"AIR susu ibu saja untuk bayi tiga bulan tidak cukup," kata
suatu iklan, yang bertujuan mempromosikan susu formula (buatan
pabrik). Menurut seorang dokter, iklan semacam itu "kurang
mendidik. Ia menyesatkan pengertian umum tentang peranan Air
Susu Ibu (ASI)."
Namun pesan komersial seperti itu masih dibiarkan beredar di
Indonesia. Tidak demikian halnya di Sri Lanka yang -- seperti
Indonesia--juga mendorong pemakaian ASI.
Sri Lanka baru saja melarang segala bentuk iklan susu
formula untuk bayi. Pelahggar yang masih saja mempromosikan susu
formula di radio, televisi dan koran, akan didenda 3.000 rupee
(Rp 103 ribu) atau dipenjarakan selama tiga bulan. Walau
penjualannya masih diizinkan, pada kemasan susu formula harus
dibubuhi tulisan: "Air Susu Ibu adalah yang terbaik."
Departemen Kesehatan Sri Lanka menelurkan kebijaksanaan itu
untuk memperkuat suatu rekomendasi Organisasi Kesehatan se-Dunia
(WHO) dan Dana untuk Kesejahteraan Anak-anak se-Dunia (UNICEF).
Sementara itu, menurut sebuah laporan dari London, industri susu
formula masih saja melancarkan promosi ke negara-negara sedang
berkembang. The International Baby Food Action Network. Jenewa,
tahun ini mencatat 3 31 kasus pelanggaran atas rekomendasi WHO
dan UNICEF oleh sedikitnya 21 produsen.
Rekomendasi WHO dan UNICEF (Jenewa, 12 Oktober 1979) dengan
tegas melarang segala bentuk promosi penjualan (termasuk iklan
promosi) susu formula atau makanan tambahan dalam botol untuk
bayi. ASI, demikian rekomendasi itu, adalah satu-satunya makanan
alam yang dibutuhkan bayi. Kedua badan PBB itu mendorong kaum
ibu untuk menyusui sendiri bayinya.
WHO dan UNICEF semula menjumpai banyak iklan susu formula
melamplui batas, hingga lahirlah rekomendasi tadi. Kaum ibu
seolah dibujuk oleh iklan itu untuk bergantung pada susu
formula. A.Z. Nasution SH, Wakil Ketua Yayasan Lembaga Konsumen,
Jakarta, membenarkan penilaian tadi. "Pada umumnya, iklan susu
formula merangsang konsumen bertindak salah, yaitu menggantikan
ASI dengan susu formula," katanya.
Belakangan ini, katanya lagi, ia mulai menjumpai iklan
beberapa pengganti makanan bayi (seperti bubur dalam kaleng)
dengan zat penyedap. "Bayi sesungguhnya tidak membutuhkan
penyedap. Rasa sedap itu dipakai untuk mempengaruhi lidah sang
ibu."
UNICEF (menyumbang US$ 50 ribu atau Rp 31,5 juta),
bekerjasama dengan Departemen Kesehatan Indonesia, pernah
menyelenggarakan promosi pemanfaatan dan peranan ASI di negeri
ini. Berbagai poster (sejak Oktober 1979 sampai pertengahan
1980) disebarkan di Puskesmas, Rumah Sakit Bersaiin, dan
beberapa tempat yang sering dikunjungi kaum ibu. Kampanye serupa
juga dilakukan lewat radio, televisi, koran dan majalah. Suatu
poster yang disebarkan, misalnya, dibuat dengan mengutip surah
Al Baqarah ayat 233: "Para ibu hendaklah menyusukan anak anaknya
selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan
penyusuan."
Tapi, karena koordinasi dengan Departemen Penerangan tidak
baik, kampanye itu dianggap kurang berhasil. Dan promosi
industri pun masih berjalan terus. Dalam suatu iklan tampak
malah bayi montok dan sehat dengan gembira duduk di sisi kaleng
susu formula.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini