Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menjelaskan penyebab harga beras naik saat ini. Peneliti CIPS Azizah Fauzi mengungkapkan ada berbagai faktor berkontribusi pada kenaikan harga beras.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Salah satunya adalah kondisi cuaca saat ini yang mengakibatkan gagal panen di beberapa daerah penghasil beras, seperti Cianjur," kata Azizah dalam keterangannya kepada Tempo pada Selasa, 20 Februari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia menjelaskan fenomena cuaca ekstrem El Nino menyebabkan musim kemarau berkepanjangan sehingga pasokan atau suplai beras berkurang. Selain itu, terdapat faktor permintaan yang meningkat di tengah masa kampanye. Azizah mengungkapkan beras kerap masuk dalam program tebus murah paket sembako pada tahun politik ini.
Adapun pemerintah melalui Bulog berencana mengimpor 200 ribu ton beras dari Thailand dan Cina hingga Maret 2024 untuk menjamin stok di pasaran. Pemerintah berharap impor beras dapat efektif menstabilkan harga, apalagi menjelang Ramadan yang akan dimulai pada pertengahan Maret.
Meskipun pemerintah telah mengumumkan berbagai langkah untuk mengendalikan harga beras, CIPS menilai kenaikan harga seharusnya sudah diantisipasi sejak lama. Dia menegaskan langkah antisipasi permasalahan ketersediaan dan harga dalam jangka panjang selayaknya menjadi fokus utama.
Ia pun meminta pemerintah untuk meningkatan produktivitas melalui berbagai kebijakan. Antara lain, penggunaan input bermutu, perbaikan sarana dan prasarana pertanian, hingga kebijakan yang lebih terbuka pada perdagangan internasional.
Menurut dia, langkah-langkah itu sangat diperlukan untuk menjamin ketersediaan dan menjaga keterjangkauan masyarakat terhadap harga pangan.
Terlebih, kenaikan harga beras akan berdampak pada peningkatan inflasi. Pasalnya, beras merupakan salah satu komoditas pokok yang menyumbang 3 persen pada Indeks Harga Konsumen (IHK) yang digunakan untuk menghitung inflasi.
Badan Pusat Statistik pada September 2023 mencatat beras menjadi komoditas penyumbang utama andil inflasi. Beras memiliki andil sebesar 0,18 persen dalam inflasi bulanan (month to month).
Beras juga memiliki andil 0,55 persen dalam inflasi tahunan (year on year). Kemudian pada Januari 2024, beras kembali mengalami inflasi sebesar 0,64 persen secara bulanan dengan andil inflasi sebesar 0,03 persen.