Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Cerita Bahlil Lahadalia Soal Industri Hilirisasi Beri Nilai Tambah Ekonomi

Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mendorong industri hilirisasi sumber daya alam agar nilai tambah pengelolaannya bisa dinikmati di dalam negeri.

20 Juni 2021 | 04.18 WIB

Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Bahlil Lahadalia, memberikan keterangan di Istana Negara, Jakarta, pada Rabu, 28 April 2021. Foto: BPMI Setpres/Rusman
Perbesar
Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Bahlil Lahadalia, memberikan keterangan di Istana Negara, Jakarta, pada Rabu, 28 April 2021. Foto: BPMI Setpres/Rusman

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mendorong industri hilirisasi sumber daya alam agar nilai tambah pengelolaannya bisa dinikmati di dalam negeri.

Menurut dia, semangat hilirisasi juga sejalan dengan visi Presiden Jokowi untuk melakukan transformasi ekonomi yang memberi nilai tambah.

"Kita dulu punya kekayaan hutan yang luar biasa. Tidak ada yang tidak kenal hutan kita, hutan di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Papua. Tapi dari semua itu, berapa perusahaan besar kita yang masuk 10 besar dunia pemain mebel? Tidak ada. Karena kita ekspor kayu log. Termasuk saya dulu, karena dulu mau dapat uang cepat, tahun 2002," kata Bahlil dalam Rakornas Percepatan Investasi, yang digelar Hipmi, Sabtu, 19 Juni 2021.

Meski sempat tergiur uang cepat itu, Bahlil pun menyadari bahwa hal itu salah. Pasalnya, Indonesia tidak mendapatkan nilai tambah apapun karena praktik ekspor bahan baku seperti itu.

"Akhirnya, nilai tambah dirasakan negara-negara yang menerima kayu log. Cina, Malaysia, Jepang, Korea, itu sekarang yang jadi pemain industri mebel terbesar dunia. Bahan bakunya dari Indonesia. Gila nggak? Kenapa kita tidak membangun hilirisasi?" katanya.

Kondisi serupa juga terjadi di komoditas lain, yakni emas. Bahlil menyebut 90 persen cadangan emas Freeport di seluruh dunia berasal dari Indonesia. Namun, Indonesia justru tidak memiliki industri hilirnya.

"Bahkan kita kirim ekspor copper (tembaga) ke luar negeri. Nilai tambahnya siapa yang dapat? Di luar. Hampir habis," katanya.

Di komoditas perikanan, lanjut Bahlil, Indonesia juga kalah bersaing dengan Vietnam dan Thailand. Demikian pula dengan komoditas batu bara yang mayoritas diekspor, tapi di sisi lain Indonesia masih mengimpor gas.

"Padahal kalau itu dibikin hilirisasi, itu bisa dapat. Sekarang baru saya urus investasinya antara PT Bukit Asam dengan Air Products (proyek gasifikasi batu bara). Harapan kita, batu bara kalori rendah tidak boleh ekspor lagi. Kita bangun industri substitusi impor supaya gas kita ada di sini. Ini sekarang kita lakukan," katanya.

Lebih lanjut, dengan semangat yang sama, pemerintah pun kini tengah gencar untuk mengembangkan industri baterai untuk kendaraan listrik yang bahan baku utamanya, yakni nikel, melimpah di Tanah Air.

Pemerintah pun dengan tegas melarang ekspor bijih nikel agar nantinya mimpi untuk bisa menjadi pemasok baterai kendaraan listrik dunia bisa tercapai.

"Sekarang, saya konsisten tidak izinkan ekspor ore nikel agar Indonesia menjadi negara produsen baterai untuk dunia. Jadi kita tidak boleh hanya ekspor-ekspor bahan baku terus seperti zaman VOC," katanya.

Upaya tersebut, lanjut Bahlil, bukan hanya sekadar dongeng. Saat ini sudah ada dua perusahaan raksasa yakni LG dan CATL yang akan segera membangun industri baterai kendaraan listrik terintegrasi.

Rencana investasi LG mencapai 9,8 miliar dolar AS (sekitar Rp142 triliun), sementara rencana investasi CATL mencapai 5,2 miliar dolar AS. "Untuk LG, sudah mulai groundbreaking akhir Juli, paling lambat awal Agustus. Itu kita bangun. Jadi, ini bukan hanya cerita dongeng," kata Bahlil.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus