Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bagaimana strategi PLN dalam negosiasi nanti?
Kita sudah menyiapkan konsultan dari Amerika Serikat (AS). Kita akan mencari solusi supaya PLN bisa terus beroperasi. Sebab, jika tidak, kita akan sulit memenuhi kewajiban kepada pihak swasta. Solusinya harus adil untuk kedua pihak. Prinsipnya, kalau ingin kontrak tetap berlangsung,dua-duanya mesti hidup. Tak mungkin berjalan bila salah satu mati.
Apakah sudah ada pembicaraan informal antara PLN dan swasta?
Belum ada. Kita hanya mengadakan persiapan intern saja bersama konsultan. Beberapa perusahaan swasta ada yang menawarkan solusi, tetapi kita belum memutuskan. Ya, kita dengarkan saja.
Bagaimana perkembangan pengaduan CalEnergy, pemegang kontrak proyek Dieng Geothermal, ke badan arbitrase?
Sudah ada hearing di Jenewa, 19 November lalu. Sedang direncanakan untuk hearing berikutnya di Jakarta. Yang saya sesalkan, mengapa mereka langsung membawanya ke badan arbitrase internasional. Kenapa tak dirundingkan dulu dengan PLN.
Selain CalEnergy, adakah swasta lain yang berniat mengadukan PLN ke badan arbitrase?
Saya kira mereka menunggu sampai PLN melakukan renegosiasi.
Apakah renegosiasi lebih disebabkan oleh adanya kolusi dalam kontrak listrik swasta?
Masalah KKN terpisah dari masalah renegosiasi. Persoalan KKN tetap akan terus diteliti, sementara perundingan ulang tetap kita lanjutkan.
Selama perundingan berlangsung, apakah PLN tetap membeli listrik swasta sesuai kontrak?
Sesuai kesepakatan. Begini, karena kesulitan keuangan, kita tak mampu membayar. Kita hanya mampu dengan kurs Rp 2.400 per dolar. Itu dulu yang kita bayar. Selisihnya nanti dirundingkan, bagaimana cara membayarnya. Tentu disesuaikan dengan kemampuan kita.
Apakah ada kemungkinan PLN bangkrut dan tak bisa menyediakan listrik karena beban utang?
Tak mungkin. Kalau listrik padam, semua rugi. Listrik ini menguasai hajat hidup orang banyak sehingga harus diamankan, sebagaimana yang dilakukan pemerintah dengan subsidi listrik. Pendapatan PLN tak bisa menutup ongkos produksi, sementara kenaikan tarif tak bisa dilakukan begitu saja.
Dalam renegosiasi nanti, berapa toleransi harga listrik swasta yang diterima PLN?
Ada target finansial yang harus kita penuhi. Proyek listrik yang dibiayai bantuan Bank Dunia, misalnya, ensyaratkan rate of return, tingkat pengembalian, minimal delapan persen. Kalau persyaratan terpenuhi, kita bisa meminjam lagi. Jadi, perundingan tarif harus mencapai rate of return delapan persen.
Supaya PLN tidak merugi, berapa harga jual listrik yang layak?
Harus lebih tinggi dari harga pokok produksi yang kini mencapai US$ 6 sen per KWH. Padahal harga jual PLN Rp 230 tiap KWH cuma sekitar US$ 2,3 sen. Artinya, setiap KWH kita merugi US$ 3,7 sen. Meskipun ada subsidi silang di antara golongan tarif, praktis seluruh konsumen sudah disubsidi pemerintah saat ini. Ini membebani anggaran negara. Tahun lalu, subsidi mencapai p 5-8 triliun, tergantung fluktuasi kurs rupiah.
Semua disubsidi? Termasuk industri?
Ya. Perusahaan asing juga disubsidi pemerintah. Ini kurang pas. Seharusnya, PMA atau orang asing di Indonesia tak oleh menikmati subsidi listrik dari pemerintah. Industri ekspor yang pendapatannya dalam bentuk valas juga disubsidi pemerintah. Ini bagaimana? Itulah sebabnya harus dicari sistem penarifan yang punya tiga unsur: tak membebani masyarakat kurang mampu, tak membengkakkan subsidi pemerintah, dan sekaligus jalan keluar bagi kesulitan finansial PLN. Makin cepat sistem tarif baru diterapkan, makin cepat kondisi keuangan kita pulih.
Berapa tahun lagi PLN bisa tidak merugi?
Mengapa harus menunggu berapa tahun? Tidak ada pilihan lain: tahun depan kebijakan tarif baru harus dilaksanakan, sehingga subsidi bisa dikurangi dan PLN tak merugi.
Kenapa Anda hanya melihat kerugian PLN dari sisi sistem tarif? Bukankah ada kemungkinan PLN tidak efisien dan boros?
Ada poin penting restrukturisasi ketenagalistrikan yang sudah disepakati, yakni pemerintah hanya menyubsidi pengelolaan ketenagalistrikan yang efisien. Efisien dulu, baru subsidi bisa diberikan. Nah, pemerintah akan membuat sistem kompetisi dan transparansi bisnis penyediaan tenaga listrik. Di masa depan, bisnis listrik akan dibagi dalam empat fungsi: pembangkit, penyaluran, distribusi, dan penjualan listrik atau retail.
Bagaimana konkretnya?
Analoginya seperti bisnis telepon genggam. Kita bisamemilih operatornya, bisa Telkomsel atau Satelindo. Operator inilah yang nanti membayar ke Telkom dan Indosat. Nah, bisnis listrik nanti mirip seperti itu. Kita bisa memilih perusahaan retail (penjualan) yang mau kita pakai. Kita bayar ke perusahaan penjualan listrik. Dan, perusahaan penjualan membayar ongkos transportasi listrik ke perusahaan distribusi, penyaluran, dan pembangkit.
Jadi, swasta makin terlibat?
Bisa. Kompetisi nanti ada di fungsi pembangkitan dan penjualan. Di bagian pembangkitan, PLN akan berkompetisi dengan pembangkit swasta. Sekarang ini, kompetisi dan transparansi kurang berjalan karena di sana ada monopoli. Gabungan antara kompetisi dan transparansi ini diharapkan akan menghasilkan harga listrik di sisi konsumen yang efisien.
Apa dampak bagi PLN?
Kemungkinan, bentuk organisasi PLN seperti sekarang tidak bisa dipertahankan lagi. PLN akan dipecah menjadi eberapa perusahaan. Misalnya, akan diatur bahwa di Jawa PLN hanya boleh punya lima perusahaan pembangkitan dan empat perusahaan distribusi. Bisa jadi pula, kalau dianggap layak, PLN akan go public dan sebagian kepemilikannya dijual untuk publik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo