Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kelompok buruh menolak penetapan upah minimum provinsi (UMP) yang disorongkan oleh gubernur di hampir seluruh provinsi. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menekankan ada lima poin penolakan lantaran ada ketidaksesuaian antara besaran kenaikan UMP 2023 dan tingginya inflasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Pertama, menolak nilai prosentase kenaikan UMP karena (kenaikan UMP) di bawah nilai inflansi Januari-Desember 2022, yaitu sebesar 6,5 persen plus pertumbuhan ekonomi Januari-Desember yang diperkirakan sebesar 5 persen," ujar Presiden KSPI Said Iqbal dalam keterangannya seperti dikutip pada Selasa, 29 November 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, 33 gubernur telah mematok kenaikan UMP yang berlaku mulai 1 Januari 2023. Banten, misalnya, menetapkan UMP pada 2023 naik 6,4 persen; Daerah Istimewa Yogyakarta 7,65 persen; Jawa Timur 7,85 persen; dan DKI Jakarta 5,6 persen.
Said menuturkan, bila menggunakan data September 2021 ke September 2022, besaran kenaikan tersebut tidak memotret dampak kenaikan BBM yang mengakibatkan harga barang melambung tinggi. Sebab, kenaikan BBM terjadi pada Oktober 2022.
Kedua, buruh memasalahkan kenaikan UMP DKI 2023 sebesar 5,6 persen. Partai buruh dan organisasi serikat buruh, ucap Said, mengecam keras keputusan Pejabat Gubernur DKI yang tidak sensitif terhadap kehidupan buruh.
"Kenaikan 5,6 persen masih di bawah nilai inflansi. Dengan demikian Gubernur DKI tidak punya rasa peduli dan empati pada kaum buruh," kata Said. Buruh mendesak agar Pejabat Gubernur DKI merevisi kenaikan UMP DKI 2023 sebesar 10,55 persen sesuai dengan yang diusulkan Dewan Pengupahan Provinsi DKI unsur serikat buruh.
Said melanjutkan, kenaikan UMP DKI 5,6 persen tidak akan bisa memenuhi kebutuhan buruh dan rakyat kecil di DKI. Ketiga, UMP DKI yang naik 5,6 persen akan mengakibatkan UMK di seluruh Indonesia menjadi kecil.
Keempat, buruh mengapresiaai sikap pemerintah yang menggunakan Permenaker 18/2022 dan tidak lagi menggunakan PP 36/2021. Kelima, buruh meminta kenaikan UMP direvisi antara 10 hingga 13 persen.
"Bila tuntutan di atas tidak didengar, mulai minggu depan akan ada aksi besar di berbagai daerah di seluruh Indonesia untuk menyuarakan kenaikan upah sebesar 10 hingga 13 persen," kata Ketua Umum Partai Buruh itu.
Baca: Daftar Kenaikan UMP di 33 Provinsi, Berlaku Mulai 1 Januari 2023
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini