Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Pemerintah menyiapkan sistem pelaporan online untuk peserta amnesti pajak jilid II.
Sistem online diyakini lebih aman dan mencegah antrean di kantor pajak.
Peserta amnesti pajak jilid II diklaim tertarik dengan penggunaan sistem online.
JAKARTA -- Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan menjamin keamanan data wajib pajak yang akan mengikuti program pengungkapan pajak sukarela (PPS) atau amnesti pajak jilid II yang akan dilakukan secara online. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak, Neilmadrin Noor, menjamin keandalan sistem dan infrastruktur untuk mengantisipasi risiko kebocoran data peserta program amnesti pajak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Neil, amnesti pajak jilid II akan menggunakan sistem yang sama dengan layanan e-Filing surat pemberitahuan (SPT) masa ataupun SPT tahunan yang sudah terintegrasi. Sistem ini telah beroperasi sejak 2014. “Selama ini, sistem dan aplikasi DJP Online terus dirawat dan dievaluasi secara berkala untuk memastikan keamanan datanya,” kata dia, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dengan pembaruan dan pemeliharaan berkala, Neil memastikan keamanan data wajib pajak senantiasa terjaga, termasuk untuk program PPS yang akan berlangsung mulai 1 Januari hingga 30 Juni 2022. Dia memberi contoh dua aplikasi DJP, yaitu E-FIN dan E-Form yang ditutup pada September lalu karena sudah usang dan dikhawatirkan menimbulkan masalah keamanan. “Kami menggantinya dengan aplikasi baru dan lebih aman,” katanya.
Pengumuman tentang pelayanan penerimaan surat pernyataan harta (SPH) untuk pengampunan pajak di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, 2017. TEMPO/Tony Hartawan
Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, terdapat dua skema kebijakan pengungkapan harta yang diberlakukan pada program PPS. Pertama, diperuntukkan bagi peserta program amnesti pajak tahun 2016 baik wajib pajak orang pribadi maupun wajib pajak badan yang belum melaporkan hartanya. Skema kedua diperuntukkan bagi wajib pajak orang pribadi peserta pengampunan pajak tahun 2016 ataupun non-peserta yang dapat mengungkapkan harta bersih dari penghasilan pada 2016-2020, tapi belum dilaporkan dalam SPT 2020.
Pengungkapan dilakukan dengan penyampaian surat pemberitahuan pengungkapan harta (SPPH) yang disampaikan secara elektronik melalui laman https://pajak.go.id/pps. SPPH tersebut dilengkapi dengan SPPH induk, bukti pembayaran pajak penghasilan (PPh) final, daftar rincian harta bersih, daftar utang, dan pernyataan repatriasi dan/atau investasi. Terdapat tambahan kelengkapan untuk peserta skema kedua, yaitu pernyataan mencabut permohonan restitusi atau upaya hukum serta surat permohonan pencabutan banding, gugatan, atau peninjauan kembali.
Kebijakan I dan II
Menurut Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak Kementerian Keuangan, Yon Arsal, berbeda dengan amnesti pajak jilid I, pemerintah memutuskan penggunaan infrastruktur digital untuk semakin memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi wajib pajak. “Kami bangun infrastrukturnya agar tidak ada antrean di kantor pajak,” ucapnya.
Yon berharap sistem digital dapat memudahkan wajib pajak mengikuti program PPS. Apalagi data Direktorat Jenderal Pajak menyebutkan 98 persen pelaporan SPT wajib pajak orang pribadi sudah melalui sistem DJP Online.
Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan Fiskal dan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Suryadi Sasmita, mengatakan pengusaha menyambut baik sistem digital yang digunakan dalam program PPS. Menurut dia, pengusaha antusias karena prosesnya akan semakin mudah. “Amnesti pajak ini sejalan dengan aspirasi pengusaha karena, saat program pertama tahun 2016, masih banyak yang belum ikut. Dari target 10 juta wajib pajak, ternyata baru sekitar 900 ribu yang ikut,” ujarnya.
Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar, berujar, berdasarkan pengalaman pada amnesti pajak tahun 2016/2017, pelaporan secara fisik atau offline justru lebih rawan bocor. “Dokumen seperti surat pernyataan harta (SPH) yang dilaporkan secara offline malah lebih berisiko untuk dapat diketahui pihak lain,” kata dia. Menurut Fajry, pelaporan secara online juga akan memberikan kepastian dan perlakuan yang sama bagi seluruh peserta amnesti pajak.
GHOIDA RAHMAH
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo