Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Mainan Baru Sinar Mas

Tak mudah menyusul pemain lama. Perlu modal berlimpah.

14 Mei 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PRIA uzur itu turun gunung setelah sekian lama tak terdengar kabarnya. Mengenakan kemeja putih berbalut setelan jas dan celana hitam, Eka Tjipta Widjaja memotong pita merah yang membentang di depan pintu kantor Sinar Mas Accessible Reliable Telecommunication (SMART Telecom) di kawasan Jakarta Pusat. Yang dilakukannya akhir April lalu itu bukan sekadar meresmikan kantor. Pria 84 tahun ini seakan membuka lembaran baru di kelompok usaha Sinar Mas, yang sempat kolaps pada saat Indonesia dihantam krisis.

Setelah malang melintang di berbagai sektor usaha, seperti pulp dan kertas (PT Asia Pulp and Paper), properti (Duta Pertiwi), keuangan dan perbankan (Sinar Mas Multiartha dan Bank Simas), serta agrobisnis (SMART Corp.), tahun ini Grup Sinar Mas mulai serius menantang para pemain lama di bisnis telekomunikasi. ”Beliau senang melihat (bisnis telekomunikasi) ini mau dijalankan,” kata Presiden Direktur Smart Telecom Soetikno Wijaya, Rabu pekan lalu.

Menurut Soetikno, industri telekomunikasi bukan hal baru bagi kelompok usaha ini. Sebelumnya, Sinar Mas sudah memiliki PT Wireless Indonesia dengan lisensi 3G, tapi tergusur lantaran ada penertiban. Lalu pemerintah menyarankan Sinar Mas melakukan merger dengan perusahaan asal Surabaya, PT Indoprima Mikroselindo, yang mengantongi izin operator di jalur Code Division Multiple Access (CDMA).

Perkawinan pun dilaksanakan pada medio Oktober tahun lalu. Keduanya memilih nama Primasel. Namun, karena dianggap kurang menjual, namanya diganti. ”Orang sudah mengenal SMART puluhan tahun,” kata Soetikno. Sinar Mas akhir tahun lalu sebetulnya juga sempat berniat mengakuisisi Mobile-8, anak perusahaan Bimantara, yang memiliki lisensi CDMA dengan produk Fren. Rencana itu urung dan Sinar Mas kini maju dengan SMART Telecom.

Repotnya, di pasar telepon fixed wireless ini sudah bercokol sejumlah pemain lama, seperti Telkom (Flexi), Bakrie (Esia), Mobile-8 (Fren), dan Indosat (StarOne). Namun pasar telekomunikasi, terutama telepon seluler (baik CDMA maupun Global System for Mobile Communications/GSM), masih terbuka lebar. Saat ini, pengguna telepon kabel dan seluler diperkirakan masih sekitar 60 juta. Dengan pertumbuhan 20 persen per tahun, bisnis ini terlihat gurih.

Kendati begitu, analis telekomunikasi dari pengelola dana Yuli Securindo, Hendra Bujang, mengatakan ruang gerak SMART Telecom tidak terlalu luas karena sudah jauh tertinggal dari para pesaingnya. Perusahaan ini harus membangun banyak infrastruktur, terutama base transceiver station (BTS). Biaya pemasaran yang bakal dikeluarkan pun akan jauh lebih besar dibanding yang lain.

Karena itu, kata Hendra, ketika SMART Telecom meluncurkan produknya pada Juli nanti, pasar tidak akan terlalu terpengaruh. Flexi akan tetap menjadi jawara di CDMA. Saat ini, produk milik Telkom itu memiliki sekitar 5 juta pelanggan, sedangkan Fren sudah punya 1,9 juta pelanggan, Esia 1,5 juta, dan StarOne sekitar 400 ribu. Di luar itu, masih ada Sampoerna, yang memiliki Ceria. Pendek kata, kompetisi di jalur ini jauh lebih keras dibanding di GSM, yang didominasi tiga operator: Telkomsel, XL, dan Indosat.

Soetikno sadar betul dengan tantangan yang dihadapi perusahaannya. Beberapa strategi akan ditempuhnya. Walau dia belum mau menyebutkan angka, SMART Telecom akan mengandalkan tarif murah sebagai daya saingnya. Pasar yang dibidik adalah menengah ke bawah. ”Potensinya masih banyak. Yang berpenghasilan rendah belum semuanya tersentuh,” kata Soetikno. Sampai akhir tahun ini, rencananya SMART Telecom akan menyelesaikan pembangunan 600 BTS. Uji layak operasi juga dilaksanakan di beberapa daerah.

Direktur Corporate Services Bakrie Telecom Rahmat Djunaidi menganggap masuknya Sinar Mas di industri ini sebagai tantangan yang baik. Ini memicu peningkatan layanan kepada pelanggan. ”Masyarakat makin pintar menentukan mana yang dibutuhkan,” kata Rahmat. Sebagai ancang-ancang ketatnya persaingan, tahun ini Bakrie akan menggelontorkan US$ 220 juta untuk membangun infrastruktur agar jang-kauan Esia makin luas.

Hal senada diungkapkan Kepala Marketing PT Indosat Guntur Siboro. Banyaknya operator memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menentukan pilihan. Kendati masih banyak tantangan yang harus dihadapi Sinar Mas, kata Guntur, ”Kehadiran mereka tetap mesti diwaspadai.” Sukses atau tidak, masuknya Sinar Mas ke bisnis ini setidaknya akan menguntungkan konsumen.

Muchamad Nafi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus