Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Satu lagi untuk usaha lemah. Hadiah untuk para pengusaha kecil dan menengah tak henti-hentinya mengalir. Kali ini datang dari Kantor Menteri Pendayagunaan Badan Usaha Milik Negara Tanri Abeng. Selasa (5 Januari) lalu, Menteri Tanri meminta agar bank-bank BUMN yang berada di bawah naungannya mau menjadwal ulang utang dari perusahaan kecil dan menengah.
Menurut Tanri, membantu pengusaha lemah merupakan bagian dari program pemulihan perekonomian nasional. Karena itu, ia menyerukan agar bank-bank BUMN ikut membantu. Menteri Tanri memang tak merinci penjadwalan utang macam apa yang akan dilakukan untuk para pengusaha lemah, apakah sekadar masa pelunasannya diperpanjang atau jumlahnya juga harus didiskon.
Hanya saja, kalau melihat catatan rekornya selama ini, porsi utang pengusaha kecil dan menengah terhadap seluruh kredit perbankan tidaklah besar. Karena itu, persentase kredit macetnya juga jauh lebih kecil ketimbang kredit macet yang nyangkut di kantong para pengusaha besar. Seorang analis pernah menghitung, sekitar 80 persen kredit perbankan kita hanya masuk ke kantong pengusaha-pengusaha besar saja.
Jadi, biar kredit ke pengusaha kecil dan menengah dihapuskan, beban kredit macet yang harus ditanggung perbankan nasional tetap tak tertahankan.
Di tengah kencangnya sorotan penyimpangan bantuan luar negeri, Asian Development Bank (ADB) mengucurkan bantuan untuk Indonesia. Yang dicairkan US$ 500 juta dari total rencana bantuan US$ 1,4 miliar. Pinjaman ini dicairkan menyusul penandatanganan letter of intent dengan IMF yang keempat kalinya, pekan lalu.
Bantuan ADB ini ditujukan untuk mendukung reformasi keuangan pemerintah seperti restrukturisasi perbankan, pengembangan pasar modal, dan perbaikan finansial sektor publik. Selain itu, ADB juga menyetujui bantuan teknis bersifat hibah senilai US$ 2,47 juta. "Hibah ini untuk membantu pemerintah meningkatkan efisiensi dan keuntungan BUMN," tulis ADB dalam siaran persnya.
Pekan ini, Presiden Habibie mencanangkan gerakan mengganti bingkisan parsel dengan paket sembako. Diharapkan, gerakan ini bisa mengerem laju foya-foya penghamburan uang untuk memberi bingkisan parsel menjelang Idul Fitri nanti. Sebagai ganti, masyarakat dianjurkan untuk memberi paket bantuan sembako. Paket "parsel sembako" ini seyogyanya dikirimkan untuk saudara-saudara yang sedang terlilit kesulitan ekonomi.
Para pengusaha bisnis parsel boleh jadi tambah risau dengan gerakan tersebut. Maklumlah, selama krisis berlangsung, bisnis parsel sudah cukup dilanda badai yang membuat omzet menurun drastis. Anjloknya bisnis parsel antara lain bisa dilihat dari turunnya penjualan keranjang parsel di Pasar Cikini, Jakarta. Desember 1997, Zulkarnaen, penjual keranjang parsel, bisa menjual 2.000 unit keranjang. Tapi, Desember lalu, keranjang dagangan Zulkarnaen hanya laku seratus buah. "Enggak perlu pakai gerakan macam-macam, bisnis parsel sudah turun sendiri," katanya.
Tak jelas betul, apa imbauan ini ampuh atau tidak. Yang pasti, orang mengirim parsel biasanya untuk menjaga lobi atau membina hubungan biar lebih mesra. Parsel biasa juga dikirim untuk menyenangkan hati atasan. Karena itu, parsel lazimnya berisi makanan bermerk, atau bahkan barang mewah berkelas. Entah apa jadinya jika parsel kemudian diisi sembako: apa juga manjur untuk merayu atasan?
Ini masih tentang penyimpangan bantuan luar negeri. Kabarnya, Bank Dunia bertekad memberantas paket penyelewengan bantuan dengan menggelar semacam agenda aksi, alias action plan. Beberapa negara akan menjadi target aksi, termasuk Indonesia, negeri tempat bantuan Bank Dunia disinyalir bocor 30 persen. Rencana aksi ini meliputi penilaian program pemberantasan korupsi di negara target sebelum memutuskan pemberian dana bantuan.
Sebelumnya, Presiden Bank Dunia James Wolfenshon telah menyewa auditor independen untuk menyelidiki penyimpangan yang bersumber dari "orang dalam" Bank Dunia. Di lapangan, potensi penyelewengan bisa bersumber dari kedua pihak, aparat negara peminjam, maupun staf Bank Dunia.
Menurut pengalaman sumber TEMPO, ada berbagai "modus operandi" penyimpangan bantuan, antara lain pemaksaan penerimaan paket pinjaman yang sebenarnya tidak dibutuhkan. Pernah, suatu ketika, utusan sebuah lembaga donor mengajukan proposal proyek di hadapan pejabat Departemen Tenaga Kerja. Oleh si pejabat, proyek tersebut ditolak karena tidak pas untuk kebutuhan Indonesia. Tapi sang utusan tak menyerah. Ia segera datang ke Badan Perencana Pembangunan Nasional, meyakinkan para pejabat terkait bahwa Depnaker butuh bantuan proyek yang dimaksud. Ternyata proposal disetujui. "Selanjutnya, Depnaker dipaksa menjalankan proyek yang tak jelas tujuan dan gunanya," kata sumber tadi. Nah, lantaran ketidakjelasan proyek, dana bantuan dengan mudah bisa menguap. Bersamaan dengan penyimpangan itu, negara kita makin dalam terseret pusaran utang.
Jepang, sang saudara tua, sedang gusar. Seperti dilaporkan koran Yomiori Shimbun, bantuan 550 ribu ton beras berkualitas tinggi—tiap kilogram nilainya bisa setara dengan Rp 30.000—kepada Indonesia ternyata tak didistribusikan, tapi hanya ditimbun di gudang-gudang Bulog. Kegusaran ini ditanggapi Menteri Perindustrian dan Perdagangan Rahardi Ramelan. Menurut Rahardi, beras bantuan Jepang memang tidak dibagikan gratis untuk masyarakat, tapi dijual saat operasi pasar ke berbagai daerah. "Siapa pun berhak membeli," katanya. Yang jenis beras putih dijual Rp 2.750 per kilogram, sedangkan yang beras warna cokelat dijual Rp 2.900 tiap kilogram.
Rupanya, penjelasan Rahardi belum memuaskan. Pemerintah Jepang dikabarkan akan menurunkan tim untuk mencari fakta pendistribusian beras. Maklum, perhatian masyarakat Jepang atas kasus bantuan ini—yang harus dikembalikan dalam bentuk beras 30 tahun lagi—cukup tinggi. Mereka menilai bantuan yang diambil dari pajak masyarakat ini tidak boleh dikomersilkan. Entah bagaimana duduk soal sebenarnya, yang jelas pemerintah layak belajar dari kasus ini. Maklumlah, reputasi bangsa dipertaruhkan.
Hibah dari ADB
Gerakan Mengganti Parsel
Aksi Bank Dunia
Saudara Tua Tak Rela
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo