Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Per besar? seberapa besar?

Ketentuan per 13 kali dianggap kurang menguntungkan para emiten. ketua bapepam bacelius ruru digugah untuk meninjaunya kembali. dan kini, per jadi 15 kali.

29 Januari 1994 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENJADI Ketua Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) bisa sangat repot. Jika terlalu memberi angin pada pengusaha, dikecam berkolusi dan mengabaikan masyarakat. Bila ingin melindungi investor, dinilai terlalu jauh mencampuri pasar. Itulah masalah sampingan yang kini dihadapi Ketua Bapepam, Bacelius Ruru, sementara tugas-tugas rutin cukup banyak yang harus ditanganinya. Dan ternyata, masalah sampingan itu sempat memojokkan Ruru. Seperti diketahui, sejak sembilan bulan lalu, Ketua Bapepam ini membatasi price earning ratio (PER) perusahaan-perusahaan yang akan menawarkan sahamnya di pasar perdana. Kebijakan PER ini hanyalah satu dari sejumlah kebijakan yang digariskan oleh Ruru, yang dimaksudkan untuk menyehatkan pasar modal. Hasilnya, positif. Perdagangan di bursa kian ramai, investor asing semakin betah bermain di sini karena perangkat hukumnya semakin rapi dan juru-jurus hit and run seperti yang dilakukan duet Herlina Salim dan Lukman Hartono (April 1993) tak terdengar lagi. Tapi di tengah tatatenteram itu, muncul soal PER. Ada apa? Seperti diketahui, PER adalah perbandingan antara laba bersih per saham dan harganya. Nah, semakin besar PER, semakin mahal harga sahamnya. Adapun kebijakan Ruru mengarahkan agar perusahaan yang baru terjun ke bursa tidak memasang harga terlalu mahal. Karena itulah, ia mematok angka 13 sebagai PER maksimum. Ruru telah berkali-kali menjelaskan, "Peraturan ini ditujukan untuk melindungi investor domestik, biar mereka berkembang." Investor domestik di Indonesia memang masih belum matang dan cenderung ikut-ikutan. Akibatnya, bila bursa sedang marak (bullish), mereka main tabrak saja, tanpa menghiraukan harganya yang terlalu tinggi. Akibatnya, ketika pasar mengalami koreksi, rugilah mereka dan langsung jera berinvestasi di pasar modal. Inilah yang terjadi di sepanjang tahun 1990-1992 ketika indeks harga saham merosot habis-habisan. Pengalaman buruk semacam itu yang hendak dihindari Ruru, sehingga ia memasang pagar pengaman maksimum PER 13 kali. Celakanya, tak semua pihak sepaham dengan Ruru, termasuk perusahaan yang berencana masuk bursa. Soalnya kini, suasana bursa begitu marak, maka banyak perusahaan yang bernafsu memanfaatkan situasi. Dalam kata lain, mereka mau masuk bursa selagi minat masyarakat tinggi. Momentumnya cukup menguntungkan, apalagi kalau PER bisa dipasang lebih tinggi dari 13 kali. Siapa yang tidak tertarik. Tapi justru di sinilah mereka terganjal oleh peraturan Ruru, dengan PER 13 kali itu. PT Ciputra Development, misalnya, merencanakan menjual 25 persen saham, atau sebanyak 50 juta saham, ke pasar modal. Perusahaan real estate milik pengusaha beken Ciputra ini memang berskala gajah. Total nilai kekayaannya mencapai Rp 1,25 triliun dari enam proyek yang dimilikinya, termasuk Citraland Mall. Tahun 1993, laba bersihnya tercatat Rp 34 miliar. Semula, mereka mematok PER sebesar 17, artinya ingin menjual sahamnya dengan harga sekitar Rp 2.890 per saham. Tapi karena peraturan Bapepam, harga saham Ciputra Development di pasar perdana tak boleh lebih dari Rp 2.210 per saham. Menurut banyak sumber, inilah yang menyebabkan penjualan saham perusahaan ini tertunda hingga sekarang. Padahal, penjualan semestinya sudah terjadi November lalu. Baik pihak Ruru maupun Ciputra Development sama-sama mengakui bahwa penundaan ini bukan karena tawar-menawar harga. "Prosesnya memang lama, karena yang dijual jumlahnya besar," begitu alasan kedua belah pihak. Tapi semua kalangan di bursa tahu bahwa ada tawar-menawar di tingkat atas. Lagi pula, bukan hanya Ciputra Development yang siap menjual saham. PT Indofood, produsen makanan milik Grup Salim, disebut-sebut juga siap masuk bursa, asal harganya tidak terlalu murah. Maka, tawar-menawar pun kian seru karena tak mudah meyakinkan Ruru, yang juga didukung oleh Menteri Keuangan itu. Sebenarnya, pihak yang menginginkan PER dinaikkan, atau dilepas sama sekali tanpa batas, juga ada benarnya. Pembatasan PER oleh Bapepam bagaimanapun adalah intervensi yang membuat pasar tidak efisien. Secara teoretis, pembatasan PER sama artinya dengan menetapkan price ceiling atau plafon harga yang bakal memacu lonjakan permintaan. Itu memang terlihat dari beberapa perusahaan yang menjual saham akhir-akhir ini. Permintaan begitu besar sehingga jauh lebih besar dari saham yang akan dijual alias oversubscribed. Saham PT Bank Papan Sejahtera, misalnya, yang sedang ditawarkan pekan-pekan ini mengalami oversubscribed sampai enam kali lipat. Supaya adil, penjatahan bagi para calon investor dilakukan lewat undian. Selain itu, harga yang dibatasi akan membuat sebagian perusahaan yang merasa pantas memasang harga tinggi jadi enggan menjual sahamnya. Contohnya, PT Ciputra Development. Dari prospek bisnis maupun perkiraan keuntungan, Ciputra Development bisa saja tumbuh cepat, sehingga harga yang ditetapkan Bapepam jadi terlalu murah. Persoalan inilah yang menyulut kekhawatiran sebagian orang. Soalnya, pembatasan harga menyebabkan perusahaan yang bagus membatalkan rencananya masuk bursa. Bursa pun akan dipenuhi oleh perusahaan yang biasa-biasa saja, yang rela menerima harga rendah. Akhirnya, mutu bursa Jakarta akan menurun. Tapi dalam anggapan Ruru, intervensi dilakukan hanyalah untuk melindungi investor, terutama yang kecil. Selain itu, Bapepam bertujuan memperkuat potensi investor domestik di Indonesia. Bagaimanapun, bursa yang baik adalah bursa yang tak terlalu tergantung investor asing yang sewaktu-waktu bisa menarik seluruh investasinya dan berdampak buruk pada ekonomi Indonesia. Saat ini, bursa Jakarta sedikit banyak masih bergantung pada investor asing. Tapi, berbeda dengan pendapat sebagian orang, Ruru justru tidak melihat penurunan minat perusahaan untuk menjual saham ke bursa Jakarta -- kendati PER 13 kali. "Yang datang pada saya untuk menanyakan soal penjualan saham tetap saja bertambah jumlahnya," ia meyakinkan. Paling tidak, ada 10 perusahaan baru yang akan masuk bursa dalam waktu dekat. Mereka adalah sisa dari tahun lalu yang belum selesai proses perizinannya. Belum terhitung yang baru mengajukan izin tahun 1994 ini. Ternyata, Ruru tetap saja harus berkompromi. Rupanya, desakan dari pihak yang ingin melonggarkan batasan PER kuat juga. Maka, Rabu pekan lalu, Bacelius Ruru mengeluarkan pengumuman: batasan PER dinaikkan dari 13 kali jadi 15 kali untuk perusahaan yang akan mengajukan izin masuk bursa. Perusahaan yang sedang dalam proses, seperti Ciputra Development, diharuskan tetap mengikuti peraturan lama. "Bapepam juga harus memperhatikan kepentingan bisnis," Ruru memberi alasan. Keputusan Ruru, untuk katakanlah berkompromi, bukannya tak mengundang kritik. Ketua Ikatan Pialang Efek Jakarta, Tito Sulistio, beranggapan bahwa batas PER yang 13 itu belum saatnya dinaikkan. "Pasar kan baru saja membaik, PER 13 belum lagi tampak hasilnya. Kalau nanti indeksnya anjlok lagi, bagaimana?" katanya. Jika dibandingkan dengan PER rata-rata bursa Jakarta yang saat ini tercatat sekitar 19,5 kali, patokan PER 15 kali memang terasa kecil. Apalagi jika dibandingkan PER rata-rata bursa Jakarta pada April 1990, ketika pasar modal untuk pertama kalinya marak, hingga ada PER yang 48,7 kali. Saat itu IHSG bertengger di angka sekitar 600, mirip keadaan sekarang. Tapi, IHSG naik atau turun tidak semata-mata ditentukan oleh PER. Ia lebih berkaitan dengan kesehatan perdagangan di bursa secara keseluruhan. Dan PER 13 kali juga dimaksudkan menyangga kesehatan bursa. Tak heran bila Ruru berkomentar, "Kalau PER 15 itu masih dibilang terlalu kecil, yaa...how big is enough ...."Yopie Hidayat & Bina Bektiati (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum