Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bila deadline pertamina dilanggar

Pertamina memberi batas waktu indonesianisasi tenaga pengebor para kontraktor minyak asing, para kontraktor khawatir produksi minyak akan kacau. (eb)

4 Desember 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENGUSAHA asing itu mengangkat bahunya, lalu berkata, "Saya jadi heran, mengapa Pertamina sampai mengeluarkan batas waktu yang begitu mendadak dan drastis di saat sulit sekarang" Tindakan yang cukup mengejutkan rupanya telah diambil Pertamina. Dalam suratnya dua pekan lalu kepada semua perusahaan minyak asing yang beroperasi di Indonesia, Pertamina telah memerinuhkan agar sejumlah 3.000 tenaga asing yang kini masih bekerja dengan mereka, diganti dengan orang-orang Indonesia, selambatnya Januari tahun depan. Pekerjaan yang harus diserahkan kepada tenaga-tenaga Indonesia itu meliputi tukang bor, mekanik bor, tenaga teknik di bidang pengujian, tenaga pelapor lumpur (mudlogging) dan tenaga untuk menyemen lubang yang sudah dibor (cementing). Tenaga-tenaga trampil yang berurusan dengan pengeboran minyak itu rupanya masih banyak dilakukan oleh orang asing. Maka tindakan Pertamina itu kabarnya telah membuat panik sejumlah 40 kontraktor minyak asing, seperti Texaco Inc., Mobil Corporation, Exxon, Atlantic Richfield, Standard Oil of California, Union Oil dan Total Group of France. Kalangan minyak asing umumnya menyesalkan: Kenapa justru tindakan Pertamina itu baru dilakukan sekarang, di saat produksi minyak Indonesia masih merosot. Mereka khawatir, tindakan Pertamina itu akan menimbulkan kekacauan, mengganggu produksi, dan bisa mengurangi minat perusahaan minyak asing untuk beroperasi di sini. Cara penggantian yang dianggap tergesa-gesa itu, menurut mereka, bisa menimbulkan risiko pada efisiensi dan keselamatan kerja. Tapi, seorang pejabat Pertamina membantah tindakan itu telah dilakukan secara tergesa-gesa. "Mereka (perusahaan-perusahaan minyak asing), seharusnya sudah mengetahui adanya keharusan memakai tenaga-tenaga Indonesia dalam bidang operasi pengeboran. Tapi mereka selalu menunda-nunda." Mufti A.S., Kepala Biro Humas Pertamina, pekan lalu juga mengakui, "memang masih ada beberapa kontraktor minyak bagi-hasil yang menghendaki pemakaian tenaga asing sebagai pengebor. Tapi karena umumnya pekerjaan yang menangani peralatan di menara-menara pengeboran sudah dilakukan tenaga Indonesia --tenaga asing hanya bertugas sebagai pengawas--maka sudah waktunya untuk memberikan kepercayaan dan tanggung jawab kepada tenaga Indonesia." Ia lalu menunjuk pada SK Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 140 tahun 1975 (waktu itu dijabat Prof. Dr. Subroto, kini Menteri Pertambangan dan Energi). SK tersebut jelas menyatakan tertutupnya sebagin besar pekerjaan di bidang pengeboran minyak bari tenaga asing. "Sesuai dengan SK tersebut, penjadwalan Indonesianisasi jabatan-Jabatan yang sudah dinyatakan tertutup--selambat-lambatnya Januari 1983 -- sebenarnya bukan merupakan pekerjaan yang terlampau sulit dilaksanakan para kontraktor asing," kata Mufti. Menurut pihak Pertamina, jumlah pekerjaan yang diperlukan untuk melayani sekitar 65 menara bor minyak di Indonesia paling banyak 1.270. Kini baru setengahnya diisi tenaga Indonesia. Menurut Mufti, kalau saja selama delapan tahun terakhir ini semua perusahaan jasa pengeboran bersungguh-sungguh melakukan pembinaan dan latihan bagi tenaga ahli Indonesia, Indonesianisasi jabatan itu kiranya tak menjadi soal. NAMUN masalahnya, menurut kalangan minyak asing di Jakarta, tidaklah sesederhana itu. "Untuk menjadi seorang pengebor (driller) yang memenuhi persyaratan, membutuhkan waktu yang panjang--lebih-lebih untuk pekerjaan di lepas pantai," katanya. "Dia harus menjalani pekerjaan sebagai rough neck dan tool pusher dahulu," katanya. Maksudnya, mulai dari bawah betul. Sedang pekerjaan pengebor, menurut dia, adalah "posisi kunci di setiap menara." Mereka, agaknya, masih menyangsikan pula kesediaan dari para teknisi kita, baik itu lulusan Akamigas maupun dari ITB, yang bersedia bekerja berlama-lama di tengah laut. "Mungkin untuk di darat bisa. Seperti di Caltex, semua tenaga pengebor sudah orang Indonesia," katanya. Agaknya ada lagi soal lain yang merupakan kendala: Banyak kontraktor minyak asing di Indonesia yang tak melakukan pengeboran sendiri, tapi meminta jasa dari perusahaan-perusahaan penunjang. Mereka umumnya mempunyai kontrak berjangka pendek. "Kalau kontraknya sudah habis, mereka pun membawa pergi menara bor itu, berikut seluruh awaknya. Biasanya satu sumur, dalam satu shift, dikerjakan 7 orang, terdiri dari tenaga yang disebut rough neck itu, tool pusher dan pengebor sendiri. Tapi, apa boleh buat. Batas waktu yang cuma tinggal satu bulan itu nampaknya tak akan diundur-undur lagi. Namun yang menjadi pertanyaan: Apa sanksinya bagi perusahaan-perusahaan minyak asing yang sampai tiba batas waktunya (deadline) belum sepenuhnya melakukan instruksi Pertamina? Ini pula yang agaknya disebut jelas dalam keputusan Pertamina itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus