi XI DPR RI, Kamis, 14 November 2024.
Kata Sri Mulyani, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) harus dijaga kesehatannya. Jika tidak ada keputusan lebih lanjut, kenaikan PPN ini akan terjadi mulai bulan Januari 2025.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Widjaja Kamdani, menegaskan bahwa Apindo dalam posisi kontra terhadap wacana kenaikan PPN 12 persen. Shinta menuturkan penolakan tersebut berlandaskan kekhawatiran penurunan konsumsi masyarakat.
Sementara Ekonom Center of Economics and Law Studies, Nailul Huda mengatakan penerapan PPN 12 persen berpotensi mengurangi pendapatan yang dapat dibelanjakan (disposible income) masyarakat. Hal ini dinilai kontradiktif dengan pertumbuhan ekonomi.
Nailul berharap pemerintah dapat membatalkan kebijakan PPN 12 persen pada tahun depan. Seharusnya, pemerintah memberikan insentif berupa subsidi konsumsi bagi kelas menengah.
“Jika diterapkan (kenaikan tarif PPN) akan meningkatkan kerentanan konsumsi rumah tangga. Dalam jangka pendek bisa mengganggu perekonomian secara makro,” kata Huda.