Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia membantah cadangan nikel di Tanah Air hanya bertahan 9 sampai 13 tahun. Menurut dia, masih banyak cadangan nikel di Indonesia yang belum dieksplorasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Ada cadangan terkira yang belum dieksplorasi. Di Papua kan belum diapa-apain. Jayapura, Nabire, itu banyak. Raja ampat, itu masih ratusan juta. Jadi masih banyak lah nikel kita itu," ujarnya saat ditemui di kantor BKPM, Jakarta Selatan pada Kamis, 16 Februari 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di sisi lain, ia menuturkan umur smelter di Indonesia rata-rata mencapai 10 sampai 20 tahun. Terlebih, menurutnya, cadangan nikel Indonesia adalah yang terbesar di dunia, yakni sebesar 25 persen.
Selain itu, ia menilai Indonesia baru menggarap nikel secara masif pada 2017 sampai 2018. Karena itu, ia menegaskan pemerintah akan tetap mendorong pembangunan smelter nikel, yang ditargetkan mencapai 53 smelter pada 2024. Bahlil meyakini langkah tersebut dapat menambah 40 persen nilai tambah nikel.
Adapun ihwal strategi pemerintah untuk menjaga keseimbangan produksi nikel, Bahlil mengatakan akan mengedepankan pemakaian teknologi dan energi terbarukan. "Jadi kalau dibilang mau dibatasi, cara membatasinya adalah dengan membuat mereka jangan bikin nilai tambahnya 80 persen tapi harus dengan sampai end to end," ucapnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Rizal Kasli melaporkan saat ini umur cadangan bijih nikel di Indonesia hanya bisa mencapai 13 tahun. Angka tersebut dengan mengambil asumsi bahwa cadangan setiap tahun kapasitas smelter yang berteknologi pirometalurgi yang mengolah bijih nikel kadar tinggi (saprolite) hingga 100 juta ton per tahun.
Dengan teknologi hidrometalurgi, tuturnya, umur cadangan bijih nikel diperkirakan sekitar 60 tahun dengan asumsi jumlah cadangan 3,6 miliar ton dan tingkat produksi bijih nikel kadar rendah sebanyak 60 juta ton per tahun.
"Jika pemain nikel semakin agresif untuk melakukan produksi, efek yang pasti terjadi adalah cadangan nikel akan habis dalam waktu yang lebih cepat dan efek ke lingkungan yang merusak," kata dia dalam keterangannya pada Selasa, 14 Februari 2023.
Rizal juga merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh Universitas Haluoleo, Sulawesi Tenggara 2022 yang menyimpulkan bahwa kenaikan aktivitas pengolahan nikel di fasilitas smelter sekitar Kabupaten Morowali telah menyebabkan degradasi lingkungan. Walaupun secara dampak ekonomi terlihat kenaikan PDB, tuturnya, tetapi penelitian ini menemukan bahwa aktivitas tersebut telah menyebabkan kerusakan lingkungan.
Kerusakan tersebut di antaranya, sedimentasi di pantai, permasalahan sampah karena lahirnya kawasan kumuh baru, dan polusi di berbagai aspek, termasuk air, udara, dan suara. Belum lagi konflik sosial yang terjadi sebagai akibat dari migrasi penduduk serta gesekan dengan pekerja asing.
Karena itu, ia menilai penting bagi pemerintah Indonesia untuk mengetatkan aktivitas pertambangan dan pengolahan nikel sebelum dampak kerusakan alam menjadi tidak terkendali. Terlebih, dari kajian ilmiah itu diprediksi bahwa dampak yang lebih parah, seperti permasalahan sanitasi, banjir, dan polusi laut, bisa saja terjadi jika aktivitas proses produksi nikel tidak dilakukan dengan amat berhati-hati dan mengedepankan keberlanjutan.
Pilihan Editor: Agar Biaya Haji Murah, AMPHURI: Maksimalkan Dana Setoran untuk Investasi Menguntungkan