DARI tampangnya, sang pengusaha sudah kelihatan seorang pribumi.
Dari namanya yang mencantumkan marganya, dia sudah diketahui
berasal dari Tapanuli. Ternyata dia masih diminta supaya
menunjukkan akte kelahiran guna meyakinkan panitia tender bahwa
dia memang golongan pri.
Faktor ini muncul dalam suatu seminar di Jakarta pekan lalu.
Sebagian besar pesertanya adalah kaum wiraswasta nasional.
Lembaga studi Strategis, suatu cabang dari Dewan Hankmnas
(Pertahanan Keamanan Nasional), nyelenggarakannya dengan harapan
untuk mengumpulkan saran dan feedback (umpan balik) tentang
pelaksanaan Keputusan Presiden no. 14 tahun 1979.
Keppres ini antara lain bertujuan menertibkan pelaksanaan lelang
atau tender untuk pekerjaan jasa atau pengadaan barang, yang
menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Ternyata masih banyak penafsiran yang membingungkan dalam hal
ini.
Kenapa? "Ini menyangkut sikap mental," demikian Menteri
Penertiban Aparatur Negara (PAN) Dr. J.B. Sumarlin menjelaskan
dalam seminar itu. Diakuinya bahwa para pejabat (panitia tender)
pemerintah di daerah seringkali bersikap mempersulit dan
berlebih-lebihan atau overacting terhadap kaum pengusaha.
Meminta akte kelahiran dianggap suatu contoh sikap mental.
Keppres ini memang mengutamakan pengusaha dari golongan ekonomi
lemah. "Pemerintah ingin mendongkrak golongan ekonomi lemah,"
kata Sumarlin. "APBN ini sebagai instrumennya . . . Tapi ini
tidak berarti rasialis."
Lemah itu di sini sering secara keliru diterjemahkan sebagai
kaum pribumi saja hingga pelaksanaan Keppres itu sering pula
berbau rasialis. Panitia tender ternyata suka meneliti kadar
pribumi dalam suatu perusahaan rekanan. Maka terdengar gagasan
untuk menggalakkan usaha patungan (joint venture) pri dan
nonpri, supaya kecenderungan rasialis bisa berkurang.
Banyak rekanan diketahui sukar memenuhi persyaratan, terutama
dalam hal surat fiskal. Pejabat adakalanya meminta lamaran
surat fiskal asli dari kantor pajak bukan fotokopinya. Di sini
sikap mental pejabat itu mempersulit. Dirjen Anggaran, Jusuf
Ramli, menjelaskan bahwa lampiran fotokopinya sudah cukup
asalkan aslinya ditunjukkan. Neraca keuangan rekanan
bersangkutan juga sering diminta pejabat. Sedangkan neraca itu
tidak selalu diperlukan.
Sumber Rezeki
Keluhan lain pembukaan tender tidak selalu diumumkan lewat
media massa. Adakalanya panitia tender hanya gundang sejumlah
kecil rekanan, misalnya 7 saja. Biasanya sudah diadakan
kualifikasi untuk tender terbatas. Namun pembatasan itu,
menurut pengamatan pihak wiraswasta, mengandung unsur "suka dan
tidak suka"
Dokumen tender ditetapkan dalam berbagai biaya yang cukup
tinggi. Bagi kaum rekanan yang lemah, itu menjadi persoalan.
Biaya tinggi itu rupanya sekaligus bertujuan menyaring
peserta tender dengan tujuan agar para peserta lebih
bertanggung jawab.
Sumarlin berkali-kali menyebut pelaksanaannya tergantung juga
pada "iktikad baik" pejabat. Namun diakuinya peradilan
administrasi perlu diadakan.
Keppres ini yang semula dikira hanya untuk kontrak yang
menggunakan sumber APBN, ternyata juga berlaku pada non-APBN
seperti perusahaan milik negara. Karena sektor negara merupakan
pembelanja dan pemakai terbesar di Indonesia, pelaksanaan
Keppres ini diduga akan makin menarik di masa depan. Di sini
terdapat sumber rezeki hagi banyak pihak.
Dalam tahap, bermulaan ini pelaksanaan Keppres ini, seperti
dinilai Menteri PPLH Emil Salim, "tak selalu tokcer. Yang
penting ialah arahnya sudah ada."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini