Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Mungkir Sampai Vonis

5 orang anggota kontingen jawa timur dalam pertemuan nasional kontak tani dituduh terlibat pembunuhan. korbannya matsaleh, saingan calon kepala desa sungai lebak, lamongan.

27 November 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETELAH majelis Hukim pada Pengadilan Negeri Jember bersidang untuk ke duapuluh kalinya, para tertuduh dalam perkara pembunuhan di desa Wringintelu dijatuhi hukuman (TEMPO 17 Agustus 1974). Mereka masing-masing dijatuhi hukuman penjara lima tahun, segera masuk, dipotong masa tahanan. Vonis dijatuhkan Oktober lalu, sekalipun sejak sidang pertama sampai sidang terakhir ini ke lima tertuduh masih tetap menolak tuduhan sebagai yang melakukan pembunuhan. Tapi majelis punya pendapat lain, mereka terbukti bersalah melakukan pembunuhan baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama. Cocok dengan pasal 340 jo pasal 5 5 KUHP. Sejak sidangnya yang pertama, para tertuduh menolak hasil pemeriksaan pendahuluan Komdak X Jawa Timur. "Mungkir adalah hak mereka", tutur Hakim Ketua Ny. Harini Wiyoso SH kepada pembantu TEMPO, "tetapi sidang inilah yang akan membuktikannya". Tapi mengapa sampai proses verbal itu bisa dirangkaikan demikian rapi hingga bisa menjadi cerita yang menarik? Kata terdakwa I. Soewarno "Selama dalam pemeriksaan Komdak X, kami digebuki baik dengan kayu, besi sampai pemukul plastik yang diisi pasir atau cuma tangan biasa dengan variasi sulutan-sulutan puntung rokok. Rekonstruksi yang diadakan di Wringintelu, berada di bawah ancaman alias didikte". Keterangan tertuduh I ini diiyakan ke empat tertuduh lainnya. "Kalau saudara digebuki, kalau saudara didikte, mengapa saudara mengakui saja proses verbal itu dalam pemeriksaan Kejaksaan?", tanya Jaksa Slamet Soegiyanto. "Kami takut dikembalikan ke Komdak", kata mereka bersama-sama. Mereka takut bayangan akan digebuki. Dan mereka menganggap di depan sidang pengadilan bisa mengatakan hal sebenarnya. Bahwa mereka tidak melakukan pembunuhan. Bunuh Diri? Misteri pembunuhan itu terjadi 28 Juni 1974 ketika di desa Wringintelu Kecamatan Puger, Kabupaten Jember tengah dilangsungkan Pertemuan Nasional Kontak Tani. Sehari sebelum penutupan, di sebuah kandang penduduk sana tahu-tahu ditemukan sesosok mayat ketika masyarakat dan kebanyakan peserta yang datangnya dari seluruh pelosok Indonesia tengah bersembahyang Jumat. Korban sendiri akhirnya diketahui bernama Matsaleh, anggota kontingen Jawa Timur yang berasal dari desa Sungai Lebak, Kecamatan Karanggeneng, Kabupaten Lamongan. Menurut pemeriksaan sementara, korban tewas karena bunuh diri. Tetapi Komdak X Jawa Timur yang akhirnya menangani peristiwa ini mempunyai pendapat lain: Maka diangkutlah para anggota kontingen Jawa Timur yang berasal dari dari Kabupaten Lamongan. Tiga bulan kemudian terbongkarlah misteri kematian Matsaleh ini. Versi Komdak X bagian Reskrim menyatakan kesimpulan bahwa korban ternyata "dikerjai" bersama-sama. Begini. Pada waktu itu, ketika Matsaleh hendak berangkat ke mesjid, korban diajak kembali ke rumah pondokannya oleh Abdul Kadir (terdakwa III) karena ada sesuatu yang tertinggal. Kemudian berangkat lagi memintas lewat samping rumah. Abdul Kadir berjalan di belakang, Matsaleh di depan. Setiba di belakang kamar mandi tempat pondokan mereka, tiba-tiba Kamid (terdakwa V) memukulkan sebuah bambu ke kepala Matsaleh. Korban jatuh. Dan dalam kandang lalu muncul Irawan (terdakwa lV) dan Nachiyu (terdakwa II) yang langsung mengangkut korban ke dalam kandang sapi. Dalam keadaan tak sadar, korban digorok oleh Abdul Kadir dan mati. Setelah itu mereka berempat berangkat ke mesjid, seperti tak terjadi sesuatu. Mereka baru menggabungkan diri melihat korban di kandang setelah turun dari mesjid bersama penduduk lainnya. Sementara itu yang menjadi dalang pembunuhan dituduh Soewarno (terdakwa I), suami salah seorang anggota kontingen yang bernama Nafsiyah juga dari Lamongan. Menurut Soewarno, dia ke Wringintelu cuma mau menjenguk isterinya. Tetapi polisi punya pendirian lain, Soewarno-lah yang menjadi dalangnya. Syafii Tetapi kabarnya dalang utamanya masih ada lagi sesuai dengan versi kisah pembunuhan ini. Namanya Syafii, berasal dari desa Sungai Lebak, Kecamatan Karanggeneng Lamongan tempat asal korban. Menurut versi polisi, Syafii inilah yang membayar Soewarno agar yang terakhir ini membunuh Matsaleh bersama Nachiyu dkk. Untuk itu Soewarno akan memperoleh imbalan Rp 500.000 dan sebuah vespa dari Syafii kalau korban betul-betul mati. Janji itu dipenuhi sekalipun Syafii melarat. Sebab yang penting, Matsaleh yang jadi rival Syafii dalam pemilihan kepala desa Sungai Lebak, harus mati. Ternyata memang kemudian Syafii memenangkan jabatan kepala desa. Sampai perkara ini divonis, tokoh utama yang menjadi otak pembunuhan Matsaleh yang bernama Syafii ini belum pernah dipanggil untuk menjadi saksi. Padahal menurut jalan cerita pembunuhan ini tokoh Syafii ini justru sebagai dalang utama. Malahan setengah tahun yang lalu, ketika kelima penduduk Lamongan yang saling berjauhan, tidak saling mengenal sebelumnya dihadapkan dalam sidang pengadilan Jember, Syafii dilantik sebagai kepala desa Sungai Lebak oleh Bupati Lamongan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus