Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Siapa sangka isu sampah plastik yang menonjol mempertemukan kembali Novita Tan dengan Ovy Sabrina sembilan tahun setelah keduanya lulus dari jurusan psikologi Universitas Atma Jaya. Pada 2019, Novi dan Ovy memutuskan untuk merintis Rebricks, perusahaan material bangunan berbahan baku limbah plastik sekali pakai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rebricks kini sudah mendapat sejumlah penghargaan, seperti Circular Innovation Jam 2020 dan Green Award 2022. Produk-produknya juga lulus Combusting Test British Standard: fire test on building material and structure. Selain itu, produk Rebricks ikut Uji Kuat Tekan Kementerian Perindustrian dan dikategorikan dalam kriteria SNI kelas B yang cocok digunakan untuk pelataran parkir, jalur pejalan kaki, serta taman.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perjalanan Rebricks
Capaian tersebut tidak didapat seperti membalikkan telapak tangan. Berbagai tantangan dihadapi Novi dan Ovy. Rebricks dimulai dari sebuah tantangan dari kawan Novi dan Ovy yang seorang pengepul sampah. Pengepul ini resah karena dari sampah-sampah yang dikumpulkan tetap ada residu, yaitu plastik-plastik single use. “Kalau lu memang pada mau bikin usaha, lu coba olah ini (sampah plastik single use), deh,” ucap Novi, menirukan ucapan temannya tersebut.
Pekerja menghancurkan sampah plastik. Tempo/Tony Hartawan
Dari tantangan itulah muncul ide membuat paving block dari limbah plastik. Kebetulan ayah Ovy memiliki usaha produksi paving block yang sudah berjalan selama kurang-lebih 30 tahun. Berbekal pengetahuan produksi bahan bangunan dari ayahnya, Ovy melengkapi Novi yang memiliki bakat di bidang bisnis. Mereka lalu melakukan riset demi riset. Percobaan demi percobaan pun dilakukan untuk menemukan produk paving block dengan bahan limbah plastik yang mumpuni.
Setelah melakukan beberapa kali percobaan, mereka gagal. Tapi Novi dan Ovy tak patah semangat. Mereka sepakat bahwa, dalam usaha menjaga dan melestarikan lingkungan, hal yang terpenting adalah memulai dan mencoba. Tidak perlu utuh dan sempurna di awal. “Kalau tunggu semuanya harus perfect dulu, kita enggak akan mulai-mulai,” kata Novi.
Keterbatasan modal juga awalnya menjadi kendala. Mereka terpaksa memulai pekerjaan seperti mencacah limbah plastik secara manual dengan menggunakan gunting. Selain itu, mesin-mesin produksi yang digunakan untuk membuat produk material bangunan dari campuran plastik perlu modifikasi khusus. Berbagai modifikasi mesin pun dicoba hingga ditemukan desain yang sesuai.
Pekerja mencampurkan semen dan sampah plastik yg sudah dihancurkan guna pembuatan Paving Blok berbahan sampah plastik di bengkel kerja Rebricks Indonesia di Jakarta, 6 Juli 2022. Tempo/Tony Hartawan
Perlahan tim Rebricks bertumbuh. Novi dan Ovy akhirnya merekrut Arif Sandjaya, dosen teknik sipil, yang membantu mereka dalam proses riset dan pengembangan. Arif berkontribusi besar menyempurnakan produk-produk Rebricks.
Setelah 1,5 tahun Rebrick beroperasi, akhirnya tercipta paving block yang siap pakai dan siap jual. Penampilan produk Rebricks terlihat persis seperti paving block biasa. Namun, jika diperhatikan dari dekat, akan terlihat serpihan-serpihan kecil plastik. Paving block produksi Rebricks juga dapat bertahan hingga 10-20 tahun.
Menurut Novi, produk Rebricks tidak memiliki perbedaan mencolok dengan paving block konvensional. Tujuannya agar pekerja mudah menggunakannya. “Kalau paving block konvensional (beratnya) 2,5 kilogram, (produk Rebricks) ada di angka 2,2 kilogram.”
Edukasi soal Sampah Plastik
Awalnya Rebricks mengalami kesulitan mengumpulkan sampah plastik. Tidak banyak warga sekitar yang memilah sampah plastik. Selain itu, warung-warung tidak banyak yang mau menyumbangkan sampah plastik mereka. Namun keadaan mulai berubah setelah Novi dan Ovy menyebarkan informasi mengenai Rebricks melalui media sosial.
Berkat promosi lewat media sosial, Rebricks mulai mendapatkan suplai limbah plastik yang melimpah. Hingga saat ini, mereka mengalami kelebihan suplai karena sampah plastik terus-menerus dikirim ke kantor Rebricks. Bahkan pada hari libur Rebricks masih mendapat sampah plastik. Menurut Novi dan Ovy, kiriman limbah plastik terus membeludak karena tidak ada lagi tempat yang menerima kiriman sampah plastik single use. Bank Sampah pun menolak. “Saat ini yang menerima hanya Rebricks dan Indocement,” kata Novi.
Pekerja menghancurkan sampah plastik. Tempo/Tony Hartawan
Kendati demikian, Rebricks berkomitmen tidak mengirim satu pun limbah yang mereka dapatkan ke tempat pembuangan akhir (TPA) sampah. Rebricks mempertahankan visi mereka untuk berkontribusi terhadap lingkungan hidup serta menjalankan ekonomi sirkular seutuh mungkin, sebisa mereka.
Rebricks Balik Modal
Menurut Novi, Rebricks sudah mencapai break-even point alias kembali modal sejak tahun lalu. Namun dia mengatakan suplai limbah sampah plastik masih jauh lebih tinggi dibanding permintaan masyarakat terhadap produk Rebricks. Padahal setiap hari ada saja konsumen yang membeli produk Rebricks. “Jadi, demand-nya sudah dapat, tapi suplai tetap besar,” kata dia.
Perusahaan dengan produksi mencapai 100 meter persegi paving block setiap hari ini terus berkembang. Salah satunya adalah peningkatan angka penjualan. Pada 2019, produk mereka terjual sebanyak 500 meter persegi. Adapun pada 2021, penjualan berkembang lima kali lipat. Untuk semester I 2022, Novi mengatakan penjualan sebanyak 500 meter persegi setiap bulan. Secara keseluruhan, penjualan Rebricks meningkat 20 persen.
Setiap bulan Rebricks mendapat pelanggan maupun kolaborator perusahaan yang baru. Rebricks juga mendapat pesanan dari luar Jakarta, seperti Merak, Surabaya, Puncak, dan Bandung. Bahkan pada tahun ini mereka akan mengirim produk ke Lampung. Mereka pun menargetkan ekspor ke Singapura untuk berkolaborasi dengan Dulwich College tahun ini.
Selain bernilai ramah lingkungan, produk-produk Rebricks dijual dengan harga yang cukup bersaing dibanding paving block bersertifikasi lainnya, yaitu Rp 110 ribu per meter persegi. Pembeliannya pun relatif mudah. Pembeli hanya perlu membuka situs Rebricks untuk melihat katalog, kemudian menghubungi nomor WhatsApp yang tertera di katalog tersebut. Pengiriman relatif cepat karena stok produk Rebricks selalu ada.
Pekerja menyusun Paving Blok berbahan sampah plastik. Tempo/Tony Hartawan
Rebricks di Masa Depan
Di masa mendatang, Novi dan Ovy ingin menyempurnakan produk-produk Rebricks, di antaranya meningkatkan kuat tekan. Kuat tekan produk Rebricks saat ini berada di angka 250 kilogram per sentimeter persegi. Dayanya belum cukup untuk masuk ke kriteria material bangunan SNI kelas A yang ditargetkan oleh Rebricks.
Selain dari sisi produk, Rebricks berencana menambah cabang di setidaknya lima kota besar pada 2023. Mereka ingin mendaur ulang lebih banyak sampah plastik sekali pakai. Untuk itu, Rebricks ingin berkolaborasi dengan perusahaan ecopreneur lain untuk mengolah limbah menjadi produk selain material bangunan, misalnya peralatan rumah tangga. Mereka juga ingin meningkatkan kesadaran pentingnya mendaur ulang dengan memberikan edukasi-edukasi ke sekolah.
Novi dan Ovy pun berambisi menyempurnakan bentuk ekonomi sirkular bisnis mereka. Bentuk konkretnya adalah menerima produk-produk Rebricks yang sudah tidak digunakan lagi oleh pelanggan atau kolaborator. Produk tersebut akan dihancurkan dan diproduksi ulang menjadi barang baru. Namun masih diperlukan modal yang besar untuk membeli mesin-mesin penghancur yang memadai.
NATHANIA S. ALEXANDRA | KODRAT
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo