Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Center of Economic and Law Studies (Celios) mengkhawatirkan usaha kecil dan menengah (UKM) hanya akan menjadi broker jika diberi kesempatan mengelola tambang. Pasalnya, secara finansial, UKM dinilai tak mungkin menjalankan bisnis ekstraktif yang menelan biaya tak sedikit itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya khawatir setelah UKM dapat izin usaha pertambangan (IUP), pengelolaan tambang diserahkan ke perusahaan lain atau kontraktor dengan bagi hasil yang minim ke UKM," Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira saat dihubungi Tempo, Ahad, 26 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bhima merinci, biaya modal yang diperlukan UKM untuk menglola tambang sangat besar. Bahkan, bisnis tambang skala kecil dengan luas kurang dari 500 hektare membutuhkan biaya upfront paling sedikit Rp 500 miliar. Biaya itu mencakup uji kelayakan, eksplorasi, mine development, transportasi, reklamasi lahan pascatambang, pajak dan royalti, hingga corporate social responsibility (CSR).
Pemrioritasan khusus kepada UKM dalam pengelolaan tambang juga dinilai Bhima melanggar prinsip lelang dalam pengelolaan IUP. Revisi Undang-Undang (UU) Minerba, ujar dia, melanggar persaingan usaha yang sehat dan amanat perbaikan tata kelola pertambangan.
Celios bersama Greenpeace pernah mengkaji ekses bisnis tambang kepada warga di sekitarnya. Hasilnya, desa dengan lokasi atau berdekatan dengan area tambang memiliki akses pendidikan yang rendah, akses kesehatan lebih jauh, dan konflik masyarakat yang lebih tinggi dibanding desa nontambang.
"Sudah jelas bahwa biaya eksternalitas negatif tambang menyebabkan kerusakan lingkungan, kualitas SDM lokal, hingga kerugian kesehatan dalam jumlah cukup besar. UKM disekitar tambang lebih banyak ruginya daripada untung," tutur Bhima.
Kajian lain dari Celios dan Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA) pada 2024 juga menunjukkan risiko kematian dini dari tambang dan smelter nikel menembus 3.800 orang per tahun. Dengan kerugian biaya kesehatan Rp 40 triliun pada 2025.
Alih-alih mengelola tambang, Bhima mengsulkan UMKM sebaiknya lebih banyak dilibatkan dalam mendorong instalasi energi baru dan terbaukan (EBT) skala komunitas. Ia memperkirakan, potensi EBT di Indonesia yang bisa dijalankan UKM mampu menciptakan 96 juta lapangan kerja dan output ekonomi Rp 10.529 triliun dalam 25 tahun mendatang.
Usul UKM mengelola tambang pertama kali dilontarkan oleh Baleg DPR. Mereka berencana memasukkan substansi ihwal pemberian prioritas bagi UKM untuk mengelola lahan tambang dengan luas lahan di bawah 2.500 hektare. UKM dan perguruan tinggi menyusul organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan yang lebih dulu mendapatkan wilayah izin usaha pertambangan.
Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen Jakarta, Kamis, 23 Januari 2025 lalu telah menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara untuk menjadi RUU usul inisiatif DPR.
Tapi RUU Minerba perubahan keempat bersifat kumulatif terbuka. Sebab, Undang-Undang Minerba sudah empat kali diuji di Mahkamah Konstitusi (MK). Dua pengujian di antaranya dikabulkan bersyarat oleh MK.