Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Berebut Pasar Kecantikan

Perkembangan pasaran kosmetika di Indonesia cukup pesat. penjualan kosmetika mencapai Rp 8 milyar per bulan, 60% merupakan bagian dari kosmetika impor, bahan baku untuk tradisional pun masih diimpor.

26 September 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

CUKUP tinggi kegemaran orang Indonesia bersolek. Ini bisa dilihat dari jumlah konsumsi kosmetika yang mencapai Rp 8 milyar per bulan. Pasaran alat kecantikan itu menemukan kejayaan sejak 1979. "Dalam dua tahun terakhir omset kami naik 800%," ucap V. Nico Waworuntu, manajer pemasaran PT CedeF Indo (penyalur merk Lancome). Dari pasaran kosmetika tadi produk asal Prancis ini diperkirakan mengambil bagian sekitar Rp 0,5 milyar/bulan. Lancome mencapai prestasi itu rupanya karena konsumen kelas menengah yang tergoda dengan nama Prancis sebagai pusat mode dan kecantikan. Namun daya beli kalangan yang lebih bawah dari yang menjadi target kosmetika dari Eropa itu ternyata jauh lebih besar. Untuk kalangan ini Viva kelihatannya tak tergoyahkan. Perusahaan ini semula membuat obat APC. Setelah banjir obat dari luar negeri tahun 1967, dia memusatkan perhatian pada kosmetika. Kalau lipstik moon drops buatan Lancome mencapai Rp 4.000, maka produk perusahaan swasta nasional yang berpusat di Surabaya itu harganya cuma Rp 450. Maka tak heran Viva merebut omset sampai Rp 1 milyar/bulan. Dengan sarana konsumen yang sama pula Unilever bisa mengaet sekitar Rp 1,3 milyar, hanya dari produk sabun wangi. Namanya kosmetika, sekali mencoba, lama-lama orang ingin meningkatkan selera. Pilihan mereka pun bersih dari barang yang murah kepada yang harganya beberapa lipat lebih mahal dari buatan lokal orang mau mencoba yang diimpor. Kalau dulunya orang memakai lipstik, bedak, deodorant dari viva, sementara shampoo buatan lidah Boeaya dan minyak rambut keluaran Japarco, sekarang mereka mulai mencoba hasil adonan Max Factor. Revlon Stendals, Mary Quant atau Elizabeth Arden. Atau paling tidak mencoba merk asing buatan lokal Barclay yang lipstiknya Rp 500-an. "Tendensi inilah yang membuat kosmetika impor mendapat-bagian pasar yang lebih besar. Dari penjualan yang mencapai Rp 8 milyar itu 60% menampikan bagian dari kosmetika impor," ulas Yos E. Hudyono, Sekjen Perkosmi (Persatuan Perusahaan Kosmetika Indonesia). Kosmetika impor itu meliputi 30 merk dan masuk dengan berbagai cara. Ada yang resmi diimpor utuh, ada yang setengah jadi. Banyak pula yang masuk secara gelap, sebagaimana yang dikatakan beberapa pengusaha. Harganya bisa lebih murah 30%. "Sebaiknya polisi khusus yang dibentuk Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan juga mengawasi bidang ini," kata Hudyono. Selain selundupan dalam partai besar maupun yang kecil-kecil berupa cangkingan orang yang baru datang dari luar negeri, produsen resmi juga menghadapi saingan dari pengusaha "gelap" dalam negeri yang meniru pola Taiwan. Mereka mencaplok nama-nama merk terkenal. Pengusaha "gelap" ini memukul beberapa produksi dalam negeri yang memang lagi naik namanya. "Salah satu produk kami dibikinnya anjlok sekitar 25%," ucap H. Mohamad Taha, direktur PT Madame Iki, produsen kosmetika yang namanya berasal dari seorang wanita warganegara Malaysia, Madame Iki yang pernah bekerja sebagai tenaga ahli di situ. Lulur 100% Lokal Perkembangan pasaran kosmetika yang paling ramai adalah untuk wangi-wangian, rias dan perawatan kulit yang mencapai 40%. Disusul kemudian kosmetika untuk bayi, rias mata, kebersihan badan dan kuku sebanyak 30%. Beberapa merk lokal maupun impor juga menghasilkan kosmetika untuk kaum pria, seperti deodorant, after shave penyegar setelah cukur) di samping minyak rambut. Serta wewangian seperti eau de cologne dan eau de toilette aneka merk. Tak jauh berbeda dengan pengadaan obat-obatan, bahan baku kosmetika 95 sampai 98% masih impor. "Bukan hanya bahan baku," kata Yos Hudyono "bahkan wadah pun masih diimpor. Terutama wadah-wadah gelas dan plastik yang menuntut kualitas yang baik." Wadah khusus itu diperlukan produsen dalam negeri sebagai bahan pembungkus untuk produksi mereka yang akan dilempar ke luar negeri. Mustika Ratu misalnya, sekalipun dia menyebutkan dirinya sebagai penghasil kosmetika tradisional, harus menggunakan bahan baku impor 40%. "Tapi kalau untuk ramuan lulur 100% bahan bakunya lokal," 'kata Nyonya Mooryati Soedibyo Hadiningrat, Dirut PT Mustika Ratu yang sering muncul dalam acara obat tradisional di TVRI. Omset Mustika Ratu setahun mencapai Rp 600 juta. Variasi produksinya 150 macam. Sejak 1980 malahan sudah ekspor ke Singapura dan Malaysia sebesar Rp 10 juta/bulan. Menurut berbagai sumber, tata niaga kosmetika sendiri belum rapi benar. Di antara produsen yang berjumlah 300 itu ada yang mengikuti pola pedagang besar farmasi. Sebagian lagi mengikuti pasar grosir yang menyalurkannya kepala grosir lain yang wilayahnya lebih kecil. Barang-barang kosmetika itu kadang-kadang bercampur dengan barang-barang kelontong. "Jalur yang bermacam-macam ini merupakan ciri dari tata niaga barang-barang konsumsi yang memungkinkan barang gelap menyusup," ulas para pengusaha yang berkumpul di Perkosmi. Sedangkan importir lebih senan menjual kepada agen yang punya kios di pusat-pusat perdagangan. Malahan mereka sediakan pula penasihat kecantikan untuk mendampingi si pemilik kios. Menurut Dirjen POM, Dr. Midian sekarang ini sudah diperlukan peraturan untuk mengatur expire date (batas waktu pemakaian) dan pencantuman keterangan cara memakai untuk melindungi konsumen. itu dikemukakana menjelang lokakarya tentang Perlindungan Kesehatan Terhadap Kesehatan yang dilakukan POM 8-10 September di Jakarta.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus