Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA — Pemerintah menugaskan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengurus perdagangan dan bursa karbon. Kewenangan ini tertera dalam Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) yang baru disahkan pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam aturan tersebut, OJK bertugas mengatur dan mengawasi kegiatan jasa keuangan di bursa karbon, selain di pasar modal dan keuangan derivatif. Otoritas nantinya menunjuk penyelenggara pasar yang bakal mengembangkan kegiatan atau produk berbasis unit karbon berdasarkan peraturan OJK.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menuturkan, terdapat dua opsi penyelenggara bursa karbon. Salah satunya menugaskan Bursa Efek Indonesia (BEI) memperjualbelikan karbon. "Opsi lainnya adalah membentuk pasar baru yang didedikasikan untuk karbon," kata dia. Di pasar global, opsi kedua lebih banyak menjadi pilihan karena memudahkan pengelolaan lebih berfokus pada karbon saja.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar. TEMPO/Tony Hartawan
Bursa Efek Indonesia sebelumnya menyatakan kesiapan menjadi penyelenggara pasar karbon. Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna menuturkan pihaknya sedang mengembangkan sistem perdagangan karbon pada 2023. Selain itu, perusahaan meneken nota kesepahaman pengembangan perdagangan dengan Asosiasi Perdagangan Karbon Indonesia.
Tugas pengaturan dan pengawasan bursa karbon untuk OJK menimbulkan tanda tanya soal nasib Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan. Pasalnya, komoditas merupakan fokus utama mereka.
Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Pasar Bappebti, Tirta Karma Senjaya, menuturkan, pihaknya aktif terlibat dalam berbagai pembahasan soal bursa karbon bersama kementerian dan lembaga lain. Dia mencontohkan pembahasan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon. Ketika aturan itu terbit, Bappebti masih berpikir mereka bakal mengurus bursa karbon.
Namun kemudian muncul Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 21 Tahun 2022 tentang Tata Laksana Penerapan Nilai Ekonomi Karbon. Aturan itu mengatur bahwa penyelenggara bursa karbon adalah bursa efek atau penyelenggara yang telah mendapatkan izin usaha dari OJK.
Menurut Tirta, hingga saat ini pihaknya belum mengetahui peran Bappebti ke depan perihal bursa karbon. "Untuk perdagangan karbon di bursa, belum ada pembahasan lebih lanjut dengan OJK," ujar dia.
Tirta mengatakan Bappebti sudah memiliki ekosistem untuk menyelenggarakan bursa karbon. Namun, jika kewenangannya diserahkan kepada OJK, dia menjamin pihaknya tetap akan mendukung keputusan tersebut.
Hutan mangrove Teluk Bintuni di Papua Barat, 2019. TEMPO/Nita Dian
Direktur Center of Economic and Law Studies, Bhima Yudhistira, mengatakan idealnya ada kolaborasi antara OJK dan Bappebti dalam mengurus bursa karbon. "Meskipun UU PPSK mengamankan OJK sebagai regulator bursa karbon." Salah satunya karena karbon secara umum didefinisikan sebagai komoditas, bukan efek.
Selain itu, Bappebti sudah berpengalaman mengelola komoditas dan memiliki ekosistem yang cukup. Dengan begitu, pemerintah bisa menghemat waktu dan biaya untuk menggelar perdagangan karbon. Bhima menyarankan agar OJK dan Bappebti berbagi tugas dalam mengurus bursa karbon.
"Bappebti mengatur perdagangan komoditas karbon, sementara OJK memfasilitasi perusahaan yang terlibat dalam perdagangan karbon dengan pembiayaan lembaga keuangan, misalnya untuk dijadikan sebagai jaminan," kata dia.
ARRIJAL RACHMAN | VINDRY FLORENTIN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo