MEGA mendung belum juga beranjak dari sisi Mantrust. Nasib buruk yang menggayuti kelompok usaha ini sejak awal tahun 1992 ternyata masih berlanjut sampai sekarang. Bisnis konglomerat yang dipimpin Tegoeh Soetantyo ini terbelit utang Rp 1,2 triliun, dan upaya merestrukturisasinya belum juga tuntas. Dalam kondisi yang serba-tidak pasti itu, tiba-tiba Senin pekan lalu terjadi guncangan besar di satu anak perusahaannya, PT Bali Raya, di Denpasar. Hari itu, pabrik pengalengan ikan tuna ini "dikudeta" oleh 1.200 orang buruhnya. "Sebelum Mantrust mau dialog, PT Bali Raya diambil alih pekerja," itulah "ancaman" dalam salah satu spanduk yang mereka acung- acungkan. Ancaman itu benar-benar dilaksanakan, sementara tak seorang pun dari pihak manajemen menampakkan batang hidungnya. Sang direktur, Pangemanan, yang baru dilantik, beserta semua staf dikabarkan minggat ke Jakarta. Drama pendudukan baru berakhir empat hari kemudian, setelah Tegoeh Soetantyo, sang pengusaha gaek, diterbangkan khusus dari Jakarta. Menurut Made Bawa, Ketua Unit SPSI Bali Raya, aksi unjuk rasa yang dilakukan rekan-rekannya itu merupakan klimaks dari ketidakpuasan mereka yang lama terpendam. Pemicunya adalah tindakan pihak manajemen yang menghentikan kegiatan pabrik sejak Februari dua tahun silam. Setelah itu, "Tak jelas apakah kami masih diakui sebagai karyawan atau sudah dipecat. Nyatanya, selama itu kami menganggur," ujar buruh asal Surabaya itu. Lebih celaka lagi, upah yang menjadi hak mereka selama dua tahun belum dibayarkan oleh perusahaan. Total jumlahnya Rp 500 juta lebih. Tak aneh bila gelombang demo terus saja melanda Bali Raya. Berbagai ikhtiar dilakukan untuk meredakan mereka, tapi semuanya kandas. "Masalah di Bali Raya itu sulit dituntaskan karena pihak perusahaan tidak menjalankan kesepakatan," kata I G.N. Mayoen, Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja Bali. Contohnya, dalam perundingan Mei tahun silam disaksikan Gubernur Oka perusahaan bersedia membayar upah secara bertahap. Nyatanya, yang dibayarkan hanya dua bulan gaji. "Sisanya, Rp 343 juta, terus kami tuntut," kata Made Bawa. Untuk meredam kemarahan buruh, Tegoeh tampaknya punya kiat jitu. Seluruh tunggakan upah langsung dibayarnya tunai. Juga, Tegoeh sudah mengalokasikan dana Rp 57 juta untuk upah bulan Desember dan Januari yang akan dibayarkannya Selasa pekan ini. Lebih dari itu, Tegoeh berjanji, pihaknya dalam lima bulan ke depan akan menata kembali manajemen Bali Raya. Dan, "Selama penataan itu dilakukan, kami akan tetap membayar gaji para karyawan," ujarnya. Ini berarti tak akan ada PHK. PT Bali Raya didirikan oleh Tegoeh 20 tahun silam. Pada tahun 1989, kapasitasnya mencapai puncak, rata-rata di atas 100 ton sehari 99% dari total produksi itu diekspor ke mancanegara, terutama pasar Eropa. Nilai ekspornya rata-rata US$ 20 juta setahun. Pabrik mulai merosot setelah Tegoeh "menghibahkan" Bali Raya kepada anak laki-lakinya, Joni Soetantyo. Klimaksnya terjadi awal 1992, ketika kapasitas produksi merosot hingga di bawah 1.500 ton setahun. Tapi, diakui Jim Wiryawan, Direktur Mantrust, kemelut Bali Raya tak lepas dari kesulitan yang melanda Mantrust, induknya. Diakui oleh Jim, "Semua sektor usaha Mantrust praktis sudah immobile (tidak berproduksi)." Dan untuk menghidupkannya kembali, dibutuhkan dana restrukturisasi tak kurang dari Rp 100 miliar.Moebanoe Moera, Bina Bektiati, dan Putu Fajar (Bali)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini