Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Cukong Itu Bebas

Halim wijaya pedagang besar beras di pontianak dituduh menyelewengkan 5.000 ton beras. berjasa turut menstabilkan harga beras. majelis hakim menilai halim tidak bersalah dan beras.

27 November 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

CUKONG beras Halim Wijaya alias Cong Kim Lim memang beruntung. Oleh jaksa ia dituduh menyelewengkan beras dan sekaligus diancam hukuman karena tindak pidana subversi dan ekonomi. Tapi hakim di Pengadilan Negeri Pontianak bulan lalu membebaskan Halim Wijaya (HW) Sebelumnya jaksa menuntut hukuman penjara 10 bulan. Begitu keputusan Pengadilan Negeri Pontianak pertengahan Oktober lalu. Yang kurang beruntung adalah Suwito alias The A Im. Tingkatannya sebagai pedagang beras berada sedikit di bawah HW (TEM PO, 22 Nopember 1975). Tapi Suwito diganjar hukuman 4 tahun dan denda Rp 7,5 juta atau 6 bulan kurungan. Hukuman belum seluruhnya dijalaninya dan selesai begitu saja karena Suwito kemudian kehilangan nyawa. Cerita tentang HW, yang Direktur CV Halim Wijaya Raya plus Kuasa Direktur Fa Cahaya Baru itu, sempat menimbulkan kabar burung mengenai posisi Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat Baharuddin Lopa SH. Memang kemudian Baharuddin dipindahkan ke Kejaksaan Agung namun kejadian ini tak ada hubungan dengan soal penyelewengan beras tersebut. Begitu penjernihan Jaksa Agung Muda Bidang Operasi Sadeli SH ketika berkunjung ke Kalimantan Barat. HW menyelewengkan beras Dolog Kalbar sebanyak 5 ribu ton lebih antara tahun 1973-1974. Itu ringkasan tuduhan jaksa Yusdaryanto SH terhadap HW waktu itu. Selain dituduh menyelewengkan beras, HW juga dituduh memusnahkan surat-surat bukti dalam penyaluran beras. Cara yang dilakukan HW, menurut jaksa, untuk mendapat keuntungan adalah dengan menjual beras tanpa DO, yaitu perintah penyaluran barang. Ada juga yang memakai DO, tapi hanya sebagian kecil. HW yang hanya diperbolehkan mengambil untung Rp 4 per kilo menempuh cara lain. Hasil penyalurannya tidak dilaporkan kepada Dolog. "Tidak ada kewajiban melapor", tangkis HW. Hakim juga bertanya mengenai keuntungan yang hanya boleh Rp 4 itu. "Saya tidak tahu dari mana jaksa tahu", begitu jawab HW. Menurut HW yang mendapat keterangan dari Staf Dolog, Suyono -- malahan juga dari Kepala Dolog, Heru Sumanto -- penyalur boleh mengambil untung Rp 10 setiap kilo. Perinciannya Rp 5 untuk pengecer dan Rp 5 untuk HW, termasuk MPO, ongkos angkut dan susutan. Cocok benar jawaban HW dengan keterangan Suyono dan Heru Sumanto, yang kemudian dihadapkan sebagai saksi. Begitu pula keterangan Heru bahwa tidak ada kewajiban bagi penyalur untuk mempertanggung jawabkan penyaluran beras droping. "Tapi HW pernah melapor secara lisan", ujar Heru. HW menjadi penyalur beras Dolog sejak 1970. Bukan atas permintaannya tapi atas penunjukan Dolog. Dan tidak lupa Heru masih memuji-muji aktivitas HW. Dolog tidak mendapat keuntungan dari kegiatan HW. "Tapi sangat penting artinya untuk menstabilkan harga", ujar Heru sambil menceritakan bahwa antara Juli - Agustus 73 situasi pasaran beras amat gawat. Tapi setelah HW bergerak harga beras menurun, kemudian stabil. Tapi rupanya ada sedikit perbedaan kebijaksanaan pimpinan Dolog ketika Heru cuti. Pejabat yang ditunjuk Heru sebagai penggantinya sementara adalah Sutopo SH. Menurut Sutopo setiap penyalur harus melaporkan hasil penyaluran beras kepada Dolog. Jika tidak, jelas salah. Bila ada penyalur yang melanggar ketentuan ini Sutopo menegur lisan atau tertulis. Misalnya teguran juga ditujukan kepada HW sebab yang diketahui Sutopo hanya 50 ton beras yang disalurkan HW. Sedangkan beras dari Sub Dolog Singkawang yang diterima HW 750 ton. Keterangan-keterangan penting ini dibantah oleh Heru dan HW. Sayang Sutopo tidak bisa memperkuat kesaksian tertulisnya ini sebab ia keburu dipindahkan ke Ujung Pandang. Tiba giliran jaksa mengajukan tuntutannya. HW dituduh melakukan penggelapan seperti diatur dalam pasal 372 KUHP. Terdakwa yang berusia 38 tahun ini belum pernah dihukum, memiliki surat penghargaan dari pemerintah daerah karena jasanya menstabilkan harga beras. Itu hal yang meringankannya. Tapi ada hal yang memberatkan seperti dilihat Jaksa Yusdaryanto SH. Terdakwa sering mungkir sehingga menyulitkan persidangan, sampai pemeriksaan selesai tidak menunjukkan rasa sesal dan tindakan HW menyangkut hajat hidup orang banyak. Dituntut 10 bulan penjara. Fikir-fikir Tapi pembela Mahmud Akil SH cepat-cepat mengoreksi sikap jaksa yang merumuskan tindakan HW sebagai "penyeleweng beras". Rumusan ini dinilai memberi putusan lebih dulu sebelum hakim memutus perkara. Berarti, demikian pembela, terlalu cepat jaksa meninggalkan azas "prasangka tidak bersalah". Pembela juga memberikan perbedaan angka-angka dalarn surat tuduhan dengan angka yang terungkap dalam sidang. Angka-angka itu diungkap HW tapi jaksa tidak memberikan bantahannya. Sebagai penyalur, HW belum pernah ditegur Kepala Dolog. Walaupun menjual kepada Suwito, tapi tidak melebihi ketentuan harga. Maka tindakan HW itu tidak salah. Dengan uraian itu pembela minta agar HW dibebaskan dari tuntutan hukum. Tangkisan pembela atas tuntutan jaksa berbuah. Sidang perkara HW berjalan 8 kali dan dipimpin Ketua Pengadilan Ohim Ibrahim Padmasasmita SH. Majelis hakim menilai HW tidak bersalah, dan ia dibebaskan. Agak berbeda dari kebiasaan, Ohim bertanya kepada Halim Wijaya yang dinyatakan bebas itu. Cukong beras itu aneh juga: sudah dinyatakan bebas bukannya cepat-cepat menerima putusan. Ia malah tertegun lalu menjawab: "Fikir-fikir". "Apa? Fikirfikir?", tanya hakim keheranan. Pembela yang merasa sukses dalam perkara ini cepat-cepat menerima putusan hakim. "Pak jaksa bagaimana? Apakah menerima keputusan majelis?" tanya Ohim kepada Yusdaryanto. Jaksa mengambil jalan tengah dan menyatakan sikap seperti Halim Wijaya. Fikir-flkir dulu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus