Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Pontianak - Badan Restorasi Gambut mengajak kalangan pengusaha selain mencegah kebakaran hutan dan lahan juga mendorong pertumbuhan ekonomi di desa tertinggal di Kalimantan Barat. Peran korporasi sangat besar dalam mendampingi desa di sekitar konsesi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Ada beberapa desa pedampingan BRG (Badan Restorasi Gambut) yang berada di sekitar konsesi perusahaan. Desa tersebut masuk dalam kategori tertinggal,” kata Hermawansyah, penggerak pada Badan Restorasi Gambut Kalimantan Barat dalam acara kolaborasi multipihak mencegah kebakaran hutan dan lahan.
Baca juga: Pemerintah Siapkan Sistem Monitor Lahan Gambut Secara Real Time
Acara yang berlangsung di Pontianak pada Sabtu, 4 Mei 2019 ini disebutkan sejumlah desa yang menjadi target restorasi, yaitu yaitu beririsan dengan perusahaan pengelola konsesi lahan. Di kawasan ini, kata Hermawansyah, mayoritas berstatus desa tertinggal. "Perusahaan dengan CSR bisa mengarahkan untuk menjadikan desa tertinggal menjadi desa mandiri."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kasus kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Barat, menurut Hermawansyah, kerap menjadi kasus yang berulang setiap tahunnya. Di provinsi ini terdapat 119.634 hektare hutan dan lahan yang masuk dalam target restorasi. Seluas 5.988 hektare lahan gambut berada di lahan konservasi, di mana pelaksanaan restorasi gambut ditugaskan kepada pemangku kawasan dan dapat bermitra dengan lembaga swadaya masyarakat.
Seluas 64.077 hektare lainnya, berada di kawasan konsesi di mana pemegang konsesi bertanggung jawab untuk merestorasi kawasan tersebut. Adapun 49.569 hektare lahan gambut lainnya berada di hutan produksi, hutan lindung dan area penggunaan lain tidak berizin. “Di area ini BRG bersinergi dengan pemerintah daerah dan lembaga swadaya untuk melaksanakan restorasi,” kata Hermawansyah.
BRG, Hermawansyah menambahkan, dapat memberikan penguatan untuk memperkuat indeks ketahanan sosial serta ketahanan ekonomi. Salah satu kegiatannya adalah memberikan pelatihan pada badan usaha milik desa, dengan mengembangkan unit usaha berbasis pertanian lahan gambut, ada juga sekolah seniman pangan.
Pejabat Kepala Dinas Kehutanan Kalimantan Barat, Untad Darmawan, mengatakan tren hotspot dari 2015 hingga 2018 menunjukkan pola peningkatan. Tren tersebut terjadi dua kali, yaitu periode I pada Februari hingga Maret dan meningkat tajam pada periode II pada Juli hingga Oktober. “Pola ini perlu diwaspadai lebih awal mengingat prediksi El Nino pada 2019 kembali datang dengan waktu yang cukup panjang,” kata Untad.
Koordinasi pengendalian hutan dan lahan di tingkat provinsi dan kabupaten, kata Untad, termasuk mengenai penetapan siaga darurat lebih awal di daerah rawan kebakaran. “Lebih awal pula dilakukan pengaktifan Satgas Pengendalian karhutla di tingkat provinsi dan kabupaten".
Menurut Untad, peningkatan upaya deteksi dini dan penyebarluasan informasi pengendalian kebakaran hutan dan lahan dengan terobosan teknologi. Termasuk pula meningkatkan patroli lapangan di desa rawan kebakaran hutan dan lahan melalui patroli terpadu.
Penyelenggara kegiatan, Gama Plantation, mengatakan sejak awal perusahaannya menekankan berkomitmen untuk tidak melakukan pembakaran lahan. Bia Ganefia, perwakilan dari PT Gama Plantation, menyebutkan sejak 1 Juli 2018 tidak ada pembebasan lahan melalui kompensasi tanaman dan lahan yang dibakar.
Perusahaan, kata Bia, tidak membeli tandan buah segar dari kelapa sawit yang ditanam di lahan yang terbakar sejak 1 Juli 2018. Perusahaan juga melakukan monitoring api di area sekitar perusahaan. “Kami sudah melengkapi alat pencegahan kebakaran dan segera melakukan pemadaman jika terjadi kebakaran”.
ASEANTY PAHLEVI