Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Asosiasi Energi Surya Indonesia berharap pemerintah segera menyusun aturan pemanfaatan listrik dari pembangkit tenaga surya atap bangunan (rooftop). Ketua Asosiasi Energi Surya Indonesia, Andhika Prastawa, mengatakan skema PLTS rooftop kini potensial untuk dikembangkan di Tanah Air. "Ada 30 juta gedung di Pulau Jawa, termasuk rumah, hotel, dan pabrik, yang potensial untuk pemasangan panel," kata Andhika kepada Tempo, akhir pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Andhika menuturkan, saat ini perkembangan PLTS atap rumah di Indonesia cukup pesat. Pada 2015, hanya ada 200 rumah pribadi di sekitar Jakarta yang memasang panel surya di atap. Sedangkan saat ini, merujuk ke laporan Asosiasi, pemakai PLTS atap mencapai 400 rumah. Angka tersebut belum termasuk beberapa gedung milik pemerintah ataupun swasta yang turut memasang PLTS. Rata-rata pemilik bangunan memasang pembangkit berkapasitas 1 kilowatt peak (kWp) yang terhubung dengan jaringan setrum milik PT PLN (Persero).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia menilai pertumbuhan pengguna didorong oleh biaya pemasangan PLTS atap yang kian murah. Saat ini dana yang dibutuhkan untuk membeli pembangkit mencapai US$ 1 dolar per watt peak, turun separuh dibanding ongkos pengadaan tiga tahun lalu.
Pemasangan PLTS di atap bangunan dinilai akan membantu pelanggan menghemat tagihan listrik sekitar 30 persen. Jika kebutuhan setrum lebih besar dibanding kapasitas PLTS, pelanggan bisa memakai listrik dari PLN. Sebaliknya, jika daya dari PLTS tak terpakai, PLN bisa memakai setrum itu untuk kebutuhan jaringan. Perseroan kemudian membayar listrik yang dibeli melalui deposit tagihan pada bulan berikutnya.
Skema yang disebut sebagai barter energi ini telah tertuang dalam Peraturan Direksi PLN Nomor 0733 Tahun 2013 tentang Pemanfaatan Energi Listrik dari Fotovoltaik oleh Pelanggan PLN.Aturan ini hanya berlaku bagi pelanggan yang memasang PLTS berdaya 30 kWp ke bawah. Sedangkan skema kerja sama masyarakat-PLN untuk pembangkit dengan daya lebih dari itu belum tersedia.
Asosiasi menilai aturan dibutuhkan untuk mendorong pemanfaatan PLTS di sejuta atap bangunan pada 2025. Pebisnis energi surya sudah menyepakati kerja sama dengan Real Estate Indonesia (REI) untuk membangun pembangkit energi bersih di rumah-rumah baru. Niatnya, kapasitas PLTS atap bangunan melalui skema ini bisa bertambah hingga 1.000 megawatt (MW).Sebanyak 90 persen dari gedung ini akan berada di Jawa karena sistem kelistrikannya sudah siap. "Ini bisa membantu pemerintah menggenjot target bauran energi terbarukan sebesar 25 persen pada 2025," kata Andhika.
Salah satu perusahaan yang menunggu aturan ini adalah PT ABM Investama Tbk. Presiden Direktur ABM Investama, Achmad Ananda Djajanegara, menuturkan aturan yang belum tersedia menjadi alasan perusahaannya belum melaksanakan ekspansi ke sektor energi bersih. Faktor lainnya adalah masih rendahnya permintaan energi surya di Tanah Air. "Saat ini demand-nya belum gede-gede banget, peraturan implementasinya juga belum ada," ujar Ananda kepada Tempo, pekan lalu.
Jika dua faktor tersebut membaik, dia meyakini bisnis PLTS domestik bisa moncer. ABM Investama memiliki lisensi retail panel surya buatan Caterpillar-yang dipasok perusahaan afiliasi PT Trakindo Utama. Ananda mengklaim produknya bisa bersaing dengan barang pabrikan lokal dan buatan Cina yang saat ini membanjiri pasar.
Direktur Perencanaan Pembangunan Infrastruktur Energi Baru Terbarukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Noor Arifin Muhammad, menyatakan pemerintah mendukung pelaksanaan gerakan PLTS di sejuta atap bangunan yang digagas asosiasi bersama pengusaha properti. Saat ini aturan pemanfaatan PLTS atap masih dalam pembahasan di internal Kementerian. "Kami sering melakukan pertemuan dengan para pelaku bisnis energi surya untuk penyusunan peraturan bersama PLN," kata Arifin. ROBBY IRFANY
Potensial tapi Tertinggal
Pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap rumah dinilai paling potensial dikembangkan di Indonesia. Namun sejumlah negara tetangga justru bergerak lebih cepat meningkatkan kontribusi tenaga surya di bauran energi mereka. Tanpa dukungan pemerintah, pengembangan sektor ini dinilai masih berisiko.
Kapasitas pembangkit listrik tenaga surya di ASEAN (megawatt peak)
Thailand | 2.700 | Filipina | 885 | Malaysia | 375 | Singapura | 130 | Indonesia* | 90,1 |
*) termasuk pembangkit milik PLN, pemerintah, dan PLTS mandiri lainnya.
Rencana penambahan PLTS (megawatt peak)
2018 | 3 | 2019 | 47 | 2020 | 214 | 2021 | 281 | 2022 | 0 | 2023 | 200 | 2024 | 0 | 2025 | 300 |
Prospek instalasi panel surya (megawatt peak)
- Mandiri (off grid) | 2.300 | 4,86% | - Atap rumah/gedung | 14.700 | 31,01% | - Komersial dalam jaringan PLN (on grid) | 30.400 | 64,13% |
ROBBY IRFANY | SUMBER: INSTITUTE FOR ESSENTIAL SERVICE REFORM, INTERNATIONAL RENEWABLE ENERGY AGENCY, PLN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo