Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Belak-belok Tol Sumatera

Tarik-ulur soal suntikan modal, pembangunan jalan tol Sumatera mandek. Dipo Alam dituding mengganjal.

4 Agustus 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ANTREAN truk mengular di Desa Hatta, Kecamatan Bakauheni, Lampung Selatan. Perbaikan jalan yang dilakukan dari mulut Pelabuh­an Bakauheni membuat ruas jalan itu hanya bisa dilalui satu lajur. Para pengendara harus rela menunggu berjam-jam agar bisa lolos melaju ke arah Bandar Lampung atau sebaliknya.

Sunaryoto, sopir truk yang hendak ke Semarang, mengatakan tertahan selama lima jam di jalur ini. Meski sudah kerap bolak-balik lintas Sumatera-Jawa, dia acap putus asa jika melewati jalan di Sumatera. "Kondisi jalannya tak pernah berubah, selalu rusak parah," katanya kepada Tempo, Selasa pekan kedua Juli lalu.

Kerusakan jalan juga dikeluhkan Ridwan Halibi, pengusaha jasa ekspedisi di Lampung. Pemilik CV Hikmah Transportasi ini mengatakan jalan yang rusak parah membuat beban pengusaha membengkak. "Sementara di Pulau Jawa bayar tol untuk jalan yang mulus, di sini melewati jalan rusak parah pun kami harus bayar pungli."

Jalur Bakauheni-Bandar Lampung merupakan jalan utama menuju lintas Sumatera. Dari Bandar Lampung, pengendara akan melewati Terbanggi Besar untuk masuk ke jalur lintas Sumatera dan lintas tengah yang menghubungkan sejumlah provinsi. Tak mengherankan jika jalur ini menjadi jalur yang sangat sibuk untuk arus barang dan orang.

Amburadulnya jalan di Sumatera sudah lama terjadi. Saban tahun ada saja jalan yang harus diperbaiki. Menurut Ridwan, rencana pemerintah membangun jalan tol di sepanjang lintas Sumatera merupakan angin segar bagi para pengusaha. Namun rencana itu belum juga terealisasi hingga sekarang. "Kami bisa menghemat banyak kalau ada tol," ujarnya.

Jalan Tol Trans Sumatera sebetulnya sudah dirancang sejak dulu. Pemerintah berencana membangun jalan berbayar yang membentang dari Bakauheni hingga Aceh dengan investasi lebih dari Rp 200 triliun. Jalan sepanjang 2.771 kilometer ini akan dibagi menjadi 23 ruas. Proyek yang masuk Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) ini rencananya akan rampung pada 2025.

Untuk merealisasi rencana itu, PT Hutama Karya ditunjuk sebagai pelaksana pembangunan jalan. Selain proyek jalan ini tak laku ditender, 100 persen saham perusahaan negara bidang konstruksi ini dimiliki pemerintah. Dengan posisinya itu, Hutama Karya bisa mendapatkan penyertaan modal negara (PMN). Awalnya pembangunan jalan bebas hambatan ini ditargetkan bisa dimulai pada September 2013.

Segala rencana sudah dibuat, PMN sempat diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat sebesar Rp 2 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2013. Meskipun anggaran sudah diketuk, DPR tiba-tiba membatalkan pencairannya dengan alasan belum dibahas di komisi terkait. Penyertaan modal kembali diajukan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2014. Pengajuan kedua ini kembali ditolak parlemen.

Seorang pejabat pemerintah yang mengikuti pembahasan jalan tol Sumatera sejak awal mengatakan pihak yang menolak penggunaan PMN sebenarnya bukan DPR, melainkan Sekretaris Kabinet Dipo Alam. Dengan alasan ingin "mengamankan" Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dari masalah hukum, Dipo meminta pembangunan jalan tol Sumatera tidak menggunakan uang negara.

Padahal, kata pejabat tadi, "Jalan ini dibangun karena kebutuhan infrastruktur, tapi tak laku ditenderkan." Jadi, menurut dia, pemerintah seharusnya masuk untuk mendorong pembiayaan. Gara-gara alotnya pembahasan soal penyertaan modal itu, akhirnya rencana pemasangan tiang pancang pada 2013 urung dilakukan.

Dipo tetap berkukuh bahwa badan usaha milik negara tak bisa mendapatkan uang negara untuk menjalankan bisnisnya. "Komunikasi dengan Dipo sudah buntu," kata pejabat itu. Saat dimintai konfirmasi, Dipo mengakui memang tidak setuju uang negara digunakan untuk pembangunan jalan tol Sumatera. "Pemerintah tak ada uang dan kami harus hati-hati," ucapnya.

l l l

SIDANG kabinet paripurna di kantor Presiden pada Jumat pekan kedua Juli lalu berlangsung hampir dua jam. Ada beberapa agenda yang dibahas, di antaranya masalah 100 hari terakhir masa kerja pemerintah. "Presiden ingin memastikan prioritas program ekonomi seperti percepatan pembangunan infrastruktur bisa diselesai­kan dalam 100 hari terakhir," kata Menteri Koordinator Perekonomian Chairul Tanjung. Salah satu yang dibicarakan adalah Jalan Tol Trans Sumatera. "Itu masih kami bahas di kementerian ekonomi."

Meski masuk pembahasan, eksekusi rencana pembangunan jalan tol Sumatera itu masih gelap. Draf revisi peraturan presiden tentang penunjukan Hutama Karya sebagai pelaksana pembangunan tol Sumatera hingga saat ini belum juga terbit.

Dalam rapat koordinasi infrastruktur yang digelar pada 25 Juni 2014, dari 23 ruas yang rencananya dibangun, hanya empat yang dipastikan akan ada groundbreaking, yaitu Medan-Binjai, Palembang-Indralaya, Pekanbaru-Dumai, dan Bakauheni-Terbanggi Besar.

Nah, dalam pertemuan itu, skema pembiayaan diubah. Semula Hutama Karya akan mendapat suntikan modal pemerintah, tapi kini Pusat Investasi Pemerintah (PIP) yang akan memberikan pinjaman lunak. Menurut pejabat tadi, pembangunan empat ruas tol yang memakan biaya Rp 31,5 triliun sebetulnya jauh lebih murah dengan menggunakan PMN.

Dia menjelaskan, suntikan modal untuk Hutama Karya hanya diberikan pada tahap awal untuk penguatan aset perusahaan. Kebutuhan suntikan modal hanya Rp 11 triliun. Dengan suntikan modal itu, Hutama Karya akan lebih leluasa mengajukan pinjaman. "Dengan mengeluarkan dana sebesar itu, pemerintah akan mendapat aset senilai Rp 31 triliun. Skema ini bisa mempercepat pembangunan," kata pejabat tadi.

Chairul mengatakan perubahan skema ini merupakan jalan tengah setelah usul penyertaan modal ditolak pemerintah melalui Dipo Alam. "Yang penting proyek bisa jalan," katanya.

Menteri Chairul yakin, jika proyek ini sudah jadi, dalam sepuluh tahun, akan laku dijual. "Setelah jadi jangan dioperasikan Hutama Karya, langsung dijual dan untungnya akan berkali lipat," ujarnya. Setelah dijual, kata dia, perusahaan pelat merah itu bisa langsung melunasi utang ke PIP. "Sisanya dipakai untuk membangun ruas yang lain."

Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan, yang sebelumnya ngotot agar suntikan modal itu cair, kini juga berubah haluan. "Waktu itu kita ingin ada PMN karena pembangunan tidak hanya empat ruas," kata Dahlan. Dia mengakui empat ruas yang akan dibangun pada 9 Oktober 2014 ini sebenarnya masih tidak menguntungkan secara bisnis. "Tapi tak masalah. Yang penting ada solusinya."

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Sofjan Wanandi heran kenapa pemerintah hanya mengumbar janji. Menurut dia, ada beberapa keuntungan jika proyek itu jadi dibangun, yaitu pemerataan pertumbuhan ekonomi dan pengurangan ongkos logistik. "Pusat ekspor, seperti kelapa sawit, ada di Sumatera," katanya.

Dia meminta pemerintah memberi kepastian mengenai pembangunan jalan tol ini. "Tapi saya pesimistis proyek ini bisa jalan, mengingat pemerintah sekarang tinggal beberapa bulan lagi." Jika gagal lagi, bukan tidak mungkin skema pembiayaan proyek ini diubah lagi oleh pemerintah mendatang.

Angga Sukma Wijaya, Nurochman Arrazie (Lampung)


Megaproyek Pulau Andalas

Jalan tol Sumatera digagas untuk memeratakan ekonomi agar tak hanya terpusat di Jawa. Proyek yang sedianya mulai dibangun pada 2013 ini akan menghubungkan kota-kota besar di Sumatera.

  • Empat ruas pertama akan dibangun mulai Oktober 2014 dengan biaya Rp 31,5 triliun
       Medan-Binjai: Rp 2 triliun
        Pekanbaru-Dumai: Rp 14,7 triliun
        Palembang-Indralaya: Rp 1 triliun
        Bakauheni Lampung-Terbanggi Besar: Rp 13,8 triliun 
  • Masuk Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011
  • Ditargetkan rampung 2025

    Pulau SumatraKM
    Bakauheni-Terbanggi Besar150 km
    Terbanggi Besar-Pematang Panggang100 km
    Pematang-Indralaya108 km
    Indralaya-Palembang22 km
    Indralaya-Jambi242 km
    Jambi-Rengat190 km
    Rengat-Pekanbaru178 km
    Pekanbaru-Dumai135 km
    Dumai-Rantauprapat175 km
    Rantauprapat-Kisaran118 km
    Kisaran-Tebingtinggi60 km
    Tebingtinggi-Medan62,4 km
    Medan-Binjai16,8 km
    Binjai-Langsa110 km
    Langsa-Lhokseumawe135 km
    Lhokseumawe-Sigli135 km
    Sigli-Banda Aceh80 km.

    Lintas Penghubung

    Pulau SumatraKM
    Palembang-Muara Enim110 km
    Muara Enim-Lahat-Lubuk Linggau100 km
    Lubuk Linggau-Curup-Bengkulu93 km
    Pekanbaru-Bangkinang-Payakumbuh-Bukittinggi187 km
    Bukittinggi-Padang Panjang-Lubuk Alung-Padang55 km
    Tebingtinggi-Pematang Siantar-Prapat-Tarutung-Sibolga175 km
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus