Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bulog Pun Mengaku Salah

Harga gula naik, akibat peredaran gula berkurang (tertahan), padahal stok bulog cukup, dropping di berbagai pasar tak berhasil banyak. (eb)

15 November 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BULOG menunjukkan betapa gula bisa menjadi pahit kalau tidak ditangani dengan hati-hati. Dalam satu tindakan yang cul.up drastis dan mengejutkan para pedagang, Bulog sejak dua pekan ini menyatakan seluruh produksi gula, baik gula PNP maupun gula petani tebu hanya boleh dijual kepadanya. Bulog menjadi pembeli tunggal dan Buloglah yang berhak menjualnya kepada penyalur. Klaim Bulog atas produksi gula dalam negeri itu nampaknya untuk mengamankan stok nasional. Produksi gula dunia kini merosot tajam akibat serangan penyakit yang menimpa perkebunan tebu di Amerika Tengah. Tigabelas negara produsen gula di Karibia, termasuk Kuba yang menghasilkan 57% gula dunia, sekarang merencanakan kenaikan harga. Keadaan ini memang cukup mengkhawatirkan Indonesia karena 25% kebutuhan gula masih impor. Kebutuhan gula nasional 1,9 juta ton/tahun. Memukul Petani Pemborongan gula itu sebenarnya baru akan dimulai Bulog pada musim giling 1981/1982 untuk seluruh produksi eks PTP/PNP dan non PNP. Tapi nyatanya sekarang ini ia malahan memborong pula produksi Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI). "Agar jangan ada spekulasi," kata Kepala Bulog, Bustanil Arifin. Tetapi niat Butanil yang hendak mencegah permainlan pedagang itu ternyata memukul petani. Larangan pengeluaran DO yang disampaikan kepada pabrik-pabrik guIa sejak 22 Oktober mengakibatkan tertahannya 2,3 juta kuintal gula. Si manis tertimbun dan tak bisa keluar dari pabrik gula yang bertebaran di daerah Ja-Tim. Akibatnya peredaran berkurang. Harga pun mulai naik. Petani telanjur menjualnya dengan harga Rp 29()/kg. Sampai 6 November pembayaran gula yang "dilarang keluar" oleh Bulog itu ternyata masih belum dibayar. Padahal harga sudah terbang menjadi Rp 500. Pembayaran terhadap gula yang tertahan itu baru berlangsung 8 November. Itu pun hanya di Malang untuk 4.000 kuintal. Padahal di daerah itu saja diperkirakan tertahan 60.000 kuintal. Kabarnya uang pembayaran dari Bulog baru tiba di Surabaya 6 November sebanyak Rp 14 milyar. Untuk pembayaran gula TRI saja. Sehari setelah pengiriman uang Bulog itu, Bustanil Arifin muncul dalam pertemuan pers di gedung Bulog, Jakarta. "Pokoknya hari ini pembayaran sudah dilaksanakan. Khusus untuk gula TRI dibayar 100%," katanya kalem. Tentang keterlambatan pembayaran, Bustanil juga mengakui hal itu sebagai kesalahan Bulog yang dia pimpin. "Bulog yang lambat membayar. Soalnya untuk pembeli gula itu Bulog harus mendapat izin dari Menteri Keuangan. Berdasarkan izin Menteri Keuangan dibuatkan perjanjian kredit dengan Bl. Dan ini mengalami sedikit kelambatan," ulasnya. Pengiriman menjadi bertambah terlambat karena pabrik-pabrik gula di Ja-Tim itu katanya tak punya rekening di bank pemerintah di Jakarta. Terpaksa Bulog sendiri yang mentransfer. Sebenarnya begitu keputusan untuk memborong ditetapkan, sudah bisa diraba bahwa kepanikan akan muncul di antara para pedagang: Satu hal yang sudah cukup menimbulkan spekulasi. Untuk mencukupi cadangan nasional Indonesia tahun ini mengimpor 600.000 ton. Bulan Februari diimpor sebanyak 350.000 ton dengan harga US$ 587/ton. Produksi dalam negeri berkurang karena menurunnya rendemen sampai 13 1/2% (antara lain disebabkan musim panas yang terlalu panjang) maka impor pun ditambah lagi 250.000 ton. Tapi harganya sudah melonjak jadi US$ 1.127,50/ton. Kenaikan ini mengalcibatkan bertambah besarnya subsidi pemerintah untuk penyediaan gula. Sejak awal 1980 jumlahnya mencapai Rp 127 milyar. Subsidi itu terutama dinikmati oleh pabrik susu kental manis. Harga beli Bulog Rp 350 untuk gula dalam negeri, dijual ke pabrik susu cuma Rp 325. Khawatir akan meningkatnya laju inflasi mulai 8 November Team Task Force Dolog Jaya dan 13 penyalur anggota Asosiasi Penyalur Gula & Tepung Indonesia melakukan dropping ke pasarpasar di Jakarta sebanyak 175 tonihari. Direncanakan berlangsung sampai akhir tahun ini, sehingga permintaan yang naik pada hari Natal dan Tahun Baru bisa dipenuhi. Suasana "operasi pasar" di berbagai pusat perdagangan itu cukup ramai. Di Pasar Proyek Senen, Jakarta, orang berebutan mengacungkan uang kepada petugas Dolog yang berada di atas truk. Seorang maksimal boleh membeli 2 kg @ Rp 400. Sementara kira-kira 50 meter dari situ, di kios-kios harga menari-nari sampai Rp 600 per kg. Karena harga gula naik, maka dirasakan adanya kenaikan harga bahan makanan yang menggunakan gula. Oktober kemarin inflasi tercatat 1, 69%. Ini merupakan tingkat Icenaikan tertinggi sejak Mei 1980 ketika harga BBM dinaikkan. Dan penyebab utama inflasi yang tinggi itu adalah naiknya harga gula.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus