Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Aprindo Sebut Bakal Ada Pergeseran Belanja Konsumen Imbas Penerapan Tarif PPN 12 Persen

Kenaikan tarif PPN jadi 12 persen tahun depan disebut bakal memengaruhi pola belanja konsumen khususnya yang selama ini berorientasi pada merek.

18 November 2024 | 20.32 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Sejumlah laptop yang dijual di Bekasi Cyber Park, Sabtu 3 Juni 2024. Asosiasi elektronik mengeluhkan kondisi bisnis setelah diterbitkannya Permendag 8/2024, yang mencatat banyaknya barang elektronik impor yang masuk ke pasar Indonesia dengan mudah. TEMPO/Fajar Januarta

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Harga sejumlah barang konsumsi bakal naik imbas penerapan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen tahun depan. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Solihin, mengatakan bakal terjadi pergeseran belanja masyarakat imbas penerapan tarif PPN 12 persen.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), bahan pokok yang dibutuhkan masyarakat bukan objek PPN. Sehingga dipastikan tidak akan mengelami kenaikan. Namun naiknya harga barang lain imbas kenaikan pajak bisa membuat pola belanja masyarakat bergeser. “Bagaimana dengan elektronik, fashion? Pasti konsumen dengan kenaikan itu akan menyesuaikan,” kata Solihin kepada Tempo, Senin, 18 November 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Beberapa merek barang, menurut dia, bisa kehilangan pelanggan. Konsumen Indonesia, kata dia, masih banyak yang setia terhadap merek tertentu, tapi mereka juga sensitif terhadap harga. “Karena ada kenaikan yang signifikan, mungkin nanti kita lihat dia pasti mengubah loyalitasnya kepada merek tersebut dan menyesuaikan dengan kebutuhannya,” kata dia.

Aprindo, kata Solihin, saat ini masih mempelajari dampak kenaikan tarif PPN, sebelum menentukan strategi apa yang akan ditempuh untuk mengatasi dampak penurunan daya beli. Karena sektor retail menjual banyak barang, tidak hanya kebutuhan pokok. Setelah melihat dampak penerapan tarif baru PPN tahun depan, barulah asosiasi akan mengajukan beberapa rekomendasi ke pemerintah.

Menyitir laman Kementerian Keuangan, pengaturan cakupan barang kena pajak (BKP) dalam undang-undang PPN bersifat “negative list”. Artinya seluruh barang merupakan BKP, kecuali ditetapkan sebagai barang yang tidak dikenai PPN. Objek barang kena pajak pertambahan nilai contohnya benda-benda elektronik, pakaian, tanah dan bangunan, perabot rumah tangga, makanan olahan yang diproduksi kemasan, serta kendaraan bermotor.

Dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 71/PMK.03/2022 jasa yang kena PPN adalah pengiriman paket, jasa perjalanan wisata, jasa penyelenggara perjalanan ibadah keagamaan, hingga penyelenggaraan penyediaan voucher. Selain itu, tiket pesawat domestik juga masuk dalam objek pajak pertambahan nilai.

Sedangkan barang yang tidak kena pajak menurut UU PPN adalah barang kebutuhan pokok, makanan yang disajikan di hotel maupun restoran, uang dan emas batangan, minyak mentah, hingga mineral mentah. Jasa yang tidak dikenakan PPN yakni pelayanan kesehatan, layanan sosial, keuangan, asuransi, keagamaan pendidikan, kesenian, ketenagakerjaan, perhotelan, pengiriman uang dan katering. 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus