Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia buka suara soal perguruan tinggi yang dapat izin usaha pertambangan (IUP) setelah Undang-Undang Mineral dan Batu Bara atau UU Minerba Disahkan. Adapun beleid ini telah disahkan dalam rapat paripurna yang digelar DPR hari ini, Selasa, 18 Februari 2025. “(Perguruan tinggi) tidak secara otomatis mendapatkan IUP,” kata Bahlil dalam konferensi pers usai rapat paripurna. Menurutnya, perguruan tinggi yang membutuhkan bisa mengajukan izin pengelolaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bahlil mengeklaim, kebijakan ini bertujuan agar perguruan tinggi bisa bekerja sama dalam riset, pemberian beasiswa, atau dukungan fasilitas kampus. Artinya, posisi perguruan tinggi ialah sebagai penerima manfaat. “Contoh di Papua, ada Universitas Cenderawasih. Mungkin risetnya bisa lewat PT Freeport,” kata Bahlil.
Hal yang sama bisa dilakukan perguruan tinggi di daerah-daerah lain yang terdapat wilayah tambang. Misalnya, di Maluku Utara dengan keberadaan kawasan industri Weda Bay dan beberapa wilayah tambang lainnya. “Universitasnya bisa kami dorong untuk kemudian perusahaan-perusahana itu punya ruang agar teman-teman bisa ikut,” kata Ketua Umum Partai Golkar itu.
Sebelumnya, Badan Legislatif DPR RI mengusulkan pemberian izin usaha tambang bagi perguruan tinggi melalui revisi UU Minerba. Namun, usulan ini menuai kontroversi dan penolakan.
Salah satu penolakan itu datang dari Publish What You Pay (PWYP) Indonesia. Koordinator PWYP Indonesia Aryanto Nugroho mengatakan erguruan tinggi tidak semestinya mendapat izin usaha pertambangan. Ia menilai kebijakan ini akan menjauhkan perguruan tinggi dari cita-cita awalnya sebagai lembaga pendidikan. “Perguruan tinggi itu niatnya untuk mendidik atau bisnis?” kata Aryanto saat ditemui Tempo Kompleks DPR RI,Senin 3 Februari 2025. “Kalau perguruan tinggi (diberi izin usaha tampang), mengapa tidak BUMN saja yang dipeerkuat?”
Lagipula, menurut Aryanto, risiko gagal kampus dalam mengelola tambang akan tinggi tata kelolanya belum mumpuni. “Rawan konflik juga,” kata dia. Persoalan itu akan bertambah bila pemerintah belum siap dari segi tata kelola dan pengawasan sektor pertambangan.
Alih-alih perguruan tinggi swasta mengelola tambang, Aryanto mengatakan lebih baik kampus berperan sebagai laboratorium riset. Artinya, kampus bisa berkontribusi dalam sektor pertambangan tanpa harus terjun langsung ke dalam bisnisnya.
“Dari laboratorium, kampus bisa menghasilkan paten yang bisa digunakan perusahaan,” tuturnya. “Industri bisa mendukung kampus dengan memfasilitasi laboratorium.”
Tak hanya itu, Aryanto menambahkan, perguruan tinggi bisa menjawab persoalan dominasi tenaga kerja asing dalam industri pertambangan dengan menyiapkan mahasiswa menjadi tenaga kerja kompeten.
Pilihan editor: 5 Tuntutan BEM SI dalam Aksi Indonesia Gelap: Evaluasi MBG hingga Minta Tukin Dosen ASN Dicairkan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini