Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) berharap Badan Layanan Umum (BLU) Batu Bara hanya diterapkan untuk kelistrikan bukan semen dan pupuk. Menurut Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia, alasannya adalah sejak awal idenya diusulkan untuk kelistrikan saja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Nah kami dari pelaku usaha untuk objeknya itu sangat tegas menjelaskan bahwa BLU ini seharusnya hanya untuk kelistrikan,” ujar dia dalam diskusi bertajuk Rencana Pembentukan BLU DMO Batubara: Mengukur Urgensi dan Mencari Formulasi Terbaik di Swiss Belresidence Rasuna Epicentrum, Jakarta Selatan, Senin, 22 Agustus 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hendra mengaku bahwa industri semen merupakan pengguna batu bara nomor dua di Indonesia setelah PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN. Hal itu juga, kata di, diakui banyak argumen. Namun, listrik itu untuk kepentingan semua orang, sedangkan semen sebagian masih di-ekspor, jadi tidak adil jika mendapatkan subsidi.
“Nanti perusahaan tertentu yang menikmati subsidi, tapi dia ekspor enggak fair ya. Jadi dengan alasan itu, ini perlu dipertimbangkan dulu esensi dari BLU ini,” tutur dia.
Sebelumnya, PLN meminta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) segera membentuk BLU Batu Bara di tengah kondisi tertahannya pasokan komoditas energi primer di sejumlah pemasok. EVP Batubara PLN Sapto Aji Nugroho mengatakan sebagian besar pemasok batu bara kini memilih menahan pasokan di tengah harga komoditas emas hitam yang menguat di pasar internasional.
Pemasok batu bara yang sudah berkontrak dengan PLN belakangan pun memilih untuk menunda pengiriman. Kondisi itu lantaran muncul spekulasi bahwa BLU Batu Bara segera terbentuk akibat adanya disparitas antara harga komoditas domestik dan pasar dunia.
“Sejak April, Mei, orang sudah menunggu BLU akan keluar sehingga beberapa pemasok menunda pengiriman. Hal tersebut makin mempersulit kondisi saat ini ketika BLU itu tidak segera keluar,” kata Sapto, 2 Agustus lalu.
Sementara itu, BLU Batu Bara akan menarik iuran kepada setiap transaksi penjualan. Iuran akan dipungut setelah harga dilepas ke mekanisme pasar. Kemudian, iuran dialokasikan untuk menutupi harga yang dibayarkan PLN yang menggunakan patokan terkini US$ 70 per ton.
“Kami berharap BLU dapat segera direalisasikan karena itu jadi solusi dari disparitas harga dan permasalahan pengamanan pasokan,” kata dia.
Namun, pembentukan BLU Batu Bara masih terhambat oleh penyusunan payung hukum. Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan pihaknya belum mengantongi persetujuan izin prakarsa karena masih ada perdebatan bentuk payung hukum BLU Batu Bara, yakni antara peraturan pemerintah (PP) dan peraturan presiden (perpres).
“Kemudian telah dilakukan rapat klarifikasi untuk membahas izin prakarsa yang diminta dan diperlukan penjelasan tambahan, ini dalam progres,” ujar Arifin saat rapat dengan Komisi VII DPR RI di kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Selasa, 9 Agustus 2022.
Menurut Arifin, Kementerian ESDM telah melayangkan surat ke Kementerian Sekretariat Negara ihwal penyusunan beleid itu. Kementerian mengusulkan agar payung hukum BLU Batu Bara berbentuk bisa perpres.
“Draf perpres dan aturan-aturan lainnya, seperti Permen dan Kepmen ESDM telah disiapkan, serta secara paralel ini dibahas,” tutur Arifin.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.