Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemerintah segera mencairkan dana JKP untuk pekerja yang terkena PHK.
Dana JKP mencapai Rp 85 miliar per bulan untuk 10,5 juta pekerja.
JKP dianggap merugikan karena tidak bisa dicairkan oleh pekerja yang mundur atau pensiun dini.
JAKARTA – Pemerintah dan Badan Pengelola Jaminan Sosial Tenaga Kerja (BP Jamsostek) menyiapkan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) untuk pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan, Dita Indah Sari, mengatakan, dengan program ini, pekerja tak perlu lagi mencairkan dana program Jaminan Hari Tua (JHT).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Dita, dengan skema ini, JHT dapat kembali pada fungsinya sebagai dana pensiun ketika pekerja memasuki usia 56 tahun, seperti yang diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat JHT.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Untuk JKP, kata Dita, pemerintah membayar maksimal Rp 11 ribu per orang per bulan. Dengan demikian, pemerintah membayar kurang-lebih Rp 85 miliar per bulan untuk 10,5 juta pekerja. Perhitungan iuran itu menggunakan asumsi ekstrem, yakni jumlah orang yang terkena PHK dalam setahun mencapai 300 ribu orang. "Sebagai dana operasional awal program JKP, pemerintah telah mengalokasikan sebesar Rp 6 triliun," kata dia, kemarin.
Dita berujar, modal awal dan iuran tersebut berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Nilainya akan dievaluasi setiap tahun. "Perubahan disesuaikan dengan pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja," ujar dia. Dana JKP akan dikelola oleh BP Jamsostek. Kick-off program JKP akan dimulai pada 22 Februari 2022. Pekerja peserta BP Jamsostek berhak mendapat JKP maksimal hingga tiga kali PHK.
Nasabah antre untuk mencairkan dana Jaminan Hari Tua (JHT) di kantor BPJS Ketenagakerjaan Cabang Sudirman, Jakarta, 15 Februari 2022. TEMPO/Tony Hartawan
Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Muttaqien, merinci iuran JKP sebesar 0,46 persen bersumber dari iuran yang dibayarkan pemerintah pusat dan sumber pendanaan JKP. Iuran pemerintah sebesar 0,22 persen dari upah sebulan. Sedangkan sumber pendanaan JKP berasal dari rekomposisi iuran program Jaminan Kecelakaan Kerja sebesar 0,14 persen dan Jaminan Kematian sebesar 0,10 persen.
Menurut Muttaqien, ada tiga manfaat JKP, yaitu uang tunai selama enam bulan, yang terdiri atas 45 persen dari upah pada tiga bulan pertama dan 25 persen dari upah di tiga bulan berikutnya; akses informasi pasar kerja; serta pelatihan kerja yang dilakukan berbasis kompetensi. "Tujuannya agar pekerja yang terkena PHK dapat kembali ke dunia kerja," katanya.
Namun Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia, Mirah Sumirat, menilai JKP bukanlah solusi atas persoalan yang dihadapi pekerja. Menurut dia, JKP tidak bisa menjadi pembenaran perubahan aturan pencairan JHT. Sebab, kata Mirah, pengembangan manfaat program memang sudah seharusnya dilakukan negara untuk memastikan perlindungan terhadap kaum pekerja. "Jadi, bukan seolah-olah dibarter, JHT ditahan ditukar dengan JKP, padahal tidak ada satu sen pun uang pemerintah di dana JHT," ucapnya.
Mirah juga menilai JKP merugikan karena tidak dapat dicairkan pekerja yang mengundurkan diri atau pensiun dini. Padahal, menurut dia, banyak pekerja yang dipaksa mengundurkan diri oleh perusahaan sehingga tidak tercatat sebagai PHK dan akhirnya tak berhak mendapat JKP. "Pemerintah tidak peka akan situasi ekonomi dan perburuhan karena fakta di atas kertas tidak semulus itu," kata dia. Karena itu, Mirah mengatakan pekerja tetap mendesak pemerintah membatalkan perubahan aturan pencairan JHT dan tidak menahan dana tabungan tersebut dengan alasan apa pun.
GHOIDA RAHMAH
Baca Juga:
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo