Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bisnis Sepekan

21 Desember 2003 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Departemen Keuangan Jadi Kasir Perangkat hukum yang dibutuhkan dalam mengelola keuangan negara makin lengkap dengan disetujuinya Undang-Undang Perbendaharaan Negara oleh DPR, Kamis lalu. Undang-undang itu melengkapi Undang-Undang Keuangan Negara, yang Maret lalu sudah disahkan, sekaligus menegaskan pengaturan dua fungsi yang harus dijalankan Departemen Keuangan sebagai otoritas fiskal ataupun kasir dan manajer keuangan negara. Pengaturan perbendaharaan ini, kata Menteri Keuangan Boediono, merupakan salah satu upaya untuk membuat pengelolaan keuangan negara dilakukan dengan cara-cara profesional, terbuka, sekaligus dengan pertanggungjawaban yang jelas. Namun, menurut Ketua Badan Pemeriksa Keuangan, Satrio B. Joedono, undang-undang itu masih ada kekurangannya: sistem kontrol internal terlalu lemah. "Kami pernah mengusulkan rumusan lebih keras, tapi ditolak pemerintah dengan alasan tak jelas," katanya.

Pertamina Kecolongan Lagi Hal-hal yang berbau skandal tampaknya belum bisa lepas begitu saja dari Pertamina. Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VIII pada Rabu pekan lalu, Direktur Utama Pertamina, Ariffi Nawawi, mengakui bahwa Petral, anak usaha Perta-mina di Singapura, kebobolan US$ 8,2 juta (Rp 69,7 miliar). Menurut Ariffi, kebocoran itu diakibatkan oleh transaksi derivatif. Caranya dengan membuka L/C beberapa kali, tetapi pembukaan L/C itu dilakukan dengan memalsu tanda tangan. Untuk mengumpulkan bukti-bukti pembobolan Petral, saat ini tengah dilakukan audit internal oleh kepolisian Singapura. Jika nantinya terbukti bersalah, Ariffi berjanji mengganti seluruh direksi Petral. Sedangkan Agusman Effendi, Wakil Ketua Komisi VIII DPR, mengingatkan agar Pertamina melakukan evaluasi terhadap kondisi Petral dan anak usaha lainnya. Sebab, dalam waktu dekat Petral berencana melakukan penawaran saham perdana ke masyarakat.

Siapa Beli APP? Kontroversi tender aset kredit Asia Pulp and Paper yang digelar Badan Penyehatan Perbankan Nasional masih belum usai. Kamis pekan lalu, investor asal AS, Orleans Investment, berhasil menjadi pemenang tender utang APP senilai US$ 880 juta (Rp 7,4 triliun) dengan harga US$ 213 juta (Rp 1,8 triliun). Dengan begitu, BPPN mendapat pengembalian piutang 24,2 persen. Namun, menurut Kepala BPPN Syafruddin A. Temenggung, kemenangan Orleans itu belum final. Sebab, BPPN akan meminta izin kreditor asing apakah utang itu bisa dibeli oleh perusahaan-perusahaan APP. Tender APP menjadi kontroversial karena salah satu investornya, yakni Avenue Asia Management, dikabarkan telah menawar dengan harga yang lebih tinggi dari Orleans, yakni sekitar Rp 2,3 triliun. Syafruddin berkelit saat dikonfirmasi soal penawaran Avenue yang lebih tinggi itu. "Saya tidak membuka amplop penawaran Avenue. Jadi, saya tak tahu harganya." Dia membantah upaya pembelian utang oleh APP merupakan langkah BPPN melindungi keluarga Widjaja agar tetap menjadi pemilik mayoritas di perusahaan pulp itu. "Saya enggak ada urusan dengan keluarga Widjaja. Saya hanya berurusan dengan kreditor."

Temasek Memburu Saham BII Temasek, BUMN terbesar di Singapura, rupanya begitu bernafsu menguasai saham PT Bank Internasional Indonesia Tbk. Walaupun sudah memiliki 51 persen saham bank itu lewat penjualan strategis, toh Temasek masih berniat memborong 17,43 persen lagi, yang kini tengah ditawarkan Badan Penyehatan Perbankan Nasional lewat penjualan secara block sale. Kontan, Syafruddin A. Temenggung, Ketua BPPN, menolak permintaan Temasek. Katanya, "Temasek sudah dapat jatah saat penjualan strategis. Kami ingin memprioritaskan investor lokal." Keputusan Syafruddin disambut baik oleh investor lokal. Terbukti 29 investor telah mendaftar, dan penjualan 17,43 persen saham tersebut mengalami kelebihan permintaaan 21 kali. Namun, ia tidak melarang Temasek menambah kepemilikan saham BII lewat bursa efek. Lewat penjualan 51 persen saham BII kepada Temasek beberapa waktu lalu, BPPN mendapat duit tak kurang dari Rp 1,998 triliun.

Target Pajak Meleset Nikmat liburan akhir tahun ini akan kurang terasa bagi 30 ribuan pegawai Direktorat Jenderal Pajak. Sebab, sejak sebelum Idul Fitri lalu, Direktur Jenderal Pajak Hadi Purnomo sudah memerintahkan anak buahnya supaya tidak mengambil cuti di kedua hari raya itu. Mereka harus lebih keras bekerja di penghujung tahun, karena sampai 15 Desember penerimaan pajak baru mencapai Rp 189,5 triliun atau sekitar 90,25 persen dari target yang sudah dipatok di anggaran negara tahun ini, yakni Rp 210 triliun. Berarti masih ada Rp 20 triliun lebih yang harus mereka usahakan dalam 16 hari yang tersisa. "Duit semua itu," kata Hadi, setengah mengeluh. Toh, Hadi masih mencoba menghibur diri dengan mengatakan bahwa perolehannya itu masih lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. "Sudah 115 persennya. Selebihnya, saya tak bisa banyak menjanjikan." Hadi jelas tak berani banyak berpromosi. Sebab, target yang harus dicapainya itu pun merupakan angka yang sebelumnya sudah diminta revisi oleh pemerintah. Angka Rp 210 triliun itu merupakan patokan dalam APBN Perubahan, yang diputuskan bersama DPR beberapa bulan lalu, setelah dikurangi Rp 3 triliun dari yang tertera di APBN 2003. "Eh, sekarang ada kemungkinan meleset lagi 3-5 triliun," bisik salah seorang pejabat di direktorat itu.

Direksi Baru BNI Beraksi Direksi baru PT Bank Negara Indonesia Tbk. yang terpilih dalam rapat umum pemegang saham luar biasa, Senin pekan lalu, bergerak cepat. Di bawah kendali Sigit Pramono, yang sehari setelah itu meletakkan jabatannya sebagai direktur utama di PT Bank Internasional Indonesia Tbk., bank pemerintah berlogo perahu layar itu berusaha memoles citra yang terpuruk akibat pembobolan senilai Rp 1,7 triliun. Baru empat hari menjabat, direksi baru mengumumkan telah menggandeng konsultan Ernst & Young untuk membenahi kontrol internal BNI. Menurut Sigit, dengan kondisi BNI saat ini, pengawasan internal memang menjadi hal pertama yang akan diperketatnya. Apalagi kasus pembobolan dengan modus letter of credit fiktif di cabang Kebayoran Baru itu melibatkan orang-orang dalam BNI. "Kami akan mengevaluasi pula penempatan pejabat di cabang-cabang, termasuk mengganti yang sudah terlalu lama duduk di satu posisi." Upaya memoles penampilan itu tentu membutuhkan waktu. Dan karenanya, Sigit berniat meminta pemerintah sebagai pemilik 99 persen saham BNI supaya menunda jadwal divestasi lanjutan. "Kalau dipaksakan dijual sekarang, harganya pasti jatuh."

Prakarsa Jakarta Bubar Satu lagi lembaga yang berakhir masa kerjanya di ujung 2003 ini. Setelah sidang kabinet 17 November lalu memutuskan menutup Badan Penyehatan Perbankan Nasional akhir Februari mendatang, kali ini giliran Satuan Tugas Prakarsa Jakarta yang harus bubar. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, secara resmi mengumumkan hal itu di kantor Departemen Keuangan, Kamis lalu. Diketuai oleh Sekretaris Menteri Negara BUMN Bacellius Ruru, Prakarsa Jakarta merupakan lembaga ad hoc bentukan pemerintah di tengah berkecamuknya krisis moneter, November 1998. Tugas utamanya adalah sebagai penghubung dalam proses restrukturisasi berbagai perusahaan yang kesulitan membayar utang akibat amblasnya kurs rupiah terhadap dolar Amerika. Selama masa kerjanya, lembaga ini telah memfasilitasi restrukturisasi utang 102 perusahaan sebesar US$ 26,91 miliar (Rp 228,73 triliun). Sampai Desember 2003, 96 kasus dengan total utang US$ 20,5 miliar (Rp 174,25 triliun) mampu diselesaikan restrukturisasinya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus