Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BI Rate Kembali Dipangkas
BANK Indonesia kembali menurunkan BI Rate menjadi 8,75 persen. Penurunan sebesar 0,25 persen itu diputuskan dalam Rapat Dewan Gubernur BI di Jakarta pada Selasa pekan lalu. Keputusan itu diambil setelah mempertimbangkan kondisi makroekonomi nasional yang terus membaik dan harga barang-jasa yang relatif stabil.
Suku bunga patokan bank sentral terus diturunkan sejak pertengahan 2006—kecuali April lalu, yang dipertahankan pada level 9 persen. Direktur Perencanaan Strategis BI, Budi Mulya, optimistis penurunan suku bunga masih bisa berlanjut. ”Ruang (penurunan) masih ada,” ujarnya.
Wakil Presiden Jusuf Kalla berharap bank sentral akan kembali menurunkan suku bunga hingga level 8 persen. Dengan begitu, kalangan perbankan diharapkan memangkas suku bunga kreditnya sehingga perekonomian nasional bisa tumbuh lebih cepat.
Kalla juga kembali mengkritik perbankan nasional yang dinilainya lebih mengutamakan perusahaan besar ketimbang usaha mikro, kecil, dan menengah dalam pemberian kredit. ”Kredit untuk pengusaha besar mudah dan murah, sedangkan buat pengusaha kecil mahal dan susah,” ujarnya saat membuka The Asia Pacific Conference & Exhibition on Banking Excellence di Jakarta, Rabu pekan lalu.
Insentif Pajak Merger
INSENTIF itu akhirnya datang dari Direktorat Jenderal Pajak. Agar bank-bank mau merger, kantor pajak bersedia menurunkan pajak penghasilan (PPh) merger kurang dari 10 persen. ”Tapi, kami harus duduk bersama dan menuangkan aturannya,” kata Direktur Jenderal Pajak, Darmin Nasution, pekan lalu.
Pemberian insentif pajak, kata Darmin, harus memenuhi dua syarat. Pertama, Bank Indonesia harus menjamin jumlah rasio penyaluran kredit (LDR) bank-bank besar akan meningkat. Kedua, BI bisa menjamin adanya laporan keuangan tunggal perbankan. ”Tidak dobel,” katanya. Selama ini laporan yang dikirimkan ke bank sentral dan kantor pajak berbeda. Deputi Gubernur BI, Muliaman D. Hadad, menyambut baik permintaan Direktorat Pajak.
Insentif itu merupakan bagian dari rencana konsolidasi perbankan dan pemenuhan Arsitektur Perbankan Indonesia. Dalam rencana itu, modal minimum bank dipatok Rp 80 miliar pada akhir 2007 dan Rp 100 miliar pada 2010. Bagi bank yang cekak, disarankan untuk merger atau diakuisisi.
Mengendalikan Harga Minyak Goreng
PEMERINTAH mewajibkan produsen minyak kelapa sawit (CPO), menyisihkan 12 persen produksinya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Kewajiban itu berlaku selama harganya di pasar internasional di atas US$ 600 (Rp 5,4 juta) per ton.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Ardiansyah Parman, mengatakan, kewajiban itu tertuang dalam surat kesepakatan pemerintah dengan Gabungan Produsen Kelapa Sawit Indonesia, Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia, dan Asosiasi Industri Minyak Makan Indonesia pada pekan lalu.
Surat pernyataan itu dibuat atas permintaan Wakil Presiden Jusuf Kalla, pekan sebelumnya. Gerah melihat harga minyak goreng yang melonjak hingga Rp 7.500–8.000 per kilogram, Kalla mengancam akan mengenakan pajak ekspor 10 persen terhadap CPO dan turunannya seperti minyak nabati dan oleokemikal. Saat ini, pajak ekspor CPO hanya 1,5 persen dan produk minyak goreng 0,3 persen. ”Kalau tidak dikendalikan, kenaikan harga minyak goreng akan memicu inflasi,” kata Wapres.
Pemerintah memberi batas waktu hingga akhir Mei kepada para produsen minyak sawit untuk menambah pasokannya ke dalam negeri sebesar 150 ribu ton. Diharapkan harga minyak goreng bisa kembali seperti pada bulan Maret yakni Rp 6.500–6.800 per kilogram.
Komponen Komputer Bebas Bea Masuk
SETELAH menghapus bea masuk komputer yang sudah jadi, pemerintah kini berencana menerapkan kebijakan serupa untuk komponen komputer. ”Penghapusan bea masuk akan dibahas dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bulan ini,” kata Alexander Rusli, anggota staf khusus Menteri Komunikasi dan Informatika, pekan lalu.
Langkah itu diambil agar industri komputer nasional kian menarik bagi konsumen dalam negeri. Selama ini, dengan bea masuk komponen 5–20 persen, harga perbaikan komputer domestik relatif tinggi sehingga menyulitkan pengguna komputer produk lokal. Padahal, komputer lokal menguasai 60 persen pangsa pasar. Kamar Dagang dan Industri Indonesia menyambut baik rencana itu. ”Kalau bea masuk dihapus, harga komputer lokal bisa turun,” kata Hidayat Tjokrodjojo, Wakil Ketua Komite Tetap Informatika Kadin Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo