UNDANG-UNDANG Lalu Lintas -- berlaku 17 September 1992 -- telah memanaskan pasar sabuk pengaman. Barang yang dulu hampir tak dicari orang itu kini malah laku keras. Di Jakarta, Medan, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, benda itu lenyap begitu saja dari pasaran. Penyebabnya adalah satu ayat dalam Undang-Undang Lalu Lintas, yang menyebutkan bahwa pemakai kendaraan roda empat atau lebih yang tidak mengenakan sabuk pengaman bisa dihukum kurungan paling lama 1 bulan atau denda maksimal Rp 1 juta. Ayat ini tentu tak bisa ditawar-tawar. Maka, pemilik kendaraan tanpa sabuk, yang jumlahnya diperkirakan lumayan besar, segera menyerbu pasar. Harga berbagai jenis seat belt itu kontan melonjak. Sabuk pengaman buatan lokal, yang biasanya Rp 25.000 sepasang, membubung hingga Rp 100.000. Harga sabuk eks Taiwan atau Jepang merayap sampai Rp 225.000 sepasang. "Ini seperti barang mati yang hidup lagi," kelakar Hendy, pedagang onderdil mobil di Pasar Senen, Jakarta. Selama ini stok sabuknya terbatas, karena yang laku pun sedikit. Paling banyak sebulan terjual sepasang dua. Itu pun labanya tipis, sekitar Rp 6.000 per pasang. "Dulu, seat belt hanya jadi sampah di toko kami," ujar Ginantono, pemilik toko onderdil mobil di Medan. Katanya, cuma pekerja asing yang mencari sabuk pengaman. Semenjak Undang-Undang Lalu Lintas gencar diberitakan, sabuk pengaman naik pamor. Di beberapa kota, para penjaja bisa menjual sabuk 20 hingga 50 pasang tiap hari. Para pedagang di Pasar Senen, Jakarta, selama beberapa hari pernah menjual 800 pasang bikinan lokal dan 100 pasang asal impor. Di Bandung. sabuk pengaman sampai dijual oleh pedagang asongan di sepanjang Jalan Banceuy. Kebanyakan yang memburu adalah pemilik kendaraan karoseri lokal yang belum dilengkapi sabuk pengaman. Selebihnya adalah para pengecer. Produksi sabuk lokal memang terbatas. Pabrik di Bandung, misalnya, hanya sanggup membikin 2.500 pasang sehari. Tentu saja tak mampu mengejar permintaan yang membanjir. Bisnis ini tibatiba "mencetak" wiraswastawan baru. Yono, pembuat jok di Bandung, segera beralih profesi menjadi pembuat seat belt, bahkan bisa menawarkan harga yang lebih murah dari toko. Ia memajang jualannya itu di mobil sedannya yang diparkir di pinggir jalan. Sementara itu, beredar berita di kalangan pedagang, sabuk impor dari Taiwan, Korea, atau Jepang, sebentar lagi tiba. "Sekitar akhir bulan ini stok sudah ada lagi," ujar seorang pedagang. Maka, timbul rasa was-was, khawatir harga bisa jatuh begitu sabuk impor membanjiri pasaran. Tak heran bila mereka tak mau menyetok banyak-banyak. Di Jakarta, kini pasaran sabuk mulai stabil. Apalagi sejak terbetik berita bahwa pemakaian sabuk pengaman akan diberlakukan bertahap. "Pembeli nggak berbondong lagi. Paling-paling saya cuma jual sepasang seharinya," kata seorang pedagang di Pasar Senen, Jakarta. Idealnya, sabuk pengaman memang tidak asal pasang. "Jangan-jangan nanti orang memakai sabuk sama seperti memasang helm," kata Herman Latief, Ketua Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo). Maksudnya, sabuk sekadar sabuk, asalkan lepas dari ancaman tilang sejuta rupiah. Ardian Taufik Gesuri, Wahyu Muryadi, Bina Bektiati, Ida Farida (Bandung), dan Biro-Biro
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini