Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Bila 10 Tahun Mendatang Listrik Indonesia Masih Pakai Batu Bara, Apa Dampaknya?

Produksi listrik di Indonesia masih akan mengandalkan bahan bakar fosil dalam 10 tahun ke depan. Batu bara adalah sumber energi utamanya.

18 Agustus 2022 | 15.34 WIB

Image of Tempo
material-symbols:fullscreenPerbesar
Foto udara progres pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Sumsel 8 di Tanjung Lalang, Tanjung Agung, Muara Enim, Sumatera Selatan, Selasa 16 November 2021. Progres pembangunan PLTU mulut tambang terbesar di Asia Tenggara ini memiliki kapasitas 2 X 660 Megawatt telah mencapai 92,84 persen dan ditargetkan dapat selesai pada 7 Maret 2022 mendatang. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Climate and Energy Campaigner Greenpeace Indonesia Adila Isfandiari memperkirakan dalam 10 tahun mendatang, produksi listrik di Indonesia masih akan mengandalkan bahan bakar fosil sebanyak 88 persen. Dari angka tersebut paling banyak didominasi oleh batu bara sebanyak 67 persen.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Ketergantungan ini masih ada sampai 2030. Karena, pemerintah masih ingin membangun pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara sebesar sebesar 13,8 gigawatt atau 43 persen dari kapasitas eksisting yang kita miliki saat ini selama 10 tahun ke depan,” ujar Adila dalam diskusi daring bertajuk Merdeka dari Energi Fosil yang digelar pada Kamis, 18 Agustus 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pertumbuhan kelistrikan dari tahun 1990-2020, Indonesia masih banyak menggunakan energi fosil, dan yang paling cepat tumbuhnya adalah batu bara. Pertumbuhan penggunaan listrik batu bara ini juga sejalan dengan pertumbuhan emisi gas rumah kaca yang semakin meningkat. Bahkan diproyeksikan akan menjadi penyumbang gas rumah kaca terbesar pada tahu 2030.

Saat ini saja, kata Adila, pertumbuhan penggunaan energi batu bara untuk kelistrikan Indonesia mengalami kenaikkan daripada negara G20 lainnya. Dalam kurun waktu tahun 2015-2020 PLTU dengan batu bara bertambah 44 persen. Itu terjadi ketika negara G20 lainnya pertumbuhannya tidak terlalu banyak, bahkan menurun persentasi pertumbuhan PLTU batu baranya.

Menurut Adila, ketika Indonesia membangun PLTU batu bara yang baru, maka akan terjadi peningkatan emisi dan terjebak dalam emisi karbon 30-40 tahun ke depan. “Karena itu adalah masa umur PLTU tersebut.” Indonesia pun bisa terjebak pada risiko carbon lock-in, karena kapasitas PLTU yang sangat besar.

“Sehingga tidak ada space energi terbarukan untuk masuk. Karena sudah digunakan semua oleh PLTU, terutama kita dihadapkan dengan kondisi oversupply khususnya di Jawa-Bali dan Sumatera,” kata dia.

PLN pada tahun 2020 menyebutkan Sumatera sudah mengalami kondisi oversupply listrik sebesar 55 persen. Sementara Jawa-Bali juga 46,8 persen. Selain itu menurut perhitungan Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) kondisi itu akan berlangsung hingga 2023, karena memang 90 persen dari PLTU baru akan dibangun di Sumatera dan Jawa.

“Jadi pastinya akan menambah beban keuangan PLN karena sebagian besar ini milik independent power producer atau IPP,” tutur Adelia.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif sebelumnya menyebutkan bahwa pada tahun 2022 rencana volume kontrak batu bara untuk kelistrikan adalah sebesar 144,1 juta ton dengan volume alokasi 122,5 juta ton. Realisasi pemenuhan batubara untuk kelistrikan hingga Juli 2022 adalah sebesar 72,9 juta ton.

“Untuk industri non-kelistrikan dari total rencana kebutuhan batu bara 2022 sebesar 69,9 juta ton, realisasi pemenuhan sampai bulan Juli 2022 adalah sebesar 30,94 juta ton,” ujar Arifin saat rapat dengan Komisi VII DPR RI, di Komplek Parlemen, Jakarta Pusat, Selasa, 9 Agustus 2022.

Adapun data Kementerian ESDM menunjukkan kebutuhan batu bara tahun ini adalah sebesar 188,9 juta ton. Sementara untuk tahun 2023 sebesar 195,9 juta ton; 2024 tembus di angka 209,9 juta ton; dan 2025 sebesar 197,9 juta ton.

Hingga tahun 2025 itu, sektor listrik atau PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN masih menjadi yang terbesar sebagai pengguna batu bara dalam negeri. Adapun masing-masing kebutuhan batu bara PLN di tahun 2022 sebesar 119 juta ton; 2023 sebesar 126 juta ton; 2024 sebesar 140 juta ton; dan 2025 mencapai 128 juta ton.

“Berdasarkan realisasi 2015-2021 konsumsi batu bara untuk kelistrikan mengalami kenaikan sebesar 60 persen. Sementara konsumsi batu bara untuk industri di luar kelistrikan mengalami kenaikan 52 persen,” kata Arifin.

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

Moh. Khory Alfarizi

Moh. Khory Alfarizi

Menjadi wartawan Tempo sejak 2018 dan meliput isu teknologi, sains, olahraga hingga kriminalitas. Alumni Universitas Swadaya Gunung Jati, Cirebon, Jawa Barat, program studi akuntansi. Mengikuti program Kelas Khusus Jurnalisme Data Non-degree yang digelar AJI Indonesia pada 2023.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus