Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bergaya Dengan Baju Bekas

Pembeli baju bekas tak melulu mereka yang kesusahan menjangkau sandang baru. Untuk dipakai sendiri atau dijual kembali.

9 Juli 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI tengah terik matahari puncak kemarau, Jumat pekan lalu, Indah Pertiwi tampak santai menyusuri ruwetnya jalanan Pasar Senen, Jakarta Pusat. Di antara lalu-lalang orang dan debu yang beterbangan bersama asap knalpot kendaraan, mahasiswi semester VII perguruan tinggi swasta di kawasan Grogol itu tak jemu keluar-masuk kios yang menjajakan baju bekas.

Beralas kaki sepatu teplek dan bercelana jins, Indah sesekali berhenti dan mengamati aneka baju yang ada di gantungan atau tumpukan yang terserak begitu saja di lantai. "Pilih baju bekas harus telaten. Mereka display-nya enggak rapi seperti di mal," katanya.

Kuliah di kampus yang terbilang mahal di Ibu Kota, Indah bukan tipe konsumen berkantong cekak. Orang tuanya yang tinggal di Magelang, Jawa Tengah, rutin mengiriminya uang saku yang cukup untuk ia belanjakan di mal. Lalu apa yang membuatnya masih mau datang berpanas-panasan mencari pakaian loakan? "Kadang bisa mendapat baju bagus dan bermerek," ujar perempuan 21 tahun ini.

Bukan hanya tak malu bergaya menggunakan sisa orang, ia bahkan tak risau terhadap peringatan pemerintah soal kemungkinan bahaya yang terbawa bersama kain atau produk tekstil bekas yang diimpor dari berbagai negara itu. "Meski murah, baju-baju itu tidak sehat. Banyak bakterinya," kata Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Kementerian Perdagangan Widodo.

Setelah baju dicuci dengan detergen dan air panas, Indah yakin barang yang dibelinya itu aman dipakai. Hanya, kadang masih ada juga rasa risi. Itu sebabnya ia membatasi diri untuk tidak membeli pakaian dalam. Baju luaran atau tas bekas yang lebih banyak ia cari. "Barang yang jika dipakai tak terlalu banyak kontak dengan kulit."

Lain Indah di Jakarta, beda pula dengan motif Winda Ika yang suka berburu baju dan aksesori bekas di Yogyakarta. Di Kota Pelajar itu, sentra penjualan barang selundupan ini ada di kios-kios di lokasi yang terpisah. Di antaranya di Jalan kaliurang, Jalan Godean, dan Jalan Solo. Winda pun tak segan mendatangi setiap kios itu demi mendapatkan barang yang dicarinya. "Banyak baju, jaket, dan tas model vintage yang kalau dicari di mal pun susah. Apalagi harganya murah banget," ucapnya melalui telepon, Ahad lalu.

Bedanya, Winda tak membeli baju atau tas bekas itu untuk dipakai sendiri. Selain hobi, ia melihat ada peluang bisnis dan bisa mengais rezeki tambahan dari sana. "Saya suka beli buat dijual lagi."

Winda, yang kini sedang menyelesaikan pendidikan master di Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada, memang tak rutin berjualan. Dia hanya buka lapak saat ada acara kemahasiswaan di kampus atau keramaian lain di Yogyakarta. "Walaupun cuma tiga-empat kali tiap tahun, lumayan juga buat menambah uang jajan. Sekalian belajar usaha," ujarnya.

Untuk menyiapkan dagangan di tiap gelaran, biasanya Winda mengeluarkan modal Rp 1 juta untuk membeli sekitar 100 lembar pakaian. Agar baju bekas tampak lebih menarik bagi pembeli, Winda biasa mencucinya sebelum dikemas ulang dengan rapi. Dari situ, dalam sepekan pameran atau bazar, ia bisa meraup untung dua-tiga kali modal yang dikeluarkannya.

Pingit Aria

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus