Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad memperkirakan ancaman resesi global tahun depan akan berdampak pada beberapa sektor. Selain itu sektor keuangan, kata dia, resesi itu juga akan mempengaruhi sektor logistik khususnya impor.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Menurut saya yang terpengaruh ya sektor-sektor yang kemungkinan menggunakan bahan baku impor cukup tinggi begitu,” ujar Tauhid melalui sambungan telepon pada Selasa, 27 September 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia mencontohkan sektor industri yang akan luar biasa tertekan adalah yang bahan bakunya dari luar negeri. Pasalnya, dengan ketergantungan atas produk impor dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah hingga di atas Rp 15.000, cukup berat bagi industri tersebut. “Itu yang saya kira cukup berat,” kata dia.
Selain itu, Tauhid menyebutkan, tingginya harga minyak dunia di atas US$ 90 per barel turut berpengaruh ke sektor logistik, seperti transportasi udara—sektor-sektor yang haus BBM—dan transportasi lainnya.
“Yang paling kena ya pasti sektor pariwisata. Karena biaya transportasi dan logistiknya tinggi,” ucap dia.
Namun, dia melanjutkan, sektor yang pertama terpuruk adalah sektor keuangan. “Yang pertama akan terpuruk adalah di sektor keuangan.” Bahkan, ia memperkirakan di sektor keuangan akan terjadi turbulensi.
Amerika Serikat yang tingkat nflasinya masih sangat tinggi, menurut Tauhid, pasar khawatir dengan The Fed masih bakal agresif mengerek suku bunga. Karena inflasi sudah terjadi selama setelah pandemi, konsekuensinya tentu saja likuiditas akan semakin ketat di Amerika.
Selanjutnya: "Jika suku bunga semakin tinggi, pertumbuhan ekonomi akan turun."
Sementara, kata dia, jika suku bunga semakin tinggi, akhirnya pertumbuhan ekonomi akan turun. “Amerika akan mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan di tahun depan, tapi saya lupa angkanya,” kata Tauhid. “Itu yang saya kira memang terjadi di sana.”
Adapun Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Faisal Rachman juga menjelaskan bahwa sektor usaha yang paling cepat terdampak adalah sektor-sektor yang berorientasi pada ekspor, terutama terkait komoditas. “Sektor-sektor yang ekspor oriented terutama terkait komoditas paling cepat terdampak,” kata dia.
Namun, Faisal menuturkan, masih sangat kecil kemungkinan Indonesia mengalami resesi. Salah satunya karena mayoritas ekonominya ditopang oleh kegiatan ekonomi domestik seperti konsumsi rumah tangga.
Menurut dia, dampaknya yang mungkin terasa adalah penurunan kinerja ekspor karena permintaan global turun, dan harga konomditas juga kemungkinan turun. Jadi Indonesia bisa kembali mengalami defisit neraca dagang, selain itu, seiring harga komoditas yang turun, penerimaan negara terurama dari Programme National de Développement Participatif (PNDP) bisa turun juga.
“Jadi indikasi yang bisa dilihat paling cepat adalah turunnya kinerja ekspor, nercara dagang yang brisiko kembali defisit, dan penerimaan negara yang turun,” ujar Faisal lebih jauh menjelaskan tentang ancaman resesi tahun depan. “Selain itu, tekanan akan dirasakan pada nilai tukar rupiah karena investor cenderung akan mengalihkan dananya ke safe haven seperti dolar AS."
KHORY ALFARIZI | CAESAR AKBAR
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.