BISUL perkayuan di Kalimantan Selatan akhirnya pecah minggu
lalu. Sejumlah pejabat pemerintah RI di Banjarmasin dan Jakarta
jadi repot dibuatnya .
Tak ketinggalan Dubes Pilipina Modesto Farolan. Karena yang
tersangkut kali ini adalah tiga orang warganya: Clemente V.
Tankeh, Luzmindo P. Jerusalem, dan Felix C. Limjueco:
masing-masing dirut, direktur administrasi dan direktur produksi
PT Yayang Indonesia -- satu usaha patungan yang punya konsesi
hutan seluas 85 ribu Ha di Kal-Sel. Mereka dituntut untuk
dipersona-nongrata-kan oleh partner Indonesianya, CV Dua
Sekawan.
Tuntutan itu dinyatakan dalam surat direktur CV Dua Sekawan,
haji Tarmiji bin haji Sulaiman, yang juga seorang direktur PT
Yayang, pada Jaksa Agung Ali Said 15 Nopember lalu. Didukung
oleh 7 orang karyawan dan bekas karyawan PT Yayang dalam surat
mereka pada Jaksa Agung 3 hari kemudian.
Jurubicara fihak karyawan itu adalah Max Wilar, terakhir adalah
pejabat humas PT Yayang. Sedang beberapa karyawan lainnya,
bekerja di kantor pusat PT Yayang di jalan A.M. Sangaji 16
lakarta. Mereka sudah mogok kerja sejak awal bulan ini.
Meskipun yang aktif menuntut pengusiran tiga orang warganegara
Philipina itu adalah haji Tarmiji, Max Wilar dan kawan-kawannya
di Jakarta, biang perkara konflik kerja itu sebetulnya mulai
dari hutan juga.
Persis bertepatan dengan perayaan Hari ABRI 5 Oktober lalu, 132
karyawan Indonesia dan 79 karyawan Pilipina di kamp Joseph, Km.
63 kabupaten Tabalong menolak kembalinya direktur produksi PT
Yayang, Felix C. Limjueco -- yang kebetulan sedang berada di
Jakarta -- ke kamp. Malah dalam surat para wakil karyawan kepada
Depnaker di Jakarta 12 Oktober lalu, mereka menuntut Limjueco
dicabut izin kerjanya dan dipulangkan ke Pilipina. Alasannya:
kepemimpinan dia di kamp "terlalu keras, tidak adil dan hanya
menginginkan kerja keras tanpa memberikan imbalan yang cukup
kepada karyawan Indonesia".
Main Hakim
Entah didasarkan surat protes para karyawan di kamp itu, Felix
memang tidak kembali ke kamp dan sampai minggu lalu kabarnya
masih di Jakarta.
Sementara itu, sebagian karyawan di kantor pusat Jakarta juga
tak puas. Ada yang langsung minta berhenti. Ada juga yang mulai
awal bulan ini mogok kerja karena tidak cocok dengan Luzmindo P.
Jerusalem, direktur yang biasa dipanggil Mr. Jerry.
Hubungan kerja dengan sang dirutyang sering terbang ke Manila
atau ke Hongkong di mana induk PT Yayang, Limen International
Ltd. berkedudukan -- dianggap sudah tak cocok. Biang perkaranya
kabarnya adalah tindakan main hakim sendiri oleh Clemente Tankeh
terhadap seorang rekan mereka, Joseph Kumaseh yang menghabiskan
uang perusahaan sebanyak Rp 305 ribu di meja judi kasino Jakarta
Theatre. Meskipun sudah diwajibkan mengembalikan uang perusahaan
melalui potongan dari gaji, "Kumaseh hampir sebulan lamanya
sempat merasakan jotosan dan tamparan Mr Tankeh sampai tubuh dan
mentalnya sangat tersiksa", kata seorang bekas pegawai.
Tergerak oleh ketidakpuasan karyawan Indonesia itu, dan
dilengkapi dengan informasi pelanggaran yang telah
dilakukan manajemen Pilipina itu, Tarmiji lantas melayangkan
seberkas laporan pada Jaksa Agung.
Dalam berkas yang juga diteruskan tembusannya pada Presiden,
Kaskopkamtib, Dirjen Kehutanan, Dirjen Bea Cukai, Ketua BKPM dan
Muspida setempat, sang haji mengajukan tuntutan 6 pasal. Antara
lain pengusutan dan pengadilan terhadap pelanggaran hukum yang
dijalankan partner asingnya, pengusiran trio Pilipina yang
tersebut di atas, serta pembekuan dan pengambilalihan inventaris
dan kegiatan partner Pilipina oleh CV Dua Sekawan.
Keenam pasal itu seluruhnya didukung oleh ketujuh karyawan dan
ekskaryawan PT Yayang. Juga berkas dokumen tentang
penyelewengan. Antara lain:
* penyelundupan barang-barang impor, baik secara fisik maupun
dengan memalsukan harga-harga di dokumen (under-invoicing).
Kapal pendarat 'Ligaya' milik PT Yayang yang secara teratur
menempuh rute Manila-Banjarmasin-Telang Baru p.p. diisi tempat
airnya dengan onderdil, obat-obatan dan barangbarang lain yang
lolos dari pengawasan duane.
* Penipuan ekspor: salah satu dokumen terlampir menyatakan
transaksi 8,4 ribu M3 kayu bundar yang bernilai $AS 517,3 ribu
(harga rata-rata $AS 60/m3) dalam negosiasi dengan BNI hanya
dicantumkan nilainya sebanyak $AS 394,4 ribu, atau rata-rata $AS
45/m3. Dari selisih $AS 122,8 ribu itu, dibayarkan komisi
1%untuk perantara di Hongkong, M. Nishino & Co, dengan anggapan
bahwa pemalsuan nilai transaksi sekitar 20% itu sudah
berlangsung sejak 1971, dan sampai sekarang sudah ada 72 x
pengapalan ke Jepang. Fihak penggugat beranggapan bahwa negara
sudah dirugikan bermilyar-milyar rupiah.
* Penyalah-gunaan izin radio SSB, yang hanya boleh digunakan
untuk komunikasi dalam negeri (dari kantor ke kamp), tapi
nyatanya juga digunakan untuk berkomunikasi dengan Manila.
* Penyelewengan asuransi jiwa: klaim asuransi dari perusahaan
Periscope untuk karyawan yang celaka atau meninggal, sebagian
tidak dibayarkan pada karyawan/ keluarga karyawan yang
bersangkutan.
* Penyalah-gunaan izin tenaga kerja asing: ada mechanic yang
sebenarnya hanya tukang kayu. Ada orang Pilipina yang bekerja di
kantor pusat hanya dengan visa turis, lowongan akuntan mereka
pun diisi oleh orang Pilipina.
* Penghijauan dan peremajaan hutan yang mulai dikerjakan 2 tahun
lalu, dalam prakteknya hanya pro forma saja hanya tepi-tepi
jalan yang sering ditinjau pejabat yang dihijaukan.
Komentar Tankeh
Bagaimana kira-kira prosedur dan apa mekanisme bagi
pengambil-alihan satu perusahaan kongsi swasta oleh partner
Indonesianya? Baik Tarmyi maupun Max Wilar tak dapat menjawab:
"Pokoknya, sasaran jangkar pendek kami adalah pengusutan
penyelewengan-penyelewengan itu, serta pengusiran ketiga orang
Pilipina itu", ujar Wilar pada TEMPO.
CV Dua Sekawan bukan satu-satunya partner Indonesia bagi
Clemente Tankeh dan anakbuahnya. Sebab berdampingan dengan
konsesi PT Yayang, pengusaha Pilipina itu juga memiliki konsesi
seluas 45 ribu Ha a/n PT Aya Timber. Partnernya, adalah CV Fajar
Elarapan, yang belum terdengar mengeluh terhadap partner
Pilipinanya.
Lantas apa kata pihak Philipina sendiri? Clemente Tankeh yang
dihubungi TEMPO minggu lalu, belum mau memberikan tanggapan
tentang benar-tidaknya tuduhan haji Tarmiji dan kawankawannya
itu. "lni sekedar merupakan persoalan pribadi antara saya dengan
Tarmiji, dan saya optimis bahwa ini bisa kita selesaikan sendiri
dalam 1 - 2 bulan. Sebagai tamu di negeri ini, untuk apa saya
mau melanggar ketentuan-ketentuan pemerintah Indonesia? Yang
terang, saya percaya pada pemerintah anda dan biarlah fihak
pemerintah sendiri menyelidiki benar-tidaknya tuduhan-tuduhan
itu", begitu komentar Tankeh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini