Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Belum "Tokcer"

Pejabat pemerintah yang melaksanakan tender sering bersikap berlebih-lebihan terhadap pengusaha, sehingga timbul praktek rasialis dalam pelaksanaan kepres yang semula bertujuan membantu ekonomi lemah ini. (eb)

22 Desember 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DARI tampangnya, sang pengusaha sudah kelihatan seorang pribumi. Dari namanya yang mencantumkan marganya, dia sudah diketahui berasal dari Tapanuli. Ternyata dia masih diminta supaya menunjukkan akte kelahiran guna meyakinkan panitia tender bahwa dia memang golongan pri. Faktor ini muncul dalam suatu seminar di Jakarta pekan lalu. Sebagian besar pesertanya adalah kaum wiraswasta nasional. Lembaga studi Strategis, suatu cabang dari Dewan Hankmnas (Pertahanan Keamanan Nasional), nyelenggarakannya dengan harapan untuk mengumpulkan saran dan feedback (umpan balik) tentang pelaksanaan Keputusan Presiden no. 14 tahun 1979. Keppres ini antara lain bertujuan menertibkan pelaksanaan lelang atau tender untuk pekerjaan jasa atau pengadaan barang, yang menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Ternyata masih banyak penafsiran yang membingungkan dalam hal ini. Kenapa? "Ini menyangkut sikap mental," demikian Menteri Penertiban Aparatur Negara (PAN) Dr. J.B. Sumarlin menjelaskan dalam seminar itu. Diakuinya bahwa para pejabat (panitia tender) pemerintah di daerah seringkali bersikap mempersulit dan berlebih-lebihan atau overacting terhadap kaum pengusaha. Meminta akte kelahiran dianggap suatu contoh sikap mental. Keppres ini memang mengutamakan pengusaha dari golongan ekonomi lemah. "Pemerintah ingin mendongkrak golongan ekonomi lemah," kata Sumarlin. "APBN ini sebagai instrumennya . . . Tapi ini tidak berarti rasialis." Lemah itu di sini sering secara keliru diterjemahkan sebagai kaum pribumi saja hingga pelaksanaan Keppres itu sering pula berbau rasialis. Panitia tender ternyata suka meneliti kadar pribumi dalam suatu perusahaan rekanan. Maka terdengar gagasan untuk menggalakkan usaha patungan (joint venture) pri dan nonpri, supaya kecenderungan rasialis bisa berkurang. Banyak rekanan diketahui sukar memenuhi persyaratan, terutama dalam hal surat fiskal. Pejabat adakalanya meminta lamaran surat fiskal asli dari kantor pajak bukan fotokopinya. Di sini sikap mental pejabat itu mempersulit. Dirjen Anggaran, Jusuf Ramli, menjelaskan bahwa lampiran fotokopinya sudah cukup asalkan aslinya ditunjukkan. Neraca keuangan rekanan bersangkutan juga sering diminta pejabat. Sedangkan neraca itu tidak selalu diperlukan. Sumber Rezeki Keluhan lain pembukaan tender tidak selalu diumumkan lewat media massa. Adakalanya panitia tender hanya gundang sejumlah kecil rekanan, misalnya 7 saja. Biasanya sudah diadakan kualifikasi untuk tender terbatas. Namun pembatasan itu, menurut pengamatan pihak wiraswasta, mengandung unsur "suka dan tidak suka" Dokumen tender ditetapkan dalam berbagai biaya yang cukup tinggi. Bagi kaum rekanan yang lemah, itu menjadi persoalan. Biaya tinggi itu rupanya sekaligus bertujuan menyaring peserta tender dengan tujuan agar para peserta lebih bertanggung jawab. Sumarlin berkali-kali menyebut pelaksanaannya tergantung juga pada "iktikad baik" pejabat. Namun diakuinya peradilan administrasi perlu diadakan. Keppres ini yang semula dikira hanya untuk kontrak yang menggunakan sumber APBN, ternyata juga berlaku pada non-APBN seperti perusahaan milik negara. Karena sektor negara merupakan pembelanja dan pemakai terbesar di Indonesia, pelaksanaan Keppres ini diduga akan makin menarik di masa depan. Di sini terdapat sumber rezeki hagi banyak pihak. Dalam tahap, bermulaan ini pelaksanaan Keppres ini, seperti dinilai Menteri PPLH Emil Salim, "tak selalu tokcer. Yang penting ialah arahnya sudah ada."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus