Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Cabai Tak Lagi Menyengat

Harga cabai terjun bebas selama Ramadan dan Lebaran 2014. Produktivitas dan impor naik.

4 Agustus 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TANAMAN cabai menghampar di lahan seluas 5.000 meter persegi di Desa Kayulemah, Kecamatan Sumberejo, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Cabai keriting yang sudah memerah dibiarkan menggelantung. Sebagian cabai keriting sebesar kacang panjang itu bahkan sudah membusuk.

Sang empunya ladang, Arifin, 34 tahun, sengaja tak memanen cabainya. Dengan harga cabai Rp 4.000 per kilogram di tingkat petani, petani sekaligus tenaga pendamping di Dinas Pertanian Bojonegoro ini tak berani memanen karena ongkos panen lebih mahal dibanding harganya. "Petani berani memanen jika harga cabai di sawah Rp 7.000 per kilogram," ujar Arifin, Selasa dua pekan lalu.

Di sentra-sentra produksi cabai lain di Jawa Timur, seperti Malang dan Lumajang, pemandangan serupa terlihat. Cabai merah rontok berserakan di pematang-pematang sawah. Sebagian tanaman yang masih tegak menyisakan buah kisut dan daun yang menguning layu. "Bobotnya jadi ringan karena gembos. Banyak yang tidak dipanen," kata Tumar, 50 tahun, petani Desa Bades, Kecamatan Pasirian, Lumajang, Jawa Timur.

Sumantono, petani cabai asal Kecamatan Pujon, Malang, terpaksa membiarkan tanaman cabainya tidak diberi pestisida. Akibatnya, cabai yang ditanam perlahan membusuk karena kena penyakit. "Lha mau bagaimana lagi? Kami sudah kehabisan modal," tuturnya.

Tumar mengatakan cabai merah besar di tingkat petani hanya dihargai Rp 1.500 per kilogram, sementara di pasar dijual dengan harga Rp 2.000. Padahal, pada 2013, harga cabai merah pernah menyentuh Rp 28 ribu per kilogram. "Sekali mengunduh pernah bisa dapat Rp 8 juta. Sampai terkaget-kaget waktu itu," kata Juri, petani cabai lain di Lumajang.

Ketua Asosiasi Agribisnis Cabai Indonesia (AACI) Wilayah Jawa Timur Sukoco mengatakan harga cabai pada Juni-Juli merupakan yang terendah selama lima tahun ini. Padahal, memasuki Ramadan dan Lebaran, harga bahan pokok, termasuk cabai, biasanya naik. Harganya di tingkat petani bisa Rp 10-15 ribu per kilogram.

Pada pertengahan Juli 2014, harga cabai rawit merah kualitas nomor satu cuma Rp 4.000-5.000 per kilogram. Sedangkan harga cabai keriting Rp 3.500 per kilogram dan cabai besar Rp 4.000-5.000 untuk kualitas nomor wahid.

Ketua AACI Dadi Sudiyana mengatakan ada banyak faktor yang menyebabkan harga cabai terjungkal. Menurut dia, produksi cabai nasional naik, tapi sebaliknya konsumsi dalam negeri justru turun. Produksi cabai rumah tangga diduga ikut mengurangi penyerapan cabai petani. "Ada bantuan benih di perkotaan dan rumah. Mungkin itu juga mempengaruhi jumlah produksi," ujar Dadi.

Sukoco mengatakan produksi cabai naik karena produktivitas di Jawa Timur naik 30-40 persen. Sementara pada musim tanam 2013 produksi cabai merah besar 8-9 ton per hektare, pada 2014 produksinya mencapai 10-12 ton per hektare. Produktivitas lahan meningkat karena cuaca tahun ini lebih bersahabat.

Meski produksi meningkat, menurut Sukoco, harga cabai seharusnya tak terjun bebas hingga di bawah biaya pokok produksi, yakni Rp 5.000-6.000 per kilogram untuk cabai keriting dan cabai besar serta Rp 7.000 untuk cabai rawit. AACI menuding impor produk turunan cabai untuk kebutuhan industri sebagai biang keladi anjloknya harga cabai. "Masih ada 10-20 persen jatah untuk industri yang menumpuk di pasar," kata Sukoco.

Sukoco menyebutkan cabai yang menumpuk ini adalah cabai yang seharusnya dipasok ke industri lewat pedagang besar atau pemasok. Sedangkan cabai yang sudah dikontrak sejak awal masa tanam tetap terserap normal.

Dadi mengatakan impor produk turunan cabai, seperti pasta cabai, terjadi karena harga sempat melonjak hingga Rp 60 ribu per kilogram sekitar Maret lalu. "Karena mungkin dari luar negeri lebih murah, mereka mikir ngapain repot-repot membeli yang segar dan masih harus mengeringkannya," kata Sukoco.

Sukoco mendapat informasi harga cabai kering impor hanya US$ 1,2-1,5 atau sekitar Rp 15 ribu per kilogram. Satu kilogram cabai kering setara dengan enam kilogram cabai segar. Artinya, harga per kilonya cuma Rp 2.500.

Badan Pusat Statistik mencatat impor cabai segar pada periode Januari-Mei 2014 mencapai 14,7 ton, cabai kering 2.333 ton, dan cabai kering tumbuk 11.577 ton. Menurut catatan BPS, volume impor cabai kering melonjak 73,2 persen dibanding periode yang sama tahun lalu, sementara volume impor pasta cabai naik 130,83 persen.

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi membantah kabar bahwa impor produk cabai menyebabkan harga jatuh. Lutfi mengatakan volume impor tak signifikan dibandingkan dengan konsumsi nasional. "Jumlah 10 ribu ton itu kecil, dibanding total 1 juta ton yang kita makan," ujar Lutfi, Kamis dua pekan lalu.

Lutfi mengatakan, selama ini, lebih dari separuh kebutuhan cabai industri dipasok cabai segar petani. Kalaupun ada tambahan impor, menurut dia, itu karena ada spesifikasi tertentu yang dibutuhkan serta untuk menjamin kestabilan volume dan harga pasokan.

Saat harga cabai di pasar tinggi, Lutfi menyebutkan ada kecenderungan petani memilih menjual langsung ke masyarakat ketimbang ke industri. Menurut dia, industri mengambil opsi impor karena tidak mendapat pasokan dari dalam negeri. "Ini masalah trading terms antara industri dan petani. Selama harga naik-turun, sulit diprediksi."

Lagi pula, kata Lutfi, produk turunan cabai yang diimpor tak langsung masuk ke masyarakat yang menjadi konsumen utama cabai segar petani. Mantan duta besar untuk Jepang ini lebih menyoroti membanjirnya cabai segar di pasar domestik karena panen serentak di berbagai daerah.

Harga yang berfluktuasi membuat pasok­an ikut-ikutan tak pasti. Saat harga tinggi, petani beramai-ramai menanam cabai. Ketika panen serempak, harga cabai anjlok dan petani mengurangi tanaman cabai. Pada musim panen berikutnya, pasok­an berkurang, sehingga harganya kembali naik. "Maka perlu ada nilai tambah dengan pengeringan," ujar Lutfi.

Lutfi mengatakan kondisi bisa berbalik dalam tiga bulan mendatang. Harga cabai akan melonjak karena petani mengurangi tanaman cabai. Dadi membenarkan, petani akan mengurangi tanaman cabai pada musim tanam Juli-Agustus. "Modalnya berkurang gara-gara harga jeblok. Perlu ada bantuan dari pemerintah untuk pupuk dan pestisidanya," tutur Dadi.

Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian Yusni Emilia Harahap menyebutkan penurunan harga tahun ini dipengaruhi produksi cabai yang lebih baik dibanding tahun lalu. Ke depan, kata dia, Kementerian akan mendorong pengolahan cabai dengan pengeringan.

Sukoco berharap pemerintah tak hanya mengatur impor cabai segar, tapi juga produk turunan cabai. Agar stabilitas harga terjaga, Sukoco mengusulkan ada lembaga penyangga seperti Bulog yang menyerap cabai produksi petani. "Pemerintah membeli cabai petani sesuai dengan biaya produksi ditambah margin, baru nanti mereka keringkan. Diatur juga porsi berapa banyak cabai kering yang diproduksi di dalam negeri dan berapa yang diimpor."

Kedua tangan Tumar terus bergerak lincah memetik cabai yang telah memerah dari satu tanaman ke tanaman lain. Bersama enam rekan sedesanya, dia memanen cabai di lahan seluas 1.000 meter persegi milik tetangga. Meski harga jeblok, mereka masih berharap cabai bisa laku dijual.

Bernadette Christina Munthe, David Priyasidharta (Lumajang), Sujatmiko (Bojonegoro), Artika Rachmi Farmita (Malang)


Harga Cabai Merah Per Kilogram

Tertinggi 2013
Rp 28.000

Juli 2014
Rp 4.000

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus