Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan menyatakan, harga barang akibat pengenaan PPN 12 persen hanya naik 0,9 persen, sementara Center of Economics and Law Studies (Celios) memperkirakan pengeluaran kelompok miskin akan naik sebesar Rp101.880 dan kelas menengah Rp354.293 per bulan
“Kenaikan PPN 11 persen menjadi 12 persen hanya menyebabkan tambahan harga sebesar 0,9 persen bagi konsumen,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Dwi Astuti dikutip dari keterangan di Jakarta, Minggu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebagai ilustrasi, untuk minuman bersoda dengan harga jual Rp7.000, nilai pengenaan PPN dengan tarif 11 persen adalah sebesar Rp770. Maka, jumlah yang harus dibayar sebesar Rp7.770. Ketika PPN menjadi 12 persen, pengenaan PPN sebesar Rp840, sehingga total biaya yang harus dibayar sebesar Rp7.840.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dari contoh itu, selisih kenaikan harga antara PPN dengan tarif 11 persen dan 12 persen sebesar Rp70 atau hanya 0,9 persen dari harga sebelum kenaikan Rp7.770.
Sama halnya untuk barang lain, televisi misalnya. Dengan harga jual senilai Rp5 juta, PPN yang dibebankan dengan tarif 11 persen adalah Rp550 ribu, sementara dengan tarif 12 persen menjadi Rp600 ribu.
Total harga yang harus dibayar konsumen naik dari Rp5,55 juta menjadi Rp5,6 juta atau berselisih 0,9 persen.
“Kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen tidak berdampak signifikan terhadap harga barang dan jasa,” ujar Dwi.
Celios: Berdampak terhadap Kelompok Miskin
Dalam kesempatan terpisah, Celios memperkirakan kenaikan PPN menjadi 12 persen bisa menambah pengeluaran kelompok miskin sebesar Rp101.880 per bulan. Sementara kelompok kelas menengah mengalami kenaikan pengeluaran sebesar Rp354.293 per bulan.
Perhitungan itu diperoleh melalui pengolahan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tentang pengeluaran rumah tangga terkait makanan dan nonmakanan serta asumsi inflasi sebesar 4,11 persen.
Salah satu pemicu kenaikan inflasi (dari data per November 2024 sebesar 1,55 persen yoy) adalah fenomena pre-emptive inflation, yakni pelaku usaha ritel dan manufaktur menaikkan harga lebih awal untuk menjaga margin keuntungan sebelum tarif baru diterapkan.
Kenaikan harga diperkirakan akan terlihat menjelang akhir 2024 hingga kuartal pertama 2025, didorong oleh tarif PPN baru dan musim liburan Natal dan Tahun Baru.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, mengatakan, kenaikan PPN akan melemahkan ekonomi terbukti keputusan pemerintah untuk memberikan stimulus ekonomi selama dua bulan di awal pelaksanaan PPN 12 persen pada 1 Januari 2025.
“Kalau mereka yakin memperkuat ekonomi, ngapain ada stimulus ekonomi?” kata Bhima.
Ia juga menambahkan, meskipun pemerintah sudah memberikan beberapa stimulus. Bhima menilai hal tersebut masih belum cukup untuk menjaga stabilitas ekonomi setelah adanya kenaikan PPN. Sebabnya, stimulus yang diberikan hanya bersifat sementara.
“Begitu stimulusnya dilepas, maka akan terjadi tekanan yang luar biasa bagi daya beli masyarakat,” ujarnya.
Vendro Immanuel G berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor Daging Wagyu sampai Sekolah Internasional Terkena PPN 12 Persen