Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Alasan Serikat Pekerja Perhutani Menyebut Eksistensi Hutan Jawa Terancam

Serikat Pekerja dan Pegawai Perhutani atau SP2P resah dengan kelangsungan hujan Jawa.

28 Mei 2022 | 19.44 WIB

Seminar Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) dan Eksistensi Hutan Jawa. Istimewa
material-symbols:fullscreenPerbesar
Seminar Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) dan Eksistensi Hutan Jawa. Istimewa

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Serikat Pekerja dan Pegawai Perhutani atau SP2P resah dengan kelangsungan nasib hujan Jawa. Ketua Umum SP2P Heri Nur Afandi mengatakan bahwa keresahan karyawan akan kelangsungan hutan Jawa itu hal yang lumrah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Bagaimana dengan kemampuan entitas baru pengelola Kawasan
Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK)? Oleh karena itu, wajar apabila karyawan Perhutani sebagai rimbawan meragukan kebijakan Pemerintah yang baru saja keluar tersebut," kata Heri dalam keterangan tertulis Sabtu, 28 Mei 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Hal itu merespons pemerintah yang pada 2022 menerbitkan Surat Keputusan Menteri LHK Nomor: 287/MENLHK/SETJEN/PLA.2/4/2022 tanggal 5 April 2022 tentang Penetapan Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK).

Beleid ini mengatur Kawasan Hutan Produksi dan Hutan Lindung di Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten seluas ± 1.103.941 hektar, dengan mengurangi wilayah Kelola Perum Perhutani yang terdiri atas hutan produksi seluas ± 638.649 Ha (58 persen) dan hutan lindung seluas ± 465.294 (42 persen).

Penetapan KHDPK bertujuan untuk pengembangan perhutanan
sosial, penataan kawasan hutan dalam rangka pengukuhan kawasan hutan, penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi hutan, perlindungan hutan atau pemanfaatan jasa lingkungan.

Dia menuturkan Perhutani yang memiliki sumber daya manusia, tata kelola yang tersertifikasi, dan instrumen organisasi di lapangan yang lengkap, masih banyak kendalanya. Padahal Perhutani berpengalaman lebih dari 60 tahun mengelola hutan Jawa, dan termasuk perusahaan kehutanan terbaik di Indonesia.

“Saya dan kawan-kawan Serikat khawatir dengan kelangsungan hutan, apakah bisa dikelola oleh entitas baru? Kita berpengalaman lebih dari 60 tahun dengan sumber daya manusia yang mumpuni, modal, dan tata kelola yang baik. Kita punya Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH) dan sertifikat FSC yang konsen dengan lingkungan, apa pengelola baru bisa melakukan seperti Perhutani?” ujar Heri.

Heri menambahkan ada kekhawatiran karyawan terkena pemutusan hubungan kerja. Kurangnya kawasan hutan yang dikelola Perhutani hampir setengah, pasti berdampak pada kurangnya jumlah karyawan. Walaupun BOD telah menjamin tidak ada pemutusan hubungan kerja, karyawan masih ragu dan butuh kepastian dari pemerintah.

Karyawan berharap memperoleh kepastian pula dari Kementerian LHK terkait hal tersebut. Serikat khawatir dengan hilangnya 1,1 juta hektar berarti akan terjadi pengurangan karyawan. BOD meyakinkan kita tidak ada pemutusan hubungan kerja, tetapi kita ragu dengan kemampuan finansial setelah terdampak KHDPK.

"Kami membutuhkan jaminan dari Kementerian LHK sebagai pembuat kebijakan” ujar Heri.

Sementara itu Kagama di Perhutani, atau dikenal dengan Ketua Rimbawan Padepokan Bulaksumur atau Kagama di Perhutani, Joko Sunarto mengatakan terjadi keresahan di alumni kehutanan UGM Perhutani terhadap implementasi KHDPK.

"Luas 1,1 juta hektare apakah siap dikelola pihak lain? Kalau terjadi kekosongan pengelola, dikhawatirkan ada pendudukan kawasan hutan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab," kat Joko.

Menurutnya, sejak SK KHDPK terbit dan viral, ada beberapa pihak yang mencoba masuk kawasan hutan dengan memasang patok-patok secara sepihak. Mandor, Mantri, dan Asper harus berjibaku menghadapi itu.

HENDARTYO HANGGI

Baca: Perhutani Sebut Bisa Berikan Lahan Bagi Warga Terdampak Gunung Semeru

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus