Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Alasan KKP Hentikan Kasus Pagar Laut Tangerang, Kenapa Berhenti di Kades Kohod Cs?

KKP menyatakan investigasi kasus pagar laut Tangerang, Banten telah selesai. Apa alasannya berhenti pada Kades Kohod cs?

4 Maret 2025 | 08.40 WIB

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono bersiap mengikuti rapat kerja dengan Komisi IV DPR di gedung DPR, Jakarta, 23 Januari 2025. Tempo/Amston Probel
Perbesar
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono bersiap mengikuti rapat kerja dengan Komisi IV DPR di gedung DPR, Jakarta, 23 Januari 2025. Tempo/Amston Probel

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan investigasi soal kasus pagar laut Tangerang, Banten telah selesai. Keputusan penghentian penyelidikan ini seiring Bareskrim Polri menetapkan empat tersangka, salah satunya Kepala Desa atau Kades Kohod Arsin bin Asip. Kepada Arsin, KKP menjatuhi sanksi denda Rp 48 miliar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Pada akhirnya melalui penyelidikan maka ditemukan dua pelaku yang jelas yang telah terbukti secara nyata melakukan pemagaran dan yang bersangkutan telah mendapatkan sanksi administratif,” kata Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI, Kamis, 27 Februari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Lantas bagaimana seluk-beluk perjalanan kasus pagar laut Tangerang ini dari awal terungkap hingga KKP menghentikan penyelidikan?

Kasus ini mulai mencuat pada awal Januari lalu seiring munculnya keluhan dari masyarakat yang merasa terganggu dengan adanya pagar laut di wilayah perairan Kabupaten Tangerang, Banten. Para nelayan mengaku kesulitan mengakses laut sebab adanya pagar dari bambu yang membentang sepanjang 30,16 kilometer, dari Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji.

Sudah Dilaporkan sejak Agustus 2024

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten, Eli Susiyanti, mengatakan pihaknya sebenarnya telah menerima laporan adanya pagar laut di wilayah tersebut pada pertengahan Agustus 2024 lalu. Tim DKP kemudian melakukan peninjauan ke lokasi, yang saat itu panjang pagar laut masih sekitar 7 kilometer.

Pagar laut ini menuai polemik karena berada di kawasan pemanfaatan umum berdasarkan Perda Nomor 1 Tahun 2023, mencakup berbagai zona, seperti pelabuhan laut, perikanan tangkap, pariwisata, pelabuhan perikanan, pengelolaan energi, perikanan budi daya, serta beririsan dengan rencana pembangunan waduk lepas pantai, yang diinisiasi oleh Bappenas.

Muncul ke Publik Awal Januari

Tim DKP bersama Polsus dari Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP kembali melakukan inspeksi di lapangan pada 4 sampai 5 September 2024. Patroli kembali dilakukan pada 18 September 2024 melibatkan Dinas Perikanan Kabupaten Tangerang serta Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI).

Saat itu, DKP Banten meminta agar aktivitas pemasangan pagar dihentikan. Panjang pagar laut kala itu telah mencapai 13,12 kilometer. Namun, hingga Januari 2025, pemasangan pagar laut tersebut ternyata masih berlanjut hingga mencapainya panjang 30,16 kilometer. Pemerintah baru menaruh perhatian setelah muncul beragam keluhan, terutama dari para nelayan.

“Saat kami melaut malam, kami takut kalau kena pagar itu. Kami selalu hati-hati banget kalau lewat,” kata salah satu nelayan di Desa Karang Serang, Kabupaten Tangerang yang enggan disebutkan namanya, seperti dikutip Antara.

Pagar Laut Dicabut

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono kemudian menyatakan pihaknya bakal mencabut pagar laut tersebut apabila tidak mengantongi izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL). Pihaknya sudah meminta Direktorat Jenderal PSDKP KKP untuk melihat langsung ke lokasi.

“Apabila terbukti tidak mengantongi izin, pihaknya akan melakukan pencabutan terkait pelanggaran izin penggunaan ruang laut itu. Pasti dicabut, artinya bangunan-bangunan yang ada di situ ya harus dihentikan,” kata Sakti.

Pagar laut Tangerang Disegel

KKP kemudian menyegel pagar laut tersebut pada Kamis, 9 Januari 2025. Penyegelan pagar laut dilakukan oleh tim dari KKP yang dipimpin Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Pung Nugroho Saksono atau Ipunk. Ia mengatakan pemagaran laut tersebut ilegal jika merujuk izin dasar KKPRL.

“Saat ini kami hentikan kegiatan pemagaran sambil terus dalami siapa pelaku yang bertanggung jawab atas kegiatan ini,” kata Ipunk pada Kamis.

Pengakuan JRP soal Bangun Pagar Laut Tangerang

Di tengah ramainya duga-duga siapa dalang di balik pagar laut Tangerang, kelompok masyarakat yang menamakan diri Jaringan Rakyat Pantura (JRP) muncul dan mengaku merekalah yang membangunnya. Masyarakat setempat disebut patungan untuk mendirikan pagar pencegah abrasi itu.

“Pagar laut yang membentang di pesisir utara Kabupaten Tangerang ini sengaja dibangun secara swadaya oleh masyarakat,” kata Koordinator JRP Sandi Martapraja di Tangerang, Banten pada Sabtu, 11 Januari 2025 seperti diberitakan Antara.

Pernyataan Sandi ditanggapi politikus Partai Keadilan Sejahtera atau PKS asal Banten, Mulyanto. Pembina Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI) itu menyebut pagar laut ini membawa dampak negatif bagi para nelayan. Karena itu, kata dia, pernyataan bahwa pagar laut itu bermanfaat justru kontradiktif.

“Keberadaan pagar laut memaksa nelayan untuk memutar lebih jauh saat melaut, yang pada akhirnya meningkatkan biaya operasional. Secara resmi, mereka menyampaikan keluhan ini kepada Ombudsman RI. Bahkan Ombudsman sudah menghitung kerugian nelayan per tahun,” katanya pada Sabtu, 11 Januari 2025.

Pihaknya turut menyoroti biaya pembuatan pagar laut yang mencapai nyaris Rp500 ribu per meter alias sekitaran Rp15 miliar secara keseluruhan. Menurutnya, sangat tidak mungkin masyarakat mampu mengeluarkan duit sebanyak itu untuk keperluan publik, yang mestinya merupakan tanggung jawab negara. Apalagi saat ini kondisi ekonomi masyarakat sangat memprihatinkan.

“Mengeluarkan uang sebanyak ini untuk keperluan publik, yang seharusnya menjadi tugas negara, sangat kontradiktif dengan kondisi ekonomi nelayan yang saat ini memprihatinkan,” katanya.

Pembongkaran Pagar Laut

Presiden Prabowo Subianto kemudian mengintruksikan kepada TNI Angkatan Laut atau AL untuk membongkar pagar laut Tangerang tersebut. Hal ini sebagaimana disampaikan Kepala Dinas Penerangan TNI AL Laksamana Pertama I Made Wira Hady saat dihubungi, Sabtu, 18 Januari 2025.

“Tugas ini merupakan instruksi langsung dari Presiden Prabowo melalui Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto kepada kami,” katanya .

Digelar pertama kali pada Sabtu, 18 Januari 2025 dan sempat terhenti beberapa kali, pagar laut sepanjang 30,16 kilometer itu akhirnya selesai dibubut keseluruhannya pada Kamis, 13 Desember 2025. Agenda pembongkaran ditutup langsung oleh Komandan Pasmar (Danpasmar) I, Brigjen TNI Hermanto di Pantai Tanjung Pasir, Kabupaten Tangerang.

“Hari ini tersisa 1,36 kilometer pagar laut dan telah kami tuntaskan, seluruhnya telah bersih dan alhamdulillah cuaca cukup cerah. Hari ini sekaligus penutupan proses pembongkaran pagar laut,” ujar Hermanto, Kamis lalu.

Mengapa Kades Kohod Terseret?

Arsin bin Sanip, selaku Kades Kohod di Kecamatan Pakuhaji, Tangerang, menjadi sorotan publik setelah terbongkarnya pagar laut tersebut. Masyarakat desa Kohod menyebutnya sebagai ‘kepala desa istimewa’ dan ‘kesayangan pejabat’ yang selalu terdepan dalam membela pagar laut di perairan desa pemerintahannya itu. Videonya di media sosial yang seolah-olah menjadi mandor pagar laut menjadi viral.

Ia juga membuat pernyataan kontroversial saat berdebat dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR), Kepala Badan Pertanahan Negara (BPN), Nusron Wahid, pada 24 Januari 2025. Arsin mengatakan bahwa kawasan pagar laut tersebut dulunya adalah tambak karena itulah dipagari bambu. Nusron membantah, ia mengatakan bahwa kawasan itu masuk kategori tanah musnah karena tidak terlihat fisiknya.

Sejak mendampingi Nusron, warga Desa Kohod mengungkapkan bahwa Kades Kohod menghilang dan tidak pernah masuk kantor, meskipun jaraknya hanya 500 meter dari rumahnya. KKP Sempat memanggil Arsin dalam kapasitasnya sebagai Kepala Desa Kohod untuk dimintai keterangan terkait pagar laut di Tangerang. Namun, ia tidak memenuhi panggilan tersebut.

“Memang ada pemanggilan untuk Kades Kohod, tapi ditunggu enggak hadir,” kata Staf khusus Menteri Kelautan dan Perikanan, Doni Ismanto Darwin, saat dihubungi, Selasa, 11 Februari 2025.

Pemeriksaan Saksi

Staf Khusus KKP Dedi Irawan mengatakan Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan telah memeriksa 13 saksi terkait kasus pagar laut ilegal di Laut Tangerang per 31 Januari 2025. Menurut Dedi, 13 orang itu diantaranya adalah Kades Kohod dan dua perwakilan JRP yang sempat mengaku sebagai swadaya masyarakat yang memasang pagar laut.

“Juga saksi-saksi yang menurut tim kami di lapangan mengetahui dan terkait dengan kejadian tersebut,” ujar Dedi di Jakarta, Jumat, 31 Januari 2025.

Kemudian, per 10 Februari, Polisi sudah memeriksa 44 saksi dalam kasus dugaan pemalsuan dokumen yang digunakan untuk mengurus Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) pagar laut Tangerang, Banten.

Dugaan Tindak Pidana

Sebelumnya, Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang menyatakan area pagar laut telah memiliki sertifikat SHGB dan SHM dengan rincian: 234 bidang SHGB atas nama PT. Intan Agung Makmur (PT. IAM), 20 bidang SHGB atas nama PT. Cahaya Inti Sentosa (PT. CIS), sembilan bidang SHGB atas nama perorangan, dan 17 bidang SHM dari girik.

Polisi menemukan indikasi lahan perairan yang telah bersertifikat atas nama beberapa perusahaan dan individu diduga diperoleh dengan menggunakan girik dan dokumen kepemilikan lain yang tidak sah. Selain dugaan pemalsuan dokumen, penyidik mendalami adanya penyalahgunaan wewenang dalam penerbitan sertifikat. Tindakan itu berpotensi mengarah pada pidana pencucian uang.

“Dugaan sementara bahwa pengajuan SHGB dan SHM tersebut menggunakan girik-girik serta dokumen bukti kepemilikan lainnya yang diduga palsu,” kata Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Djuhandani Rahardjo Puro, kepada wartawan di kantornya, Senin, 10 Februari 2025.

Penetapan Tersangka

Pada Senin malam, 10 Februari 2025, penyidik dari Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri kemudian menggeledah kantor dan rumah Arsin di Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Banten. Penggeledahan ini dilakukan dengan melibatkan jajaran Bareskrim Polri, Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor), serta petugas kepolisian setempat.

Setelah penggeledahan itu, Bareskrim Polri menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan pemalsuan dokumen tanah di kawasan pagar laut Tangerang, pada Selasa, 18 Februari 2025. Empat tersangka itu adalah Kades Kohod, Sekretaris Desa Kohod Ujang Karta, dan dua penerima kuasa Septian Prasetyo dan Candra Eka, dari Septian Wicaksono Law Firm. Mereka ditahan Bareskrim Polri sejak Senin malam, 24 Februari 2025.

“Kepada empat orang tersangka kami putuskan mulai malam ini dilakukan penahanan supaya tidak kabur, menghilangkan barang bukti dan tidak mengulangi perbuatannya,” ucap Djuhandhani.

Sindikat yang Dilakukan Kades Kohod

Menurut Djuhandhani, pemalsuan dokumen tanah yang dilakukan para tersangka menyangkut beberapa surat dokumen untuk permohonan hak atas tanah di kawasan yang dipagari di perairan Tangerang. Para tersangka bersama-sama membuat dan menggunakan surat palsu berupa girik, surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah, surat keterangan pernyataan kesaksian, hingga surat kuasa pengurusan sertifikat atas nama warga Desa Kohod.

“Surat-surat tersebut digunakan oleh Arsin bin Asip cs untuk mengurus penerbitan 263 Sertifikat Hak Guna Bangunan ke Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang. Adapun pemalsuan seluruh surat ini dilakukan oleh para tersangka sejak Desember 2023 hingga November 2024,” kata Djuhandhani.

KKP Hentikan Investigasi

Teranyar, Menteri Sakti Wahyu Trenggono mengungkapkan bahwa investigasi terkait kasus pagar laut Tangerang telah selesai. Berdasarkan pemeriksaan dan bukti-bukti yang ada, kata Trenggono, KKP menetapkan Kades Kohod dan pegawainya sebagai pihak yang bertanggung jawab dan didenda Rp 48 miliar.

“Saat ini sudah dikenakan denda sebesar Rp 48 miliar sesuai dengan luasan dan ukuran,” ujar dia.

Pemberhentian Investigasi Dinilai Janggal

Pemberhentian investigasi kasus Pagar Laut Tangerang oleh KKP seiring ditetapkannya sejumlah tersangka mendapatkan sorotan sejumlah pihak. Investigasi KKP seharusnya bisa mengungkap lebih jauh aktor yang berperan dalam pemagaran laut ilegal. Mereka menilai ada sederet kejanggalan.

Salah satu kecurigaan itu diungkapkan oleh Anggota DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Daniel Johan. Pihaknya mempertanyakan urgensi dan tujuan seorang kades membangun pagar laut sepanjang 30,16 kilometer. Ia juga mempertanyakan alasan Kades Kohod ditetapkan sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam kasus ini.

“Pemahaman kita, Kades Kohod itu ditahan karena memalsukan dokumen. Saya tidak mendengar karena memasang pagar laut,” kata dia di kompleks parlemen Senayan, Jakarta, Kamis, 27 Februari 2025.

Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Susan Herawati juga menilai ada kejanggalan. Menurutnya, tidak mungkin seorang kades dan staf membiayai pembangunan pagar laut yang terbentang hingga puluhan kilometer itu tanpa ada pihak lain sebagai pendonor.

Susan Herawati turut menyoroti tidak adanya sanksi dari KKP untuk pejabat Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang yang berada di bawah Kementerian ATR/BPN. Menurut Susan, pejabat pemerintah pasti ikut berperan menerbitkan SHGB di atas laut. Susan menilai investigasi KKP seharusnya mengungkap peran mereka.

“Seharusnya bukan Cuma Arsin (Kades Kohod) yang diseret. Termasuk juga orang-orang di ATR/BPN, enggak mungkin ATR/BPN itu enggak tahu,” kata Susan.

Sementara itu, AS Laksana, penulis dan esais asal Semarang, juga menyoroti investigasi KKP yang tak menyinggung sejumlah perusahaan pemilih sertifikat hak guna bangunan (HGB) di laut Tangerang. “Awalnya kecurigaan tertuju pada perusahaan-perusahaan dan individu pemilik SHGB di laut. Apa sebabnya tiba-tiba dibelokkan ke kepala desa?” kata Sulak, sapaan akrabnya, pada Jumat, 28 Februari 2025.

Yudono Yanuar, Raden Putri, Sukma Kanthi Nurani, Nandito Putra, Rachel Farahdiba Regar, Dede Leni Mardianti, dan Annisa Febiola berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus