Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Berburu Ladang Emas Lippo

Lotte, Wall-Mart, dan Casino bersaing memperebutkan Hypermart.

22 November 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RATUSAN orang berebut masuk ke gerai Lotte Mart di Jalan Pelajar Pejuang 241, Bandung, Kamis pagi dua pekan lalu. Gerai yang baru saja dibuka di Festival City Link itu sedang menggelar promo dan diskon gede-gedean. Konsumen berdesak-desakan memadati gerai bekas Carrefour itu.

Inilah retail pertama Lotte di Kota Kembang. Pembukaan supermarket raksasa itu semakin memperkukuh ekspansi Lotte pada tahun ini. Hanya dalam kurun empat bulan, perusahaan retail asal Korea Selatan itu membuka tiga gerai. Pada Agustus dan Oktober lalu, Lotte membuka gerai di Ganda­ria City, Kebayoran Baru, dan Ratu Plaza, Jakarta. ”Tahun depan kami akan lebih banyak membuka gerai baru,” kata Presiden Direktur Lotte Mart Indonesia, Moon Young-Pyo, kepada para wartawan.

Lotte mulai memasuki bisnis ­retail ­Indonesia sejak November dua tahun lalu. Ketika itu Lotte mengakuisisi ­Makro Cash & Carry. Pertengahan tahun lalu, 19 gerai Makro diubah menjadi Lotte Mart Wholesale—semacam grosir.

Kini perusahaan retail dari Negeri Ginseng itu kembali menjadi pusat perhatian. Lotte, yang menggandeng HSBC, berniat mengambil alih sebagian besar saham Hypermart milik PT Matahari Putra Prima. Perusahaan retail dari kelompok Lippo itu berniat menjual supermarket raksasanya itu karena akan berfokus pada bisnis properti dan kesehatan. Lotte siap mengucurkan dana US$ 1 miliar (sekitar Rp 9,2 triliun) demi menguasai Hypermart.

Direktur Operasional Lotte Shopping Indonesia, Jusuf Halim, enggan berkomentar banyak atas rencana membeli Hypermart. ”Tanya ke Moon Young-Pyo saja,” ujarnya kepada Tempo di Jakarta pekan lalu. Yang terang, Lotte bukan satu-satunya calon pembeli Hypermart. Lotte harus berhadapan dengan Wall-Mart, raksasa retail dari Amerika Serikat, dan Casino Guichard-Perrachon dari Prancis. Sebenarnya peretail asal Korea Selatan lainnya, Shinsegae dan Carlyle Group, juga tertarik membeli Hypermart. Tapi keduanya belakangan mundur.

Sejauh ini penjualan Hypermart memang belum rampung. Matahari Put­ra, sebagai pemilik Hypermart, juga sedang menunggu kajian lengkap dari Merrill Lynch, penasihat keuangannya. Menurut Presiden Direktur Matahari Benjamin Mailool, rekomendasi Merril Lynch akan menjadi pegang­an utama Matahari Putra. ”Ada beberapa opsi, bisa akuisisi dan merger, atau menggandeng mitra dengan menjual ­sebagian saham,” ujarnya kepada Tempo di Jakarta pekan lalu.

Para analis kaget mengetahui rencana Matahari melepas Hypermart. Retail itu termasuk ladang emas Grup Lippo. ”Hypermart mesin pertumbuh­an utama Matahari,” ujar analis PT BNI Securities, Akhmad Nurcahyadi, di Jakarta pekan lalu. Jika Hypermart dijual, kata dia, itu justru bisa menurun­kan pertumbuhannya yang sudah baik. Akhmad ragu Matahari bisa membuat mesin pertumbuhan baru. ”Lihat saja Galeria, tidak sukses.”

Menurut Akhmad, dibanding supermarket dan department store—dua divisi lain Matahari—Hypermart sangat menguntungkan. Usia Hypermart baru enam tahun, lebih muda dibanding department store-nya yang sudah puluh­an tahun. Tapi tahun lalu Hypermart sanggup menyumbang pendapatan Rp 6,5 triliun buat Matahari. Tahun ini kontribusinya diperkirakan bisa naik menjadi Rp 8 triliun. Hypermart ter­masuk tiga pemain besar retail di Indonesia, selain Carrefour dan Giant.

Justru karena menguntungkan itulah Lotte ingin membeli Hypermart. Menurut Ahn Ji-Young, analis di IBK Securities, Lotte memilih menancapkan kuku di bisnis retail Indonesia melalui Hypermart. ”Lotte ingin berfokus di negara yang sudah beroperasi dengan baik, seperti Indonesia dan Cina,” ujarnya seperti dilansir Reuters pekan lalu.

Menurut Akhmad, persaingan memperebutkan Hypermart bakal seru. Apalagi Lotte, Wal-Mart, dan Casino termasuk perusahaan retail kelas dunia. Ketiganya punya ciri khas dan keunggulan masing-masing. ”Matahari tidak akan memilih sekadar berdasarkan ukuran besarnya, tapi juga melihat unsur kultur, cita rasa bisnis, dan platformnya,” katanya.

Nieke Indrietta, Eka Utami Aprilia (Jakarta),Alwan Ridha Ramdani (Bandung)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus